Reformasi telah berlangsung selama hampir sepuluh tahun, perubahan banyak terjadi, tetapi tidak satupun perubahan tersebut yang berpihak atau menguntungkan bangsa, Negara dan rakyat Indonesia sendiri. Reformasi dijalankan tanpa platform, tanpa konsep, sehingga mengalami kekaburan di tengah jalan. Di tengah kekaburan itulah berbagai kepentingan kelompok lain yang sejak awal mengincar proses reformasi itu mendompleng sebagai penumpang gelap lalu membelokkan tujuan reformasi.
Reformasi menjadi gerakan liberalisme yang ditandai dengan perombakan seluruh pasal UUD 45 yang dianggap melindungi rakyat, mengarahkan Negara pada bentuk federasi. Satu persatu wewenang Negara dipreteli, pertama wewenang pemerintah pusat dalam mengatur pemerintah daerah, wewenang Negara dalam menentukan kebijakan ekonomi, wewenang pemerintah dalam menentukan kebijakan politik. Semuanya tidak ditentukan oleh Parlemen, melainkan ditentukan oleh para konsultan asing, yang lebih mementingkan aspirasi negaranbya, ketimbang kepentingan rakyat Indonesia.
<>Karena reformasi melakukan perombakan dalam system, dengan melanjutkan system lama orde baru yang represif dan eksploitatif, yang sekarang menyerahkan represinya dan eksploitasinya pada pemilik modal. Siatem yang ada ini sudah demikian represif pada rakyat dan terlalu eksploitasif pada seluruh kekayaan alam bangsa ini. Sistem itu juga dibangun dengan sistem yang korup, untuk menghancurkan mental bangsa dan struktur Negara ini. Karena itu Ruslan Abdul Gani dalam refleksi nasional memperingati hari Kebangkitan Nasional yang lalu menyarankan agar kita beranjak dari reformasi dan mulai merintas langkah-langkah menuju revolusi.
Saran tersebut memang layak dipertimbangkan, sebab reformasi terbukti telah menjerumuskan Negara ini kehilangan kedaulatan, akibatnya rakyat menjadi korbannya. Karena Negara tidak lagi punya kedaulatan, maka kemampun Negara dalam menjaga rakyat dan melindungi aset bangsa ini juga hilang. Seluruh asset Negara dalam bentuk keuangan di seluruh perbankan dijarah oleh para direksinya sendiri, ketika diganti akan muncul direksi ang lebih rakus lagi. Di sisi lain terlihat rakyat yang tidak bisa makan, tidak punya rumah menjadi gelandangan, tidak punya dana untuk bisa bersekolah karena dseluruh kekayaan nasional telah dijual pada bangsa asing. Pemerintah dan rakyat menjadi jompo.
Dalam sistem ini korupsi bukan sesuatu yang diberantas, tetapi sesuatu yang dirancang dan difasilitasi. Sementara berbagai daftar kebutuhan juga dibuat oleh para konsultan. Karena dana Negara tidak ada maka disarankan hutang. Dana bantuan itulah yang nanti juga akan menjadi sasaran korupsi. Sistem korupsi berkelanjutan akan terus dikelola, sambil pura-pura diberantasnya, sebagaimana para aparat bangsa ini pura-pura menghancurkan narkoba, tetapi secara gigih para aparat tersebut merancang dan mendorong peredarannya. Karena narkoba adalah salah satu cara membius bangsa ini agar tidak lagi mengurus Negara, tetapi mengurus selera.
Melihat kenyataan itu maka tidak ada dari sistem reformasi ini yang layak dipertahankan, semua rencana yang pernah dibuat, ternyata telah menjadi kendaraan kaum imperialis untuk memecah belah kemudian menjajah negari ini. Sejak dari pemilu, pemilihan presiden, otonomi daerah sampai pemilihan kepala daerah langsung, semuanya merupakan agenda kapitalis-imperialis. Tetapi semuanya seolah menjadi agenda utama bangsa ini karena agenda tersebut didukung oleh para ilmuwan.
Itulah celakanaya, hampir semua kader bangsa ini telah berkhianat tidak hanya sipilnya tetapi juga tentara dan polisinya. Coba lihat, birokrat kita telah menjadi ambtenaren, tentara kita bermental KNIL, polisi kita berwatak PID, pedagang kita menjadi VOC,demikian juga para ilmuwan kita telah menjadi indolog. Mereka semuanya menjadi colonial aparatus (aparat penjajahan) yang sangat efektif. Bukan sebagai aparat pembela rakyat, melainkan alat menjajah rakyat. karena itu kita tidak bisa mengandalkan pada sistem yang ada termasuk pada aktor actor politik yang ada. Kita akan segera saksikan bahwa kalangan ilmuwan merupakan klompok paling konservatif dan anti perombakan. Anti revolusi. Karena itu system yang ada ini Harus dirombak dan actor utamanya harus digeser, agar keadilan social bisa mulai dibangun.
Bangsa kita lahir dari sebuah revolusi melawan sistem penjajahan, tetapi semangat revolusi itu dibabat selama masa orde baru baik oleh kalangan politiisi maupun oleh para ilmuwan yang terus-menerus menghina semangat revolusi dengan dalil-dalil palsu. Maka untuk menjalankan revolusi yang paling dulu harus dilawan adalah mental terjajah yang mengidap para ilmuwan itu. Kita harus mulai mengkordinir ilmuwan progresif pembela rakyat, inilah yang disebut dengan intelektual, yang diharapkan bisa menjadi peletak dasar revolusi, menciptakan platform pergerakan agar tidak kehilangan arah, sebaliknya bisa mendinamisir seluruh potensi masyarakat. Revolusi mental, revolusi pemikiran, atau secara umum disebut revolusi kebudayaan sangat penting dalam melakukan perubahan di negeri ini. (Munim DZ)
<