Pustaka

Membangun Generasi Entrepreneurship

Ahad, 30 April 2017 | 05:00 WIB

Salah satu teori pedagogik (ilmu mendidik) menerangkan bahwa keberhasilan pembelajaran di kelas tergantung kualitas guru, kualitas guru ada pada hebatnya kepala sekolah, hebatnya kepala sekolah terletak pada kompetensi mumpuni dari para pengawas pendidikan, dan seterusnya hingga vertikal ke atas, Kepala Dinas Pendidikan, serta Menteri Pendidikan itu sendiri.

Mengapa demikian? Argumentasi logis bisa diarahkan pada peran sentral para stakeholder (pihak-pihak terkait) tersebut. Siswa merupakan individu yang memerlukan pengarahan dan bimbingan guru dari setiap materi dan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan. Begitu juga dengan posisi kepala sekolah dan pengawas pendidikan yang mempunyai tanggung jawab penuh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pendidikan.

Untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang terintegrasi dengan kemajuan zaman, stakeholder pendidikan tersebut harus mempunyai kreativitas untuk mengolah pembelajaran. Karena pembelajaran yang kreatif akan memunculkan generasi yang kreatif pula, terutama dalam menghadapi perkembangan zaman yang terus menerus berbuah kemajuan.

Pada titik inilah berpikir kreatif perlu ditumbuhkembangkan pada diri siswa oleh guru sehingga menciptakan generasi dengan kreativitas tinggi di berbagai bidang kehidupan. Namun demikian, pada tataran peserta didik, mengembangkan kreativitas dalam ranah kecakapan hidup lebih krusial sehingga mereka lebih siap ketika menghadapi jenjang yang lebih fokus dalam menempuh pendidikan berikutnya.

Buku yang ditulis oleh Prof Dr HAR Tilaar, MSc.Ed, Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini berupaya mengulas secara detail dan mendalam tentang cara berpikir kritis, berpikir kreatif, dan kompleks. Selain menjelaskan tataran praktis, suami dari Martha Tilaar ini juga menjelaskan secara filosofis bagaimana cara berpikir secara metodik sehingga memunculkan manusia-manusia kreatif.

Menurut HAR Tilaar, berpikir kreatif sangat perlu dikembangkan pada kemampuan siswa agar tumbuh generasi yang memiliki jiwa entrepreneurship tinggi. Jadi para entrepreneurship tidak hadir dari ruang kosong, tetapi ditumbuhkan melalui pembiasaan berpikir kritis, kreatif, juga berpikir kompleks (halaman 59). Bagaimana caranya? Tentu untuk menjawab pertanyaan ini juga memerlukan para pendidik kreatif yang mampu mengolah materi ajar menjadi energi pendorong kreativitas berpikir siswa melalui berbagai metode pembelajaran.

Misal, seperti apa yang dijelaskan HAR Tilaar di halaman 91. Dia menjelaskan bahwa embrio berpikir kreatif hadir ketika keingintahuan secara epistemologis selalu bersemayam dalam diri pendidik atau guru. Tahap berpikir ini merupakan dasar berpikir kritis dari seorang guru. Guru yang berpikir kritis tidak dapat menerima sebagaimana adanya yang telah diteliti maupun yang disampaikan oleh para pakar. 

Dari proses tersebut, bisa dipahami bahwa seorang pendidik yang kritis akan mempertanyakan ketentuan-ketentuan yang telah dianggap baku dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Sikap baku ini tidak akan menghasilkan perubahan dalam masyarakat. Di titik inilah kreativitas lahir dari tahap berpikir kritis atas segala sesuatu yang dianggap baku. 

Yang menarik dalam buku ini, yaitu kreativitas yang menjadi embrio manusia-manusia entrepreneurship menurut HAR Tilaar tidak di-hegemoni dalam satu bidang tertentu, misal bisnis dan perdagangan. Dewasa ini, orang-orang mengidentikkan entrepreneurship hanya kepada kelompok yang mampu dan berhasil dari aspek bisnis dan dagang. Padahal jika menilik tahap-tahap di atas secara epistemologis, wilayah entrepreneurship ada pada tataran, di mana manusia selalu berpikir kritis dan kretaif sehingga menciptakan hal-hal yang berguna bagi masyarakatnya.

Jika ada seorang penulis yang begitu produktif, baik menulis buku, artikel di berbagai media cetak, online, dan lain-lain, mereka juga manusia-manusia entrepreneurship. Jika diukur secara material, tentu mereka menghasilkan pundi-pundi dari usaha menulisnya itu. Lebih jauh lagi, mereka berhasil memahamkan suatu ilmu lewat tulisan-tulisannya. Demikian juga dengan bidang-bidang lain, yang itu mewujudkan manfaat secara luas bagi kehidupan masyarakat.

Peresensi berusaha secara gamblang memahami bahwa entrepreneurship terletak pada jiwa dan cara berpikir. Adapun kesuksesan dari hasil berpikir dan semangatnya itu merupakan hasil yang didorong oleh sebuah tindakan. Jadi, jika manusia masih mempunyai jiwa dan cara berpikir kritis dan kreatif yang berorientasi untuk kebaikan manusia, pada titik itulah manusia bisa dikatakan adalah seorang entrepreneurship. Demikian juga bagi seorang guru dan seluruh stakeholder pendidikan, baik dalam bidang penyusunan materi ajar, metode pembelajaran, kurikulum, instrumen, dan lain-lain.

HAR Tilaar tidak memungkiri bahwa manusia abad ke-21 adalah manusia yang terbuka (inklusif), tidak terikat oleh ketentuan-ketentuan sebelumnya yang serba baku. Dia harus memiliki epistemologi baru yang tidak menerima begitu saja secara positivistik hal-hal yang dihadapinya. Di sini terlihat manusia berpikir secara positivistik yang melawan arus. Sikap kritis inilah yang menjadikan manusia mampu berpikir kreatif sehingga proses ini bisa dikatakan menjadi landasan kreativitas dan entrepreneurship.

Pengembangan kreativitas dan entrepreneurship harus menjadi tujuan pendidikan bagi seorang guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, dan seluruh masyarakat. Utamanya dalam proses pembelajaran di sekolah, materi ajar dan kurikulum harus diarahkan kepada tumbuh kembang kreativitas siswa. Proses manisfestasi kreativitas memang tidak mudah bahkan proses internalisasinya bisa lama jika tidak mampu mempratikkannya secara makna (meaning).

Karena meaning ini menjadi kriteria utama dalam mengembangkan kreativitas. Sejatinya guru membiarkan siswa mengeksplorasi kompetensinya. Tetapi secara makna, guru membiarkan kincir-kincir kreativitas tumbuh berkembang dengan baik. Jadi, bisa dikatakan bahwa berpikir kreatif yang akan menghasilkan manusia-manusia entrepreneurship yaitu proses berpikir pada hal-hal substantif. Muara dari semua tahapan berpikir yang telah dijelaskan di atas yaitu makhluk bernama INOVASI. Wallahu a’lam bisshowab.

Identitas buku:
Judul : Pengembangan Kreativitas dan Entrepreneurship dalam Pendidikan Nasional
Penulis : Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, MSc.Ed.
Penerbit         : Buku Kompas
Tebal : xviii + 237 halaman
Cetakan : I, Juni 2012
Peresensi : Fathoni Ahmad


Terkait