Risalah Redaksi

Mendewakan Manusia

Jumat, 10 Maret 2006 | 15:23 WIB

Belakangan ini muncul berbagai bencana, baik bencana sosial, bencana budaya, maupun bencana alam, berupa banjir, tanah longsor, gempa bumi, termasuk juga menyebarnya wabah penyakit. Bencana yang seolah bersifat alami itu sesungguhnya bersifat manusiawi pula, sebab, semuanya terjadi akibat ulah tangan manusia yang serakah, mau menang sendiri dan tidak bertanggung jawab.

Korupsi telah mengakibatkan terjadinya bencana sosial seperti kelaparan, perkelahian atau pun meningkatnya kriminalitas. Penaikan harga barang yang hanya untuk mengejar keuntungan bisnis yang bersekongkol dengan pejabat, sebagaimana terjadi belakangan ini telah mengakibatkan terjadinya bencana budaya, di mana masyarakat tidak mampu lagi sekolah, akibat biaya mahal. Para mahasiswa tidak lagi mampu menghadiri berbagai diskusi, masyarakat tidak mampu menyelenggarakan pengajian seperti dulu karena ongkos transportasi mahal. Akibatnya, masyarakat mengalami kemiskinan budaya.

<>

Peristiwa yang sangat tragis adalah ketika terjadi wabah flu burung. Maka, seluruh unggas hendak dimusnahkan, masyarakat yang selama ini merasa akrab dengan binatang piaraan, baik ayam, itik atau burung, tetapi saat ini ketakutan, lalu membencinya setengah mati, lantas berusaha melenyapkan segala jenis unggas. Kalau dulu kicau burung dan kokok ayam menjadi cerita yang indah, sebaliknya kini dianggap kabar buruk yang mengerikan, seperti suara burung gagak.

Lama sebelum ini sekitar tahun 1970-an, pernah terjadi, masyarakat dengan rakusnya menangkap katak dan ular, yang mengakibatkan berkembangnya hama wereng yang kemudian berubah menjadi hama yang sangat ganas, menghancurkan tanaman padi, sehingga terjadi kerawanan pangan. Setelah itu terjadi wabah penyakit anjing gila, lalu manusia yang selama ini akrab dengan binatang piaraan, tiba-tiba segala jenis binatang, tidak hanya anjing, tetapi kucing dan kera juga dicurigai, mereka dijadikan musuh bersama bahkan dimusnahkan.

Tidak tahu, apalagi yang bakal mengancam manusia, bisa saja suatu ketika muncul wabah yang berkembang melalui tumbuh-tumbuhan. Manusia akan segera mengambil jalan pintas dengan menebang seluruh pohon yang ada, padahal pepohonan merupakan paru-paru kehidupan manusia. Bila ini terjadi, bencana besar berkurangnya oksigen dan udara segar akan terjadi. Hidup ini merupakan sebuah daur, yang bila satu mata rantai dirusak, maka akan terjadi ketidakstabilan alam, yang mengakibatkan bencana.

Semuanya itu terjadi karena modernitas telah meletakkan manusia menjadi sentrum dari kehidupan, tidak hanya menafikan Tuhan, tetapi juga mengabaikan alam. Manusia hanya mengabdi pada kepentingannnya sendiri, alam dieksploitasi habis-habisan, akibatnya alam rusak. Berbagai kegiatan penyadaran terhadap kelestarian lingkungan dilakukan, tetapi tidak mempan, masih kalah dengan propaganda kerakusan yang diiklankan melalui media massa, tentang budaya konsumsi. Sumber daya alam terbatas, sementara nafsu manusia tidak dibatasi, maka, lama kelamaan budaya serta masyarakat semua yang menjadi korban.

Baik agama maupun tradisi, sebenarnya telah memberikan ajaran tentang kehidupan, bagaimana harus hidup, bagaimana harus menjaga lingkungan, dan terutama bagaimana harus melakukan hubungan dengan Tuhan. Dunia modern adalah dunia tanpa agama, tanpa Tuhan, karena manusia telah mendewakan atau menuhankan dirinya sendiri. Tindakan sewenang-wenang terhadap manusia dan alam sering dilakukan atas nama hak individu, dalam pandangan itu manusia adalah neraka bagi yang lain, maka manusia melihat satu sama lain sebagai serigala.

Manusia mesti mengembalikan kehidupan sebagaimana mestinya, kembali belajar takarub dengan Tuhan dan mulai bersahabat dengan alam, manusia dan binatang. Dengan cara itu kehidupan akan kembali harmoni dan normal. Sebenarnya agama sangat besar kemampuannya mengembalikan manusia sebagai manusia, tetapi sayangnya agama belum mampu melakukan tugas itu dengan sempurna, bahkan tidak sedikit tokoh agama yang terlibat dalam tindak kerakusan semacam itu. Padahal, kunci untuk mengatasi berbagai problem sosial, alam dan budaya ini adalah sikap asketisme, menghindari kerakusan dan menghentikan permusuhan. (Abdul Mun’im DZ)


Terkait