Mimpi kerap ditafsirkan beragam rupa. Berbagai gambaran di dalamnya dipikirkan sebagai simbol yang melambangkan berbagai sosok hingga peristiwa. Karenanya, terkadang mimpi diyakini menjadi pertanda baik atau sebaliknya, menandai peristiwa buruk bakal terjadi.
Hal tersebut yang muncul dalam novel Hanna dan Syauqi yang ditulis Muyassarotul Hafidzoh. Dalam novel sekuel lanjutan dari Cinta dalam Mimpi ini, kisahnya berakar dari mimpi kedua orang tua mereka. Keduanya memimpikan hal yang serupa, yakni perlunya Syauqi untuk menolong Hanna.
Sebagaimana diketahui, Hanna di saat yang sama tengah mencintai laki-laki yang sudah beristri. Namun, sebagai seorang santri, Hanna dimainkan perannya untuk tidak terjerumus dalam hal yang tidak diinginkan, seperti menjadi sebab perceraian mereka. Justru, Muyas menampilkannya sebagai sosok yang mampu mengendalikan dirinya, bahkan memberikan solusi bagi orang yang dicintainya itu. Meski sempat ada godaan untuk bisa menikah dengannya, tapi Hanna tidaklah demikian. Bahkan ia berani untuk mendatangi istri dari orang yang dicintainya itu secara langsung untuk menjelaskan secara detail berkaitan itu.
Kondisi tersebut yang meyakinkan bahwa memang Hanna perlu ditolong oleh Syauqi sebagaimana yang terdapat dalam mimpi kedua orang tua mereka. Inilah yang kemudian membuat Hanna memang sudah seharusnya ditolong Syauqi. Dalam arti lain, keduanya perlu dijodohkan.
Barangkali, mimpi tersebut diyakini kebenarannya karena merupakan satu kebaikan. Jika kita menilik Al-Qurán surat Yunus ayat 64, disebutkan bahwa Allah swt memberikan kabar gembira dunia dan akhirat bagi mereka orang yang bertakwa.
"Bagi mereka (orang bertakwa) berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat..." (QS Yunus: 64)
Dalam kitab Jami' al-Bayan, Imam al-Thabari menyampaikan bahwa kabar gembira tersebut diartikan sebagai mimpi yang baik. Hal tersebut didasarkan pada sebuah hadits, bahwa Rasulullah saw menyebut bahwa orang beriman itu memimpikannya atau hal tersebut memang diperlihatkan kepadanya. Demikian ini juga sejalan dengan hadits lain yang diriwayatkan Abu Hurairah ra, bahwa mimpi itu ada tiga, yakni (1) mimpi yang disebabkan diri sendiri; (2) mimpi menakutkan dari setan; dan (3) mimpi kebaikan dari Allah swt.
Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam novel tersebut pun bersama bahu-membahu untuk mewujudkan mimpi tersebut. Bukan saja orang tua mereka, tetapi tokoh figuran seperti sepupu dan teman Hanna juga menunjukkan perannya. Pun sepupu Syauqi yang menyediakan tempat tinggal transit selepas mereka bertemu dengan orang yang Hanna cintai itu.
Namun, lepas dari itu, ada sejumlah hal lain yang saya tangkap dari novel ini. Pertama, perjodohan di dunia pesantren itu memang ada dan kerap terjadi. Namun, tidak selamanya perjodohan dilakukan antara sesama anak kiai. Muyas menampilkan sesuatu yang berbeda, yakni anak kiai juga bisa dijodohkan dengan bukan anak kiai. Hal tersebut ditampilkan dengan perjodohan Gus Syauqi yang notabene merupakan putra kiai dan Hanna yang merupakan santri dan bukan dari kalangan kiai atau pesantren.
Kedua, santri tidak saja berkutat dengan pengajian dalam sepanjang hari kehidupannya. Ada hal-hal kehidupan selayaknya masyarakat pada umumnya yang memiliki sisi lain dan kehidupan di luar pesantren. Hal itu terekam dengan sosok Hanna yang aktif dalam dunia komunitas peduli lingkungan. Pun Gus Syauqi sendiri juga aktif dalam bisnis jual beli motor antik, meskipun ia sendiri digambarkan sebagai sosok yang serius dalam belajar dan membaca, bahkan hingga menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Tidak ada kaitan sama sekali antara studi dan pekerjaannya.
Ketiga, anak kiai tidak seperti disangkakan Hanna pada Syauqi, mengekor atau membebek saja pada orang tuanya, termasuk dalam persoalan maisyah, pencaharian hidup. Karenanya, Syauqi ditampilkan dengan keberhasilan bisnisnya yang dirintis sejak awal.
Pada akhirnya, Hanna dan Syauqi tidak saja mewujudkan mimpi kedua orang tuanya, tetapi juga menggapai mimpinya masing-masing sebagai dirinya sendiri, Hanna dengan komunitas peduli lingkungannya dan Syauqi dengan bisnisnya. Hal tersebut dilakukan tanpa menanggalkan kesantrian mereka.
Ála kulli hal, selamat membaca. Semakin banyak novel atau karya sastra yang mengangkat tema-tema pesantren, tentu akan semakin memberikan warna terhadap dunia sastra Indonesia masa kini dan akan datang.
Judul : Hanna dan Syauqi
Penulis : Muyassaratul Hafidzoh
Tebal : 250 halaman
Tahun : 2024
Penerbit : Diva Press
ISBN : 978-623-189-297-3
Peresensi Syakir NF, pelayan di Perpustakaan Cipujangga, Padabeunghar, Pasawahan, Kuningan, Jawa Barat.