Risalah Redaksi

Menyelesaikan Masalah Papua secara Komprehensif

Ahad, 16 Desember 2018 | 04:45 WIB

Menyelesaikan Masalah Papua secara Komprehensif

Ilustrasi (via onwestpapua.com)

Pada 1 Desember 2018 sejumlah mahasiswa asal Papua di Surabaya, Jawa Timur melakukan demonstrasi dengan tuntutan pengajuan nasib diri sendiri. Pada 2 Desember, terjadi pembunuhan sebanyak 19 orang pekerja yang sedang membangun jembatan di Kabupaten Dunga dan seorang tentara yang posnya diserang. Situasi ini menyadarkan kita bahwa permasalahan yang terjadi di Papua memerlukan solusi komprehensif.

Persoalan Papua atau dulu dikenal dengan nama Irian Jaya, merupakan persoalan lama bahkan muncul seiring dengan berakhirnya era penjajahan Belanda. Belanda tidak mau menyerahkan Papua sebagai bagian dari wilayah Indonesia. PBB kemudian memfasilitasi upaya penentuan nasib tersebut melalui jajak pendapat dengan hasil bergabungnya wilayah tersebut ke wilayah Indonesia. Tetapi benih-benih yang muncul dari kelompok yang ingin memerdekakan diri tetap saja eksis. Kelompok bersenjata ini dari waktu ke waktu mencoba memunculkan gangguan dan menarik perhatian internasional.

Para presiden Indonesia dari waktu ke waktu telah berusaha menyelesaikan persoalan ini dengan berbagai pendekatan. Presiden Soeharto lebih menekankan pendekatan keamanan dengan mengirimkan personel militer ke wilayah paling timur Indonesia ini. Fakta membuktikan, upaya tersebut kurang berhasil sebagaimana yang terjadi di daerah lain yang berusaha memisahkan diri seperti di Aceh. 

Gus Dur, dalam masa kepresidenannya yang singkat, berusaha melakukan pendekatan kemanusiaan pada rakyat Papua, di antaranya dengan mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua sebagaimana aspirasi dari mayarakat di sana. 

Kini, Presiden Joko Widodo berusaha melakukan pembangunan besar-besaran pada wilayah yang kondisi infrastrukturnya tertinggal jauh dari wilayah lain Indonesia tersebut. Kebijakan lain adalah menyamaratakan harga bensin di Papua dan di wilayah lain Indonesia. Harga semen yang dulunya sangat mahal, kini diturunkan jauh, bahkan sedang dibangun pabrik semen di sana. Intensitas kunjungan Presiden Jokowi ke wilayah tersebut sangat tinggi dibandingkan dengan ke wilayah lainnya. Ini merupakan salah satu upaya untuk menangkap aspirasi penyelesaian persoalan rumit ini.

Persoalan yang terjadi di Papua sangat kompleks. Terdapat permasalahan ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat di sana yang merasa bahwa daerah mereka kaya akan sumber daya alam, tetapi yang menikmati orang luar. Rakyat Papua, tetap miskin dan terbelakang. Ada tindakan oknum aparat yang mereka rasa represif terhadap anggota keluarganya, yang kemudian menimbulkan dendam, yang secara terus menerus diingatkan dan dipertahankan dalam ingatan kolektif mereka. 

Bahkan, masalah yang muncul di Papua juga diakibatkan oleh para pemimpin lokal mereka sendiri. Indeks korupsi wilayah tersebut paling rendah dibandingkan dengan wilayah lain sebagaimana hasil survey yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi awal 2018 lalu. Pemprov Papua hanya mendapat nilai 52.91 dari skor maksimal 100. Ini menunjukkan korupsi masih menjadi persoalan besar yang dihadapi oleh rakyat Papua. Total 67 triliun rupiah sudah digelontorkan ke Papua sebagai dana otonomi khusus, antara tahun 2001-2017, tetapi tak banyak terlihat dampak yang muncul bagi masyarakat Papua. 

Situasi yang kurang kondusif ini bisa digunakan oleh pihak-pihak asing untuk kepentingan mereka dengan mengatasnamakan hak asasi manusia atau hal lainnya, padahal di baliknya mungkin saja tersembunyi kepentingan lain yang sesungguhnya lebih utama seperti kepentingan ekonomi dan politik. Motif-motif seperti ini harus kita pahami. Dan penyelesaian persoalan seperti ini akan menghilangkan potensi tersebut. 

Kita optimis, persoalan di Papua dapat diselesaikan, tetapi harus menggunakan banyak pendekatan. Upaya pemerintah melakukan pembangunan besar-besaran di Papua merupakan upaya untuk mengejar ketertinggalan, sekaligus menghapus rasa ketidakadilan. Rasa aman penduduk juga harus tetap dijaga tetapi dengan pendekatan yang lebih humanis. Apa artinya berbagai macam pembangunan dan segala macam fasilitas jika tidak ada rasa aman. 

Dan yang paling penting adalah, bagaimana meraih simpati dari rakyat Papua, bahwa mereka merupakan bagian tak terpisahkan dari NKRI. Kita bisa belajar dari negara lain seperti Skotlandia atau di Catalonia di Spanyol. Sekalipun wilayah tersebut kesejahteraanya dan pembangunannya secara fisik tidak berbeda jauh dengan wilayah lainnya di negara tersebut, aspirasi untuk memerdekakan diri tetap muncul pada sebagian penduduknya. 

Kita telah berhasil menyelesaikan upaya pemisahan diri di Aceh yang dilakukan oleh kelompok yang dulu menamakan diri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan baik dengan sejumlah pendekatan. Hal yang sama tentu bisa dilakukan pada wilayah Papua. Di samping hal-hal yang sudah semestinya dijalankan seperti meningkatkan pembangunan dan menjaga keamanan, perlu pendekatan kreatif dalam penyelesaian masalah tersebut. 

Semakin lama masalah tersebut tak terselesaikan, maka semakin banyak yang dirugikan. Banyak energi yang harus dicurahkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masyarakat akan selalu hidup dalam suasana ketakutan, proses pembangunan tidak lancar. Dan hal lain yang terhambat karena berbagai persoalan lain yang mengikutinya. Dan yang paling dirugikan dari suasana seperti ini adalah rakyat Papua sendiri. (Achmad Mukafi Niam)


Terkait