Menguak Kiprah Ulama Perempuan Indonesia dari Masa ke Masa
Kamis, 17 September 2020 | 01:30 WIB
Selama ini, sejarah literasi Islam jarang sekali mengangkat kiprah ulama perempuan. Hal ini tentu berdampak minimnya sejarah keulamaan perempuan menyeruak kepada publik.
Mayoritas sejarah yang ditulis cenderung bias patriarki, kalau pun ada beberapa sejarah perempuan yang ditampilkan umumnya hanya yang berdarah biru. Atau, mereka yang secara nasab memiliki kaitan erat dengan orang-orang masyhur.
Melihat realitas ini, sebagai bagian rangkaian pergelaran Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) perdana yang digelar 25-27 April 2017 lalu diadakan sayembara kepenulisan kisah ulama perempuan.
Tidak hanya ulama-ulama perempuan mainstrem, buku kumpulan kisah yang ditulis oleh 22 penulis ini juga mengangkat kisah ulama perempuan di berbagai pelosok daerah dengan kiprah masing-masing mereka di masyarakat.
Buku berjudul Jejak Perjuangan Keulamaan Perempuan Indonesia ini mengapresiasi dan mengafirmasi eksistensi dam peran ulama perempuan yang hidup beberapa abad yang lalu dan semakin membaik di Indonesia saat ini.
Di dalamnya, tidak hanya membongkar perjuangan objek penulisan tapi juga mencoba memperkenalkan kepada pembaca bahwa banyak kisah inspiratif perempuan yang sepatutnya menjadi motivasi kebangkitan untuk kaum hawa.
Dari bunga rampai ini pula ditampilkan jejak hidup dan ragam perjuangan ulama perempuan yang mendedikasikan ilmunya untuk meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Buku setebal 307 halaman ini mengabarkan pikiran-pikiran positif tentang perempuan yang harus berkiprah tak hanya sekadar di ruang domestik sudah tertanam di masa lalu. Tidak hanya RA Kartini, Rohana Kudus, dan Cut Nyak Dien, banyak tokoh-tokoh perempuan lain yang berjuang dengan kehebatannya masing-masing.
Misalnya saja, Nyai Sholihah Wahid yang terlibat dalam perjuangan turut serta meraih kemerdekaan dengan menjadi kurir obat-obatan di medan perang, serta membantu di dapur umum.
Selain itu, ada pula sosok Nyai Khoiriyah Hasyim, yang mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan bagi kaum perempuan.
Di usianya yang masih belia, bersama sang suami membangun madrasah rintisan khusus santri putri di Jombang, Jawa Timur. Tak hanya itu, ketika berkesempatan hidup di Makkah, Nyai Khoiriyah Hasyim juga mendirikan sekolah putri bernama madrasah lil banat.
Gebrakan-gebrakan yang luar biasa kala itu sebagai perjuangan untuk menyetarakan pendidikan bagi kaum perempuan. Selain dua tokoh ulama perempuan di atas, ada pula nama-nama lain yang diangkat.
Namun, karena buku ini merupakan kumpulan tulisan, jelas ada perbedaan mencolok dari segi struktur penulisan antara satu penulis dengan penulis lainnya. Hal ini tentu membuat beberapa tulisan tampak runtut dibaca, ada pula beberapa tulisan yang terkesan jauh mengawali kisah sehingga terasa bertele-tele.
Selain itu, penggunaan kertas buram membuat buku terbitan KUPI ini membuat mata cepat capek saat membaca. Di sisi lain, dengan kelebihan serta kekurangan yang ada, keberadaan buku ini semoga bisa menjadi pemantik tradisi penulisan biografi ulama perempuan yang lebih komprehensif dan berkesinambungan. Aamiin
Judul: Jejak Perjuangan Keulamaan Perempuan Indonesia: Bungai Rampai 22 Penulis Pilihan KUPI
Editor: Helmi Ali Yafie
Penerbit: KUPI
Tahun: Cetakan I, 2017
Tebal: 307 halaman
Peresensi: Nidhomatum MR