Siapa yang tak kenal dengan Syaikhona Muhammad Kholil (1820-1925 M) yang maqbarohnya di Desa Martajesah, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Setiap hari dikunjungi oleh para peziarah yang datang dari berbagai daerah.
Tak heran ulama pesantren yang kualitas keilmuannya mencapai puncak kualifikasi dan diakui oleh ulama Madura-Jawa, memberikan restu kepada muridnya, Hadrastussyekh KH Muhammad Hasyim Asy'ari untuk mendirikan jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) guna menyatukan seluruh ulama yang ada di Indonesia.
Buku Tasawuf Syaikhona Khalil: Menyulam Ide, Maniti Suluk dan Ngalap Berkah Maha Guru Nasional karya Abdul Munim Cholil menyuguhkan konsep tawakal, ikhlas, niat, ilmu lahir-batin, pemahaman tarekat perspektif Syaikhona, praktik ilmu yang harus didahulukan, konsep dzikir dan wirid, konsep bermazhab fikih, hingga konsep fana’, ilham, dan kasyfu yang ada di dalam tasawuf falsafi.
Pembaca akan mengenal suluk Syaikhona dan menguak ide, gagasan dan ajaran dibalik perilaku Syaikhona Kholil. Selain itu, buku ini mengupas biografi Syaikhona, mulai periodisasi kehidupan di Madura I (1835-1849), periode Jawa (1850-1860an), periode Makkah (1860-1863), periode Madura II (1863- w. 1925).
Sebelum masuk pada konsep tasawufnya, pembaca akan mengetahui bahwa sebelum berangkat ke Makkah, beliau menguasai seperangkat ilmu Islam, seperti Nahwu dan gramatika bahasa, hafal Al-Qur’an, dan sebagainya. Saat di Makkah, Syaikhona mendalami qira’at sab’ah (Al-Qur'an dengan tujuh macam bacaan).
Menurut tradisi pesantren, pengetahuan seseorang diukur jumlah kitab yang pernah dipelajarinya dan pada ulama mana ia berguru. Abdul Munim Cholil menjelaskan, petualangan Syaikhona Kholil dimulai dari didikan ayahnya sendiri, Kiai Abdul Latif, kemudian iparnya, Kiai Qaffal. Bakatnya sejak kecil tampak, karena mudah menguasai dasar-dasar ilmu seperti Awamil, Jurumiyah, Imriti, Safinah, dan Sullam.
Syaikhona Kholil juga berguru pada kiai-kiai di sekitar Bangkalan, seperti Bujuk Agung, lalu melanjutkan petualangan ilmiahnya ke tanah Jawa, antara lain: Langitan, Cangaan Bangil-Pasuruan, Darussalam Kebon Candi-Pasuruan, Sidogiri Pasuruan, Banyuwangi. Jadi sebelum ke Makkah, Syaikhona menuntaskan standar keilmuan pesantren sejak di Indonesia. Sepulang dari Tanah Suci, beliau fokus mendidik santri.
Tak ada yang meragukan kharisma dan konstribusinya di dunia pesantren, terlebih untuk Indonesia. Sebab beliau ikut andil melahirkan tokoh-tokoh ulama yang juga pahlawan nasional, seperti Hadratussyekh KH M. Hasyim Asy'ari, KHR As'ad Syamsul Arifin, KH Abdul Wahab Chasbullah. Sampai detik ini, kisah hidup beliau diliputi cerita karomah yang melegenda hingga ke tanah manca.
Penulis menegaskan, sebenarnya gagasan Syaikhona Kholil mengejawantahkan dalam suluknya. Hanya saja suluknya tereduksi oleh cerita-cerita kekeramatan (karomah) yang nyatanya lebih eksotis dan disukai di mata masyarakat.
Buku ini menjelaskan bahwa Syaikhona Kholil menulis banyak buku, yang sebagian telah dicetak dan ditemukan di toko-toko buku. Tapi bukan berarti ajarannya, terutama aspek sufistiknya yang tersebar melalui verbal hingga generasi ketiga yang tak bisa dikaji secara serius.
Dimensi tasawuf Syaikhona tertangkap jelas dalam perjalanan hidup dan suluknya. Semisal, beliau tidak berafiliasi pada tarekat tertentu. Pencantuman nama beliau dianggap anomali. Namun perjalanan spiritualnya tak luput dari bimbingan gurunya, semisal Bujuk Agung yang masuk dalam kategori syaikh al-futuh.
Buku ini penting bagi Nahdliyin dan Nahdliyat, terutama lembaga tarekat mu’tabarah di Indonesia. Karena permasalahan Syaikhona Kholil berafiliasi pada tarekat tertentu masih diperdebatkan. Sebagaimana dalam tradisi kaum sufi muta’akhirin yang semasa atau generasi sebelum dirinya atau dalam banyak literatur disebutkan bahwa, kaum sufi periode itu berbaiat pada satu-dua bahkan empat lembaga tarekat.
Bisa jadi Syaikhona Kholil melakukan ijtihad sufistik bahwa kondisi masyarakat Madura saat itu belum relevan untuk dibaiat dalam sebuah tarekat sufi.
Menguasai ilmu syariat harus lebih didahulukan daripada mendalami ilmu tasawuf yang masuk dalam kategori ilmu batin. Wajar di kalangan santri Syaikhona Kholil hingga generasi ketiga “tarekat kami adalah belajar”.
Seperti kisah beliau saat melakukan riyadah di Makkah, bahwa Syaikhona tak pernah sekalipun buang air besar/kecil di tanah Haram. Ia akan keluar batas tanah haram terlebih dahulu untuk buang air. Hal ini mengindikasi bahwa beliau hidup di sana dengan cara berpuasa dan tirakat lapar.
Untuk membuktikan kesulukan Syaikhona Kholil, warga NU harus melakukan intertekstual pada karya-karya sufistiknya yang menyimpan banyak sekali konsep suluk yang diamini oleh semua komunitas sufi.
Peresensi adalah Firdausi, Ketua Lembaga Ta'lif wan-Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Sumenep
Identitas Buku
Judul: Tasawuf Syaikhona Khalil: Menyulam Ide, Maniti Suluk dan Ngalap Berkah Maha Guru Nasional
Penulis: Abdul Munim Cholil
Penerbit: Oceania Press
Cetakan: 2018
Tebal: 173 halaman
ISBN: 978-602-50639-9-2