Kitab Kaifa Takunu Ghaniyyan berisi tips-tips khusus untuk menjadi kaya, sesuai Al-Qur’an, hadits, dan para ulama.
Dalam kehidupan, manusia sebagai makhluk Allah tidak bisa menentukan nasibnya, mau menjadi miskin ataupun kaya. Sebab, pada dasarnya rezeki setiap orang telah ditentukan oleh Allah jauh sebelum ia dilahirkan.
Karena itu, manusia hanya dituntut berusaha dengan baik untuk mendapatkan rezeki yang telah ditentukan baginya dan berdoa agar Allah memberinya rezeki yang berkah, sehingga tidak meminta-minta kepada orang lain. Terlebih mampu bersedekah di jalan Allah.
Secara umum, kelemahan ekonomi suatu bangsa dan kemiskinan yang menimpa masyarakat, bisa menjerumuskan mereka dalam jurang kekufuran. Sebagian dari mereka memilih jalan pintas dengan menghalalkan segala cara demi meraih kekayaan di dunia yang hanya bersifat sementara ini.
Betapa sering kita jumpai orang yang mencuri, menipu, memakan harta riba, melakukan pesugihan, dan lain sebagainya demi mendapatkan sesuap nasi. Padahal, sebenarnya agama Islam telah menjelaskan hal-hal yang mempermudah mereka untuk meraih harta kekayaan.
Berlandaskan hal itulah, Muhammad bin Alawi Alaydrus atau yang lebih dikenal dengan nama Habib Sa’ad menulis kitab dengan judul, “Kaifa Takunu Ghaniyyan?” (Bagaimanakah cara agar kau menjadi kaya?).
Sekilas Kitab Kaifa Takunu Ghaniyyan
Dalam mukadimah kitab, Muhammad Alaydrus mengatakan, isi dari kitab secara garis besar memaparkan pembahasan mengenai sebab-sebab yang mempermudah seseorang untuk menggapai kekayaan dan juga berbagai kunci yang dapat membuka pintu-pintu kekayaan tersebut atas izin Allah.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa sumber yang dijadikan referensi dalam mengarang kitabnya ini adalah Al-Qur’an, Hadits, dan perkataan para ulama.
Dalam mukadimah kitab ia juga mengatakan bahwa hukum asal dari mencari rezeki dan melakukan perdagangan adalah mubah. Hanya saja, hal tersebut bisa menjadi sesuatu yang terpuji dan tercela tergantung pada niat dan maksud seseorang dalam mencari rezeki.
Setelah mukadimah, kitab menguraikan pembahasan pekerjaan yang terpuji. Menurut Penulis, pekerjaan yang terpuji adalah pekerjaan yang didasari dengan niat mencari rezeki yang halal, mengikuti sunah Rasulullah, menjaga kehormatan diri (dari meminta-minta), dan berusaha memenuhi kebutuhan keluarga.
Selain itu, juga berniat untuk tidak mengharap belas kasih dari manusia, serta berniat untuk membantu saudara dan tetangga. Yang tak kalah penting, berniat untuk dapat menunaikan zakat dan segala kewajiban yang masih ada kaitannya dengan kita.
Pembahas berlanjut pada pekerjaan-pekerjaan yang tercela. Menurut Penulis, pekerjaan yang tercela adalah pekerjaan yang didasari dengan niat yang buruk dan pekerjaan yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
Kemudian Muhammad Alaydrus memaparkan kisah mengenai sikap para sahabat dalam menjalani kehidupan, terutama dalam bekerja dan mencari rezeki.
Kisah tersebut diawali dengan sahabat Abu Bakar As-Shiddiq yang meskipun telah diangkat menjadi khalifah pengganti Rasulullah namun masih tetap saja bekerja di pasar untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Begitu pula Sayyidina Umar bin Khathab yang mempunyai banyak keutamaan, termasuk dalam menunaikan kebutuhan anak-anaknya. Sayyidina Utsman, beliau adalah salah satu pedagang sukses dan termasuk orang kaya diantara para sahabat lainnya. Sedangkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib meski mempunyai keutamaan karena ilmunya yang luas dan kebijaksanaannya, beliau masih saja bekerja sebagai penimba air dengan upah kurma. Dalam bekerja sebagai penimba air, beliau memiliki dua timba yang keduanya beliau angkat dengan kayu.
Terakhir, sahabat Abdurrahman bin ‘Auf yang menolak pemberian Amir bin Rabi’, sebab mengetahui keutamaan dan kemuliaan dalam mencari nafkah. Beliau mengetahui akan keutamaan gerak seseorang dalam mencari rezeki, daripada menerima harta pemberian dari Amir bin Rabi’, meski harta dari Amir tersebut tidak diragukan lagi atas kehalalannya.
Pembahas berlanjut pada kunci yang dapat mendatangkan rezeki dan hal-hal yang dapat menjadikan seseorang menjadi kaya. Menurut beliau, kunci-kunci dan sebab-sebab tersebut adalah:
- Takwa dan istiqamah.
- Bersyukur.
- Membaca Al-Qur’an.
- Berdzikir kepada Allah swt.
- Berdoa.
- Beristighfar.
- Bershalawat.
- Menjaga shalat.
- Bersedekah.
- Bersilaturahmi.
- Berbudi pekerti luhur.
- Qana’ah.
- Bersegera mencari rezeki di pagi hari.
- Menjamu tamu dan bersikap dermawan.
Adapun hal-hal yang dapat memudahkan datangnya rezeki, menurutnya adalah:
- Berani mengambil resiko.
- Meninggalkan maksiat.
- Memakai cincin akik.
- Menjaga kebersihan.
- Memelihara kambing.
- Bersiwak.
- Mengucapkan salam saat masuk rumah.
- Mendirikan shalat dengan penuh pengagungan kepada Allah swt, khusyuk, menyempurnakan rukun-rukun dan segala hal yang diwajibkan dalam shalat, memperhatikan sunah-sunah dan adabnya.
- Menyapu halaman di pagi hari dan menyalakan lampu sebelum terbenamnya matahari.
- Membaca سبحان الله العظيم و بحمده dan ولا حول ولا قوة إلا بالله masing-masing sebanyak 100 kali di pagi hari.
- Membaca أَحْمَدُ رَسُوْلُ اللهِ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ sebanyak 35 kali di Jum’at terakhir bulan Rajab, saat khatib mulai berkhutbah di atas mimbar.
- Mencuci tangan sebelum makan.
- Memungut sisa-sisa makanan.
- Membaca حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ .
- Mendoakan orang tua.
- Dan masih banyak lagi.
Lalu, pembahasan berlanjut pada hal-hal yang dapat menyebabkan kefakiran. Menurut beliau hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
- Membiarkan sisa potongan kuku di dalam rumah usai dipotong dan tidak membuangnya.
- Membiarkan sarang laba-laba dan tidak membersihkannya.
- Membakar kulit bawang merah dan bawang putih.
- Tidur tengkurap.
- Duduk di ambang pintu.
- Bersandar di salah satu daun pintu.
- Meletakkan tangan di pinggang.
- Bersegera keluar dari masjid setelah shalat Subuh.
- Berlama-lama di pasar.
- Tidur setelah shalat Subuh.
- Membeli barang bekas pengemis.
- Mendoakan jelek kepada orang tua, anak, atau pemerintah.
- Membuang kutu dalam keadaan hidup.
- Membasuh telapak kaki dengan menggunakan tangan kanan.
- Kencing di air yang menggenang atau tidak mengalir.
- Mandi junub di tempat kencing dan najis.
- Makan dengan dua jari.
- Berjalan di tengah gerombolan kambing atau berjalan di antara dua wanita
- Melakukan bekam di hari ketujuh di awal bulan.
- Sering memainkan janggut.
- Mengertak-gertakan gigi.
- Menjalin jari-jemari untuk merangkul kedua lututnya saat duduk, dan sering menekan jari-jemari hingga terdengar suaranya.
- Meletakkan telapak tangan di hidung.
- Memotong kuku dengan gigi.
- Membuka aurat di hadapan matahari dan bulan.
- Buang air kecil ataupun besar dengan menghadap kiblat.
- Menguap saat shalat.
- Meludah pada tanah lapang dan di atas sisa bara api (abu).
- Meletakkan tangan di pipi saat duduk, padahal tidak nyeri.
- Membuka pintu untuk meminta-minta.
Kitab ini ditutup dengan kutipan perkataan para ulama dan ahli hikmah yang membahas mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan kekayaan dan kefakiran.
Dengan membaca kitab ini, harapannya para pembaca dapat mempraktikkan kiat-kiat khusus yang dapat menjadikan seseorang memperoleh kekayaan, sesuai tuntunan Al-Qur’an, Hadits, dan para ulama.
Identitas Kitab
Nama Kitab: Kaifa Takunu Ghaniyyan
Penulis: Muhammad bin Alawi Alaydrus
Pentahqiq: Saqaf bin Ali Alaydrus
Penerbit: Silsilah as-Sa’diyyah
Jumlah Halaman: 105
M Ryan Romdhon, Alumni Ma'had Aly Al-Iman Bulus Purworejo