Judul: Dialog Iblis dengan Para Nabi: 99 Kisah Penyegar Iman
Penulis: Aep Saepulloh Darusmanwiati
Penerbit: Zaman, Jakarta
Tahun Terbit: I, 2012
Jumlah halaman: 331 Halaman
ISBN: 978-979-024-329-3
Harga: Rp. 45.000,-<>
Kisah-kisah dalam Islam sangat memiliki arti yang sangat penting. Hal ini terukir dalam Al-Qur’an yang berisi kisah lebih dari seperempatnya. Namun, Al-Qur’an bukanlah kitab sejarah yang menceritakan suatu kejadiaan secara detail dan lengkap.
Al-Qur’an hanya menyebutkan penggalan-penggalan kisah yang penuh dengan hikmah untuk menjadi bahan pelajaran untuk direnungkan bersama. Dengan kisah-kisah itu setiap orang dapat memetik banyak bahan muhasabah untuk memperbaiki diri.
Buku bertajuk Dialog Iblis dengan Para Nabi: 99 Kisah Penyegar Iman ini hadir untuk menyuguhkan kisah-kisah pilihan dan jarang yang mengetahuinya. Kisah-kisah di dalamnya diambil dari Al-Qur’an, hadis maupun kisah-kisah para ulama salaf yang diambil dari berbagai kitab mu’tabarah (akurat).
Beragam kisah yang disuguhkan dalam karya yang ditulis oleh lulusan pascasarjana salah satu Universitas di Kairo ini. Kisah yang sangat akrab di telinga para santri di kalangan pesantren.
Terdapat 99 kisah yang diambil dari Al-Qur’an, seperti kisah Harut dan Marut. Kemudian diambil dari hadist, seperti kisah tujuh bayi dapat berbicara, juga kitab-kitab turats lainnya, seperti kisah dialog para Rasul dengan iblis. Selain kisah-kisah para sufi dan wasiat beberapa ulama serta kisah tentang koruptor yang sarat makna dan hikmah.
Kisah-kisah dalam buku ini dapat memberikan penyegaran keimanan umat muslim dalam beragama. Dengan demikian, kisah-kisah dalam buku setebal 331 halaman ini sangat cocok untuk kondisi kekinian dan dalam konteks ke-Indonesia-an dengan masyarakat yang serba sibuk.
Adapun kisah dialog iblis dengan para Nabi dikisahkan empat cerita, yakni dialog iblis dengan Nabi Nuh, Nabi Yahya, Nabi Musa dan dialog iblis dengan Nabi Muhammad saw.
Di dalam dialog iblis dengan Nabi Nuh Aep Saepulloh menukil dari kitab Makaidus Syaithan. Ketika terjadi bencana banjir dahsyat yang menimpa kaum Nabi Nuh, dalam perahu tiba-tiba Nabi Nuh melihat seseorang yang tidak dikenal. Ternyata dia iblis yang ingin menggoda umat Nabi Nuh yang ada di perahu. Nabi Nuh pun mengusir iblis. Namun, sebelum iblis hengkang, dia mengutarakan dua hal yang dapat membinasakan manusia.
Pertama, hasad. Karena hasad aku (iblis) menjadi makhluk yang dilaknat dan setan keturunanku pun menjadi makhluk yang dikutuk. Kedua, tamak. Dengan tamak aku celakakan Nabi Adam (halaman 48-49).
Begitu juga dengan Nabi Yahya yang pernah kedatangan iblis. Nabi Yahya bertanya kepada iblis,”Kamu bisa menggodaku?” Iblis menjawab, “Tidak.” Tapi pada saat makan sampai kenyang dan tertidur tanpa berzikir sebelumnya. (halaman 50). Iblis dalam kisahnya terus menggoda manusia, agar manusia terus jauh dari Allah, dan menjadi teman dekat iblis.
Kisah dialog iblis dengan para Nabi memberikan peringatan agar manusia senantiasa dekat dengan Allah Swt. Dan istiqamah dalam menjauhi kemaksiatan dan perbuatan dosa, sekalipun itu hanya berbentuk hasad maupun berbentuk kemarahan. Dengan begitu, manusia harus terus mengingat Allah Swt dalam segala kondisi. Agar tidak terjerumus ke dalam jurang godaan iblis umat Islam harus menjauhi sifat-sifat tercela seperti sombong, tidak mau berzakat, curang dalam berdagang, dan sebagainya.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, menyebutkan Rasulallah saw. bersabda: “Tidak ada bayi yang masih dalam buaian dapat berbicara, kecuali tiga, yaitu: Nabi Isa As., bayi pada masa Juraij, dan bayi seorang wanita Bani Israil yang sedang disusui ibunya.
Di dalam karya ini dibahas perdebatkan mengenai jumlah bayi yang dapat berbicara dikalangan para ulama. Namun, Aep Saepulloh merangkum dari berbagai sumber jumlah bayi-bayi yang dapat berbicara itu ada tujuh. Tiga bayi yang telah disebutkan sebelumnya (dalam hadis) di tambah dengan bayi pada kisah Ashabul Ukhdud, bayi yang menjadi saksi Nabi Yusuf, bayi Masyithah bint Fir’aun dan bayi Mubarak al-Yamamah.
Semua kisah-kisah di atas disarikan oleh pria kelahiran Ciamis ini dari berbagai riwayat hadis yang berada dalam berbagai kitab mu’tabarah. Selain itu, disertakan juga catatan kaki sebagai acuan referensi untuk dijadikan bahan kajian selanjutnya dari setiap kisah.
Untuk menambah kualitas riwayat kisah-kisah dalam bukan yang diterbitkan Penerbit Zaman ini dilengkapi dengan takhrij hadist. Takhrij hadist merupakan upaya yang dilakukan untuk mengetahui kualitas dari suatu hadist. Apakah hadist itu layak diaplikasikan, dan untuk mengetahui status hadist tersebut.
Dalam hal itu, penulis yang pernah mengisi seminar di Monash University Melbourne ini menggunakan takhrij versi Syekh al-Albani. Syekh al-Albani memang dinilai ketat dalam menilai sebuah hadist. Namun, jika ulama lain memandang hadist itu shahih. Sisi lain Syekh al-Albani menilai lemah (dha’if), maka Aep Saepulloh tetap mengambil pendapat yang mensahihkannya.
Tak pelak 99 kisah yang ada dalam karya ini merupakan kisah-kisah yang otoritatif. Buku ini patut dimiliki dan dibaca oleh semua kalangan. Karena bahasa yang disajikan mudah disimak, tetapi kaya dengan hikmah.
* Peresensi adalah Ahmad Suhendra, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.