Risalah Redaksi

Nasionalisme Indonesia dan Patriotisme Iran

Rabu, 10 Mei 2006 | 11:18 WIB

Bangsa Indonesia dan pemerintahannya selama ini, politik luar negerinya tidak hanya low profile, tetapi menjadi no profile (tidak punya watak), dengan berdalih bebas-aktif, non-agresi. Karena terbebani berbagai utang, sejak dari utang barang sampai utang budi, maka Indonesia tidak berani bersikap. Tetapi belakangan ini sangat mengejutkan, Indonesia cukup berani bersikap terhadap krisis nuklir Iran.

Memang selama ini, dunia dibohongi oleh para politisi dan media Barat tentang Irak dan belakangan tentang Iran. Rupanya sekarang ini telah bosan dengan kebohongan. Bagaimana Irak dituduh memiliki senjata pemusnah massal, ternyata tidak punya, tetapi keburu negara itu babak belur, ya, sekalian dijarahlah negeri itu oleh Barat secara beramai-ramai.

<>

Kini giliran Iran yang kaya peradaban, kaya minyak dan sumber alam lainnya itu hendak diserang karena dituduh hendak mengembangkan senjata nuklir. Pada dasarnya semua berhak mengembangkan sistem persenjataannya termasuk nuklir, tetapi karena kepentingan dominasi, maka negara lain tidak boleh, hanya Barat sendiri yang boleh. Apalagi nuklir Iran jelas untuk tujuan damai yakni sebagai pembangkit listrik dan lain sebagainya.

Beberapa mingggu lalu, sejumlah petinggi PBNU mengunjungi negeri kaum mullah itu. Presidennya, Mahmoud Ahmadinejad bersumpah bahwa Iran tidak mengembangkan senjata nuklir. Hal itulah yang kemudian disampaikan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi kepada pihak Amerika Serikat (AS) yang gencar menyebarkan fitnah kejam itu. AS boleh saja melakukan tindakan apapun kalau Iran terbukti membuat senjata nuklir, dan itupun tetap harus secara diplomasi.

Sikap tegas NU yang membela kepentingan Iran itu membuat sang Presiden Ahmadinejad menyempatkan diri berkunjung ke PBNU. Tampaknya Ahmadinejad juga bermaksud, bahwa dukungan tidak hanya bersifat politik tetapi juga perlu dukungan spiritual. Dan harapan itu tidak sia-sia, sebab saat ini ribuan ulama NU di pesantren masing-masing memanjatkan doa untuk kejayaan Iran.

Sikap Iran yang patriotik, setidaknya menginspirasi bangsa ini, bahwa hidup hanya menjadi terhormat dan sejahtera bila memiliki kemandirian. Selama ini Indonesia merasa selalu didikte oleh kepentingan politik luar. Saat ini, sebagian telah sadar bahwa perlu menegaskan kemandirian nasional dengan segala resiko. Karena itu kehadiran Presiden Iran merupakan momentum penting untuk mengembalikan semangat tersebut.

Isi surat Presiden Iran pada penguasa AS itu merupakan karya bersejarah, karena sebuah taushiyah yang berusaha menegakkan kebenaran dan membongkar kebohongan sekaligus ketidakadilan yang dilakukan para penjajah itu. Dijelaskan bahwa kecurigaan tidak bisa dijadikan sebagai landasan hidup dan berpikir orang Barat, akibatnya setiap kemajuan keilmuan yang dilakuakn negara Islam dianggap sebagai ancaman. Kalau sekutu Barat-kolonial masih berpikir seperti itu, maka kolonialisme akan terus berlangsung di bawah bendera demokrasi dan hak asasi manusia, yang selalu menjadi kendaraan Barat dalam melakukan kolonialisasi.

Bangsa Indonesia, pemerintah dan rakyatnya, akhirnya sadar atas kebohongan itu. Dan akhirnya sadar pula terhadap harga dirinya, tidak lagi mau dijadikan sasaran propaganda. Mereka memilih untuk menegakkan kebenaran dan memberikan dukungan terhadap  kebenaran. (Mun’im DZ)


Terkait