Inovasi program yang dilakukan struktur NU di sejumlah daerah dalam bidang ekonomi menunjukkan hasil yang bagus. Di antara yang cukup sukses adalah program penggalangan dana di PCNU Sragen Jawa Tengah yang berhasil mendapat miliaran rupiah dari donasi masyarakat. Dengan kreativitas yang dilakukan, mereka berhasil memberdayakan masyarakat sekitarnya. Kisah sukses program tersebut ditampilkan di arena munas dan konbes NU 2017 di Lombok.
Keberhasilan program tersebut sangat penting untuk dapat direplikasi ke NU di daerah lainnya. Dengan demikian, akan terjadi kemajuan NU secara serentak di seluruh Indonesia. NU di wilayah Indonesia lainnya tidak perlu mengalami kegagalan karena sudah ada model yang bisa mereka terapkan.
Model bisnis waralaba kini sudah marak di seluruh dunia. Contoh yang paling gampang dan terlihat sehari-hari adalah gerai minimarket yang menjamur di seluruh pelosok Indonesia atau restoran siap saji dengan merk internasional yang menggurita di berbagai kota besar di seluruh dunia. Dengan sistem ini, terdapat sistem baku yang bisa diterapkan di mana saja. Jika kita pergi ke minimarket atau restoran berjejaring, kita akan mendapatkan pelayanan standar. Semuanya terkelola dengan baik.
Untuk melakukan koordinasi antar-wilayah yang sangat kuat kini sudah relatif mudah. Kini sudah tersedia teknologi yang mampu secara real time dan mengolah data-data tersebut dengan beragam bentuk analisis untuk mengetahui dan mengevaluasi perkembangan program-program yang dijalankan itu.
Sesungguhnya, banyak PWNU, PCNU, atau MWCNU telah berusaha membuat sejumlah program untuk memberdayakan masyarakat. Salah satu yang sering dicanangkan tetapi gagal dalam pelaksanaan adalah program penggalian dana ke masyarakat. Hitung-hitungan di atas kertasnya adalah, ada sekian banyak warga NU dan hanya dengan iuran seribu atau dua ribu per bulan, akan terkumpul sekian banyak uang, yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan. Toh, realitas di lapangan tak semudah dengan apa yang direncanakan di atas kertas.
Program yang terbukti sukses tersebut tentu telah melewati berbagai kesulitan yang mungkin telah dihadapi oleh cabang-cabang NU lainnya yang kurang berhasil. Karena itu, jika ada standar manajemen yang bisa dibuat baku dalam program-program penggalangan dana, kemudian ada mekanisme pendampingan dan kontrol, akan ada peningkatan peluang keberhasilan.
Yang penting untuk diperhatikan adalah sumber daya manusia yang akan mengelola unit-unit usaha tersebut. Kebanyakan aktivis NU adalah orang-orang yang pola pikirnya adalah mengabdikan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk pemberdayaan masyarakat. Mereka terbiasa mengelola dana yang didapat dari donatur dan kemudian menghabiskannya untuk tujuan-tujuan sosial.
Orang-orang yang bisa mengelola program penggalian dana yang sifatnya berkelanjutan membutuhkan pola pikir yang berbeda. Mereka harus memiliki kreatifitas bagaimana mengelola sebuah usaha, mengembangkan usaha tersebut sehingga kapasitasnya semakin besar dan jika memungkinkan, mampu mendorong daerah di sekitarnya melakukan hal yang sama. Aktivis yang seperti ini, kualitasnya jauh lebih tinggi daripada mereka yang kemampuannya hanya bisa sekadar menjalankan program yang sudah ada dananya.
Program pemberdayaan ekonomi yang berhasil umumnya berangkat dari kapasitas yang kecil. Dari hal tersebut, ada proses pembelajaran sampai akhirnya mencapai sebuah kematangan. Ibarat bayi, sebelum bisa berlari kencang, harus bisa berjalan, merangkak, bahkan sekadar belajar berguling. Tak ada yang mudah untuk bisa berhasil dalam program ekonomi. Hanya orang-orang dengan kapasitas istimewa yang mampu meraihnya.
Nahdlatul Ulama akhirnya harus memberi ruang dan menciptakan orang-orang dengan kapasitas seperti ini untuk kemandirian organisasi. NU tidak cukup hanya diisi oleh orang-orang yang pintar dalam ilmu agama saja. Para wirausaha sosial perlu mengisi ruang-ruang yang selama ini masih kosong untuk mensinergikan dakwah NU. (Ahmad Mukafi Niam)