Melalui Koin Muktamar ini, mari kita melangkah dengan pasti menuju NU yang lebih mandiri, menuju NU yang lebih bermartabat dan lebih mampu memberi pelayanan yang lebih baik serta lebih luas kepada umat.
Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama yang akan digelar pada Oktober 2020 di Lampung mengambil tema soal kemandirian NU. Salah satu wujud dari kemandirian tersebut adalah program Koin Muktamar, yaitu iuran dari warga NU untuk mendanai pelaksanaan muktamar yang akan dihadiri oleh seluruh pengurus NU dari tingkat pusat sampai cabang dan diramaikan oleh warga NU dengan menggelar aneka acara. Kampanye soal program ini sudah mulai disosialisasikan di berbagai tingkatan atau dalam kegiatan-kegiatan NU.
Kemandirian ini harus digerakkan kembali mengingat sejak awal berdirinya di tahun 1926, NU memulai aktivitasnya secara mandiri. Aset-aset organisasi yang tersebar di seluruh Indonesia dalam bentuk kantor, sekolah, layanan kesehatan, dan lainnya merupakan sumbangan dari masyarakat yang ingin mewakafkan hartanya agar dikelola NU demi kemaslahatan umat. Seiring dengan perubahan situasi, NU membutuhkan eksperimen yang cukup panjang dalam penggalangan dan pengelolaan dana sampai akhirnya ditemukan pola yang pas dengan kondisi warga NU, yaitu dalam konsep kotak infak (Koin) yang dikelola oleh LAZISNU di tiap daerah. Gerakan yang terlihat kecil dan sederhana, tetapi ternyata berhasil menggalang dana hingga dua ratus miliar dalam satu tahun. Inovasi penggalangan dana ini diinisiasi oleh PCNU Sragen pada 2015 yang kemudian berkembang ke daerah-daerah lainnya.
Mekanisme yang berjalan adalah, di setiap rumah warga NU dititipkan kaleng sebagai celengan. Diharapkan sisa uang belanja harian dari 500, 1000, 2000 atau jumlah yang sesuai dengan keinginannya dapat dimasukkan dalam kaleng tersebut. Setiap akhir bulan, kaleng tersebut diambil oleh kader-kader muda NU yang kemudian disetorkan di Ranting NU atau Anak Ranting setempat untuk dihitung. Dana yang terkumpul kemudian dimanfaatkan untuk operasional organisasi, membangun gedung, pemberian beasiswa, bantuan kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Pada 2018 PCNU Sragen telah mengumpulkan dana sebesar 5.2 miliar. Dari laporan LAZISNU Pusat, total dana yang terkumpul lebih dari 200 miliar.
Setelah sukses dalam penggalangan dana, langkah selanjutnya adalah memanfaatkan dana dengan menginvestasikan sebagian dana tersebut agar memberi hasil lebih maksimal dalam jangka panjang yang sekaligus dapat melayani umat. PCNU Sragen sebagai pelopor sedang membangun rumah sakit milik NU. Daerah lainnya menyesuaikan diri dengan potensi usaha yang ada di lingkungan masing-masing.
Potensi pengumpulan dana masih sangat besar karena gerakan ini baru berjalan dengan baik di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. PWNU dan PCNU di daerah lainnya perlu berusaha lebih keras agar mampu meraih capaian yang sama atau bahkan lebih besar. Wilayah Jabodetabek, yang menjadi pusat ekonomi bisnis dan memiliki perputaran uang paling besar secara nasional yang mencapai sekitar 70 persen, memiliki potensi penggalangan dana paling besar. Sudah seharusnya kepengurusan NU setempat dapat memikirkan dengan sungguh-sungguh potensi tersebut.
Program sosialisasi Koin Muktamar ini sekaligus sebagai upaya penyebaran gerakan ini agar mampu mencapai level nasional. Potensi yang ada sangat besar karena penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang suka menyumbang. Apalagi didukung oleh peningkatan kesejahteraan yang membuat semakin besar dana yang bisa disisihkan untuk kegiatan amal. Pada 2018, World Giving Index yang dirilis Charities Aid Foundation (CAF) menahbiskan Indonesia menjadi negara yang paling dermawan di seluruh dunia. Penggalangan dana dapat dilakukan dalam berbagai platform. Untuk penggalangan dana secara daring yang kini semakin digemari, laman kitabisa.com menjadi platform paling populer. LAZISNU juga telah meluncurkan aplikasi mobile NU Cash untuk memudahkan penggalangan dana daring.
Penggalangan dana dari masyarakat mensyaratkan adanya transparansi dan akuntabilitas. Perolehan dan pemanfaatan dana tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Teknologi kini membantu memudahkan pelaporan perolehan dan penggunaan dana. Kantor akuntan publik dapat menjadi pihak independen yang membantu memeriksa laporan keuangan dana tersebut pada tingkat nasional. Setiap tingkatan yang mengumpulkan dan mengelola dana juga punya kewajiban menyampaikan laporannya dengan baik. Jika publik merasa penggalangan dana tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka sulit mendapatkan kepercayaan kembali.
Jika kredibilitas meningkat, maka jumlah dana yang terkumpul juga akan semakin besar dan manfaat yang dapat diberikan kepada umat juga semakin besar, tetapi jika kepercayaan masyarakat menurun, bahkan warga NU sendiri pun akan enggan untuk menyumbangkan dananya melalui NU. Membangun kredibilitas membutuhkan waktu yang sangat panjang, tetapi meruntuhkan kepercayaan bisa terjadi dalam waktu semalam. Untuk itu, sistem dan tata kelola yang baik dapat mencegah terjadinya salah kelola dari dana masyarakat yang diamanahkan kepada NU.
Melalui Koin Muktamar ini, mari kita melangkah dengan pasti menuju NU yang lebih mandiri, menuju NU yang lebih bermartabat dan lebih mampu memberi pelayanan yang lebih baik serta lebih luas kepada umat. “Dari NU, oleh NU, dan untuk NU.” (Achmad Mukafi Niam)