Pustaka

Membangun Keluarga Maslahah

Senin, 19 April 2010 | 14:27 WIB

Judul Buku : Keluarga Maslahah, Terapan Fikih Sosial Kiai Sahal
Penulis : M. Cholil Nafis dan Abdullah Ubaid
Penerbit : Mitra Abadi Press, Jakarta
Cetakan : 1, Maret 2010
Tebal : v + 316 Halaman
Peresensi : Mashudi Umar*


Membangun keluarga maslahah merupakan unsur sentral dalam ajaran Islam, sebab unit keluarga memang merupakan sendi utama masyarakat. Atas landasan unit-unit keluarga yang sehat akan berdiri tegak bangunan masyarakat yang sehat. Karena, perkawinan dalam Islam adalah sebuah ikatan bathiniyah dan dhahiriyah antara dua pasangan setara yang telah mengucapkan ijab qabul. Keluarga juga sebagai tempat pembinaan pertama (madrasatul ula) menjadi sangat menentukan akan fondasi keimanan yang kokoh dan melahirkan anak-anak yang baik secara kualitas dan kuantitas.<>

Karena pernikahan merupakan salah satu sunnah Rasul dan merupakan anjuran agama. Pernikahan yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai miitsaaqan ghaliizhah (perjanjian agung), bukanlah sekedar upacara dalam rangka mengikuti tradisi, bukan semata-mata sarana mendapatkan keturunan, dan apalagi hanya sebagai penyaluran libido seksualitas atau pelampiasan nafsu syahwat belaka. Rasulullah SAW bersabda bahwa “Suami adalah penggembala dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya dan isteri adalah penggembala dalam rumah suaminya dan bertanggungjawab atas gembalaannya.”

Begitulah, laki-laki dan perempuan yang telah diikat atas nama Allah dalam sebuah pernikahan, masing-masing terhadap yang lain mempunyai hak dan kewajiban. Suami wajib memenuhi tanggungjawabnya terhadap keluarga dan anak-anaknya, di antaranya yang terpenting ialah mempergauli mereka dengan baik. Istri dituntut untuk taat kepada suaminya dan mengatur rumah tangganya. Suami istri saling memberikan ketentraman menuju keluarga sakinah, mawaddah, warahmah (QS. Ar-Rum, 30:21)

Masing-masing dari suami-isteri memikul tanggungjawab bagi keberhasilan perkawinan mereka untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Apabila masing-masing lebih memperhatikan dan melaksanakan kewajibannya terhadap pasangannya daripada menuntut haknya saja, Insya Allah, keharmonisan dan kebahagian hidup mereka akan lestari sampai hari Akhir. Sebaliknya, apabila masing-masing hanya melihat haknya sendiri karena merasa memiliki kelebihan atau melihat kekurangan dari yang lain, maka kehidupan mereka akan menjadi beban yang sering kali tak tertahankan.

Islam sangat mementingkan pembinaan pribadi dan keluarga. Akhlak yang mulya baik pada pribadi-pribadi dan keluarga, akan menciptakan masyarakat yang baik dan harmonis juga. Karena itu, hukum keluarga menempati posisi penting dalam hukum Islam. Hukum keluarga dirasakan sangat erat kaitannya dengan keimanan seseorang.

Paradigma berkeluarga seorang Muslim berasal dari motivasi bahwa berkeluarga adalah untuk beribadah kepada Allah, mengikuti sunnah Nabi, menjaga kesucian diri, dan melakukan aktivitas sehari yang berkaitan dengan keluarga.  Sabda Rasulullah SAW berbunyi; “Sesungguhnya menikah adalah sunnahku, barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku maka dia bukan golonganku.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi sangat penting bagi seorang Muslim membangun kompetensi untuk membangun keluarga. Kompetensi keluarga adalah segala pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar yang harus dimiliki agar seseorang dapat berhasil membangun rumah tangga yang kokoh yang menjadi basis penegakan nilai-nilai Islam di masyarakat dan membangun moralitas anak bangsa.

Buku ini memberikan gagasan terobosan dalam menciptakan keharmonisan keluarga yang dirumuskan dalam keluarga maslahah (baik). Sebuah rumusan yang berangkat dari ketentraman satu sama lain menuju keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Dengan kata lain, fiqih sosial ala Kiai Sahal Mahfudz ini bertolak dari pandangan bahwa mengatasi masalah sosial dalam perspektif Islam harus dengan mengintegrasikan  hikmah hukum pada illat (alasan) hukum, sehingga diperoleh suatu jalan keluar yang berorientasi pada prinsip kemaslahatan umum dan memperkokoh ketahanan nasional untuk meningkatkan kualitas bangsa.

Kiai sahal adalah kiai yang konsern betul dalam masalah kependudukan. Menurut Mbah Sahal membenahi masalah kependudukan  berarti juga memperbaiki kualitas sumber daya manusia Indonesia. Jumlah penduduk yang besar dan tidak berkualitas akan membawa kesulitan yang luar biasa bagi bangsa ini. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam jumlah kecil saja tidak mudah, apalagi harus menanggung beban jumlah penduduk yang begitu besar. Mbah Sahal bahkan berani melakukan sebuah resistensi atas dominasi tafsir  yang sudah berkembang di dunia pesantren tentang membangun kualitas keluarga. Umumnya dan menjadi masyhur ditengah-tengah masyarakat bahwa “memperbanyak anak banyak rezeki”.

Kiai Sahal yang juga Rais Aam PBNU untuk ketiga kalinya dan Ketua Umum MUI Pusat termasuk salah satu dari sedikit kiai yang rajin menulis, sebuah tradisi yang langka terutama di lingkungan kiai NU. Ratusan risalah (makalah) telah ditulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Arab. Belakangan sebagian karya-karya tersebut dikumpulkan dalam buku berjudul Nuansa Fikih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994); Pesantren Mencari Makna, (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999); Telaah Fikih Sosial, (Semarang: Suara Merdeka, 1997).

Kredibilitas keulamaan dan integritas pribadinya diakui hampir seluruh masyarakat, tidak saja di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) tapi juga ditingkat nasioanal dan internasional. Independensi dan keteguhan sikap dalam mempertahankan prinsip juga sisi lain dari kehidupan Kiai Sahal. Sikapnya yang moderat dalam menyikapi berbagai problem sosial  menunjukkan pribadi yang menjunjung tinggi sikap tawasuth (Moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (egaliter) dan  i’tidal (adil), tapi juga menunjukkan kearifan pribadinya.

Kiai Sahal mendapat gelar kehormatan, Doctor Honoris Causa dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, karena sumbangsih besarnya dalam mendinamisasi pemikiran fikih pesantren dari normatif ke analitis-konstektual, dari tekstual ke rasional filosofis.

Penulis buku Cholil Nafis dan Abdullah Ubaid, mampu menyediakan informasi yang komprehensif, cermat dalam analisis dan akurat dalam penyajian data tentang pikiran-pikiran Mbah Sahal dalam konteks keluarga maslahah, sehingga akan terwujudlah kebahagian hakiki di dunia maupun di akhirat kelak, baik kualitas maupun kuantitasnya sebagaimana cita-cita setiap insan berkeluarga. Sehingga buku ini menjadi penting dibaca sebagai referensi membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.

*Mashudi Umar adalah aktivis Simpul Jaringan Forum Antar Umat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Sijar Fapsedu) Jakarta.


Terkait