Pustaka

Mencintai Kedamaian Beragama

Jumat, 8 Februari 2019 | 06:30 WIB

Di era kontemporer, media sosial dan digitalime sangat berdampak baik dan buruk sehingga masyarakat mendapatkan hidangan beragam kejadian dan peristiwa yang berhubungan dengan keadaan beragama kita. Kekerasan yang terjadi di masyarakat kita karena faktor cara memahami teks keagamaan yang keliru, cara pandang mereka seringkali digunakan untuk membasmi terhadap pandangan yang berbeda sehingga menimbulkan tindakan kekerasan baik kekerasan wacana maupun kekerasan fisik.

Tidak sedikit kondisi beragama merasa terancam karena adanya peristiwa akhir-akhir ini terjadi, seperti bom bunuh diri, bersikap intorelansi, dan klaim paling suci, yang lain kufur serta pantas masuk neraka. Ajaran agama seharusnya menjadi kedamian untuk manusia, akan tetapi faktanya dalam sejarah agama-agama seringkali terjadi tindak kekerasan dan banyak korban jiwa disebabkan cara memahami keagamaan kurang benar.

Karya buku ini, Dari Membela Tuhan ke Membela Manusia, bahwa Aksin Wijaya menjelaskan alasan menggunakan tindakan kekerasaan atas nama agama dan Tuhan yakni cara dalam menalar dan nalar Islam yang mengeideologi. Sedangkan cara menalar Islam dengan memahami yang benar, sementara nalar Islam yang mengeideologi membuat sekte dan aliran bagi golongan menyakini sebagai satu-satunya cara memahami Islam yang paling benar.

Tentunya Islam sebagai ajaran agama yang damai berubah menjadi sektarian dan sakral didalam memahami Islam itu sendiri, akhirnya berimplikasi terhadap fanatisme golongan atau menjadi kelompok pemikiran garis keras didalam beragama yang ditandai dengan dirinya yang paling suci dan lain sebagainya. (hlm. XII).

Menalar Islam yang mengideologi akan berdampak terhadap cara penafsiran mereka khususnya penggunakan kata Jihad yang maknanya semakin kabur. Penafsiran mereka atas jihad disesuaikan dengan ideologi mereka sendiri, doktrin kekerasan ditanamkan, keyakinan pemahaman kekerasan mejadi jihad bahkan jihad kekerasan atas nama agama dan Tuhan menjadi perbincangan publik sehingga berdampak terhadap kondisi bangsa dan negara kita. 

Kesalahan berpikir mereka diakibatkan karena doktrinisasi keagamaan jalan pintas tanpa adanya pemahaman agama yang mendalam dan benar, bahkan mereka bersedia menjadi pengantin tindakan kekerasan untuk menyerang generasi muda dengan iming-iming bidadari di surgamaka mereka diberikan label syahid.

Didalam buku ini menyatakan, cara berpikir yang dikotomis akan melahirkan dua kutub perlawan yaitu mengklaim diantara baik-buruk, putih-hitam, benar-salah dan suci-kotor. Artinya cara berpikir mereka berpikir antagonis terhadap sebuah kebenaran tunggal sehingga seringkali mereka menyalahkan dan menyesatkan atau menghabiskan yang dinggap berbeda ideologi, memposisikan musuh yang harus dilawan secara radikal.

Radikalisme muncul karena dari tindakan kekerasan wacana sebagai sebuah pemahaman keagamaan doktriner menjadi ke tindakan kekerasan fisik sebagai bentuk aksi dengan jihad fi sabilillah. Dengan demikian, tructh-claim menjadi pilihan mereka diyakini sebagai pemilik kebenaran absolut yang harus di ikuti oleh pihak musuh.

Perlu diketahui bahwa, ada dua perasaan yaitu perasaan memusuhi yang lahir dari dimensi tanah-jazadnya dan perasaan mencintai yang lahir dari dimensi ruh-ilahiyah. Sedangkan perasaan memusuhi mendorong orang untuk melakukan agresi sehingga melahirkan kekerasan, sementara perasaan mencintai mendorong orang untuk saling mencintai sehingga melahirkan kedamaian. Kedua perasaan manusia itu mengalami pergumulan terus-menerus, dan manusia senantiasa ditarik untuk lebih condong pada salah satu dari kedua perasaan tersebut. (hlm. 166)

Menurut penulis, menolak tindakan kekerasaan apapun demi tegaknya kedamain, baik kekerasaan wacana melalui pernyataan, pengetahuan yang berhubungan dengan kekusaan untuk mengendalikan negara dan masyarakat. Kekerasan fisik dilakukan secara fisik melalui tindakan kekerasan atau menindas,dan pada umumnya dilakukan dua jalur baik jalur ideologi dan budaya.

Refresif bagi penguasa untuk mempertahankan kekuasaan dan kebijakan akan melahirkan tindakan kekerasaan fisik karena masyarakat bertindak kekerasan dalam rangka menuntut-mencari keadilan dan pemerataan sosial-ekonomi. Karena itu, sejatinya Islam lahir ke dunia untuk kedamaian manusia sebagaimanamakna Islam itu sendiri bermakna damai-selamat dan disebutkan didalam teks al-Quran.

Kata Islam identik kata salam bermakna damai dan sebanyak157 kali dengan rincian 79 kali berbentuk kata benda, 50 kali benbentuk kata sifat dan berbentuk kata kerja sebanyak 28 kali. Jadi kata salam bermakna damai dalam bentuk kata benda lebih banyak daripada kata kerja dan kata sifatkarena kata salam menunjukkan untuk menerapkan dan mengamalkan nilai-nilai Islam didalam kehidupan sosial-politik dan budaya yang pluralistik.


Peresensi adalah Tauhedi As’ad, Mahasiswa Program Doktor IAIN Jember; Tenaga Pengajar di Unej dan IKIP Jember

Judul: Dari Membela Tuhan ke Membela Manusia.
Penulis: Dr Aksin Wijaya
Penerbit: Mizan
Cetakan: 1 Juni 2018
Tebal: xxx + 262 halaman
ISBN: 978-602-441-067-4


Terkait