Kitab soal Nikah-Talak Karya Syekh Muhammad Zain Aceh Abad Ke-18
Jumat, 24 Februari 2017 | 10:00 WIB
Ini adalah halaman pertama dan kedua dari manuskrip kitab “Talkhîsh
al-Falâh fî Bayân Hukm al-Thalâq wa al-Nikâh” karangan ulama besar
Nusantara asal Kesultanan Aceh yang hidup di abad ke-18 M, yaitu Syekh
Muhammad Zain al-Âsyî anak dari Syekh Faqîh Jalâluddîn al-Âsyî.
Saya
mendapatkan kopian manuskrip ini dari sahabat budiman, Masykur Syarifuddin, kolektor muda manuskrip-manuskrip langka dari Aceh. Jumlah
keseluruhan halaman yang memuat teks kitab “Talkhîsh al-Falâh” adalah 19
halaman. Setiap halamanya rata-rata memuat 17 baris tulisan. Teks pada
naskah ditulis dengan tinta berwarna hitam dan merah. Di halaman pertama
dan akhir naskah dihiasi dengan zakhârif wa muzayyanât (hiasan iluminasi) khas Aceh.
Saya
sendiri memiliki kitab “Takhîsh al-Falâh” dalam versi cetakan yang
diterbitkan oleh Dâr Ihyâ al-Kutub al-‘Arabiyyah Indonesia (cabang dari
penerbit dengan nama yang sama yang berada di Kairo, Mesir). Dalam versi
cetakan itu, “Talkhîsh al-Falâh” termasuk dalam salah satu bagian dari
bunga rampai karya-karya ulama Aceh yang dihimpun oleh Syekh Ismâ’îl ibn
‘Abd al-Muthallib al-Âsyî, ulama Aceh yang berkarir di Kairo pada akhir
abad ke-19 M. Syekh Ismâ’îl al-Âsyî menghimpun sebanyak sembilan karya
ulama-ulama Aceh Klasik dalam bunga rampai berjudul “Jam’u Jawâmi’
al-Mushannafât; Yaitu Kitâb Majmû’ Karangan ‘Ulama-‘Ulama Aceh yang
Terdahulu”. Dalam “Jam’u Jawâmi’” tersebut, kitab “Talkhîsh al-Falâh”
berada pada halaman 36 hingga 44 (9 halaman).
Kitab “Talkhîsh
al-Falâh” ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu beraksara Jawi.
Bahasa Melayu lebih dominan. Isi kitab ini mengkaji dan menjelaskan
seluk beluk hukum nikah dan talak, syarat-syaratnya, masalah perwalian
dan saksi, khulu’ dan rujuk, menurut fikih madzhab Syafi’i.
Penulisan
sebuah karya dalam bahasa Melayu yang secara khusus mengkaji masalah
nikah dan talak serta detail seluk-beluknya dianggap sangat perlu pada
masa itu (abad ke-18 M), guna dijadikan acuan dan tuntunan bagi
masyarakat Muslim awam. Dalam kata pengantarnya, Syekh Muhammad Zain
al-Âsyî menulis;
(Maka berkatalah seorang hamba yang fakir kepada Allah Yang Maha Kaya, Muhammad Zain anak dari al-Faqih Jalaluddin Aceh, Syafi’i madzhabnya, semoga Allah memberikan keridaan kepadanya juga kepada kedua orang tuanya. Telah meminta kepadaku sebagaian kawan-kawan, semoga Allah senantiasa menjaga mereka, agar aku menerjemahkan [menulis] masalah-masalah nikah dan talak, juga hal-hal yang berkaitan dengan keduanya. Dan aku namakan risalah ini dengan “Talkhîsh al-Falâh fî Bayân Hukm al-Thalâq wa al-Nikâh”).
Syekh Muhammad Zain al-Âsyî membagi kitabnya ke dalam lima pasal ditambah dengan penutup (khâtimah). Pada pasal pertama dikaji tentang hukum nikah dan macam-macamnya. Pasal kedua membahas tentang wali, saksi, dan juga sigat nikah. Pasal ketiga membicarakan tentang talak dan khulu’. Pasal keempat membicarakan tentang rujuk (raj’ah). Pasal kelima mengkaji tentang iddah atau masa cerai. Pada bagian penutup, pengarang menerangkan tentang sunnah-sunnah nikah dan juga adab berhubungan suami-istri.
Tidak disebutkan titimangsa yang menunjukkan kapan dan dimana karya ini diselesaikan oleh pengarangnya. Dalam kolofon hanya terdapat titimangsa penyalinan. Tertulis di sana;
(dan tamat kitab ini pada tepi tiga puluh hari bulan [?] Muharram hari Sabtu dalam negeri [A-I-R-I-T-M] pada hijrah Nabi SLM seribu dua ratus sebelas tahun).
Penanggalan di atas menunjukkan jika naskah ini disalin pada tanggal 30 Muharram tahun 1211 Hijri (bertepatan dengan 4 Agustus 1796 M) di Air Itam (kini Ie Itam), salah satu perkampungan tua di Aceh.
Sosok sang pengarang, yaitu Syekh Muhammad Zain al-Âsyî, adalah salah satu sosok utama dan tokoh kunci pada jaringan ulama Nusantara di abad ke-18 M. Sayangnya, tanggal kelahiran dan kewafatan beliau belum terungkap. Beliau adalah putra dari ulama besar Aceh, yaitu Syekh Faqîh Jalâluddîn ibn Syekh Kamâluddîn al-Âsyî, yang merupakan mufti dan imam besar Kesultanan Aceh pada masanya. Sang ayah adalah murid langsung dari Syekh ‘Abd al-Raûf ibn ‘Alî al-Sinkilî al-Jâwî (Abdul Rauf Singkel, w. 1693 M), mufti dan imam besar Kesultanan Aceh sebelumnya.
Sejak kecil, Syekh Muhammad Zain al-Âsyî belajar kepada ayahnya sendiri, yaitu Syekh Faqîh Jalâluddîn al-Âsyî, juga Syekh Bâbâ Dâud ibn Ismâ’îl al-Rûmî al-Âsyî (beliau adalah seorang ulama dari Rum [Turki] yang kemudian bermukim di Aceh). Syekh Muhammad Zain lalu pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus bermukim dan belajar di Tanah Suci. Di antara guru-guru beliau semasa di Makkah adalah Syekh Muhammad Sa’îd al-Makkî, Syekh ‘Abd al-Ghanî ibn Muhammad Hilâl, Syekh Ahmad Durrah al-Mashrî, dan lain-lain.
Syekh Muhammad Zain al-Âsyî juga menjadi guru dari beberapa ulama Nusantara generasi abad ke-18 akhir dan 19 awal, seperti Syekh Abdul Shamad Palembang, Syekh Muhammad Arsyad Banjar, Syekh Muhammad Nafis Banjar, Syekh Daud Pattani, dan lain sebagainya.
Selain kitab “Talkhîsh al-Falâh”, Syekh Muhammad Zain al-Âsyî juga menghasilkan karya-karya lainnya dalam berbagai bidang, di antaranya adalah; (1) “Bidâyah al-Hidâyah” yang merupakan terjemah bahasa Melayu dari kitab teologi Islam berbahasa Arab “Umm al-Barâhîn” karangan al-Imâm al-Sanûsî. Karya ini diselesaikan pada 24 Sya’ban 1170 Hijri (14 Mei 1757 M). (2) “Kasyf al-Kirâm fî Bayân Niyyat Takbîrah al-Ihrâm”, yang mengkaji hukum niat dalam takbiratul ihram saat hendak bersembahyang. Karya ini diselesaikan pada 18 Muharram 1171 Hijri (22 September 1757 M). (3) Farâidh al-Qur’ân (tentang ilmu al-Qur’an), tanpa titimangsa. (4) Masâil al-Farâidh (tentang hukum waris), tanpa titimangsa. (5) Risalah Dua Kalimah Syahadah, tanpa titimangsa.
Melihat zaman guru-guru sekaligus zaman murid-murid Syekh Muhammad Zain al-Âsyî yang disebutkan di atas, juga titimangsa lahirnya karya-karya beliau, maka dapat diperkirakan jika karir beliau mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-18 M, atau sekitar tahun 1750-60 M-an. (A. Ginanjar Sya’ban)