TENTARA sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat dan Inggris akhirnya mengaku memberikan laporan bohong mengenai serbuan mereka ke Irak, bahkan mengaku kalah. Tetapi mereka tidak segera enyah dari negeri Muslim bersejarah itu dan mengembalikan kekuasaan pemerintahan lama. Malah meninggakan tragedi kemanusiaan dan peradaan paling bengis yaitu menggantung Saddam Husen dengan alasan membunuh 180 kaum pemberontak. Tetapi Sekutu tidak merasa bahwa kejahatannya jauh lebih kejam yakni mengakibatkan terbunuhnya satu milyar lebih penduduk Irak.
Eksekusi itu mengakibatkan Irak terjebak dalam perang saudara yang dipicu oleh negara yang mengaku beradab. Ketika Irak sedang menderita lahir batin, tentara sekutu sudah beancang-ancang menyerang Iran dengan alasan mengembangkan enegi nuklir. Kalau energi nuklir baik untuk peperluan industri maupun persenjataan tidak boleh kenapa negara negara Amerika dan Eropa memilikinya, termasuk beberapa negara seperti Israel, India, Cina diperbolehkan. Bukankah mereka juga harus dilarang. Karena mereka tidak beradab, maka penerapan peraturan tidak mengenal keadilan, peraturan hanya untuk menguntungkan dirinya dan untuk membelenggu bangsa lain.
<>Oleh karena itu kembali umat Islam Indonesia termasuk NU yang dulu menentang keras rencana sekutu menyerbu Irak, kini dengan keras menentang penyerbuan atas Iran. Negara Barat mesti sedikit menggunakan otak. Tetapi dasar mereka itu adalah penjajah, maka terus melakukan penjajahan. Dulu orang mengira bahwa negara penjajah itu memberikan bantuan ke negara bekas jajahan sebagai bentuk bayar ganti rugi. Dalam kenyataannya bantuan tersebut sebagai upaya eksploitasi lebih lanjut. Karena itu negara yang melakukan kerjasama dengan barat terjerumus dalam hutang dan masuk dalam jurang kemiskianan yang tiada tara. Sumber adaya alam yang melimpah mereka kuasai dengan paksa dan monopolis.
Bangsa itu di samping eksploitatatif juga sangat rasialis, di negara dunia ketiga perusahaan mereka hanya menyerahkan jabatan rendahan kepada penduduk pribumi, semua sektor strategis diduduki sendiri. Belum lagi soal penggajian, para pegawai bangsa mereka digaji sangat tinggi, sementara pegawai pribumi digaji ala kadarnya. Ini berlaku di lembaga apapun yang ada di Indonesia sampai sekarang. Tetapi dengan bangga mereka mengajarkan tentang kesamaan hak, anti diskriminasi, pluralisme.
Bisa kita saksikan bagaimana lembaga dana dari Amerika, Inggris, Belanda dan Australia mengajarkan demokrasi, pluralisme dan sebagainya pada bangsa Indonesia yang sudah sangat pluralis dan sangat toleran serta moderat. Sementara mereka hingga saat ini masih rasialis, belum lagi mereka punya kebiasaan buruk melenyapkan bangsa Indian, melenyapkan bangsa Aborigin. Bahkan selam ratusan tahun mereka menjajah bennua Asia dan Afrika dengan jumlah jutaan manusia dibantai. Seharusnya dana tersebut digunakan untuk mengajarkan bangsa mereka sendiri agar menjadi bangsa beradab, tidak menjajah, tidak suka membantai bangsa lain, agar dunia ini lebih damai.
Bagaimana mungkin mereka itu memberikan bantuan kepada negara Dunia Ketiga sebagaimana yang banyak dikucurkan saat ini semantara untuk mendapatkan sepotong roti dan segenggam rempah-rempah mereka menjajah dunia Timur selama beberapa abad dengan korban jutaan manusia. Dan kini mereka menjajah Irak dan terus mengancam Iran yang kaya minyak.
Dunia akan terus perihatin dan selalu mendrita bila tradisi jajah-menjajah bangsa barat terhadap bangsa Timur itu terus dilanjutkan. Dengan kemajuan dan kemakmuran yang luar biasa itu apakah bangsa itu tidak puas. Mereka menghormati keadailan bangsanaya sendiri, menjunjung martabat dan hak bangsanya sendiri. Lalu mereka merasa beradab. Tetapi mereka melibat rendah bangsa lain, karena itu mereka tidak menghornmati hak bangsa lain dan tidak mau memperlakukan bangsa lain secara adil.
Sekali lagi, tugas kita sekarang adalah mendorong agar negara penjajah itu mengubah cara berpikir mereka, mengubah perilaku mereka yang kapitalistik, imperialistik. Menjadi bangsa yang beradab bisa menghargai bangsa lain dan bersahabat tanpa harus menjajah seperti sekarang ini. Karena kalau memang mentalnya masih penjajah, tentu kerjasama apapun akan berakibat penjajahan. Bila yang muncul rasa persahabatan, pemikiran kemanusiaan dan tindakan kesetiakawanan maka kerjasama yang dilakukan akan berwatak persahabatan, kemanusiaan dan kesetiakawanan. (Mun’im DZ)