Kini, kasus Covid-19 mencapai 1000-an per hari. Jumlah ini meningkat 10 kali lipat dibandingkan ketika pertama kali virus ini ditemukan di Indonesia.
Risiko kita tertular Covid-19 hari ini jauh lebih besar dibandingkan dengan beberapa bulan lalu ketika virus tersebut mulai menyebar di Indonesia. Namun, sikap sebagian anggota masyarakat terkesan mengabaikan risiko penularan tersebut dibandingkan ketika kasus penularan virus ini ramai diperbincangkan masyarakat. Banyak orang enggan mengikuti protokol yang ditetapkan untuk menjaga keselamatan bersama.
Tatanan normal baru mensyaratkan sejumlah ketentuan seperti menjaga jarak sosial, menggunakan masker, rutin mencuci tangan atau hanya keluar rumah ketika diperlukan. Namun ketentuan tersebut banyak diabaikan. Di pasar, orang berkerumun untuk belanja. Di antara para pedagang atau pengunjung, ada saja yang tidak menggunakan masker. Jamaah shalat Jum’at di sejumlah masjid di Jakarta berjubel karena kapasitasnya tidak memadai untuk mengatur jarak aman mengingat membludaknya jamaah.
Pengabaian-pengabaian protokol ini mungkin menjadi penyebab bertambahnya kasus harian yang kini jumlahnya berkisar 1000-an per hari. Jumlah ini meningkat 10 kali lipat dibandingkan ketika pertama kali virus ini ditemukan di Indonesia. Jika banyak di antara kita semakin abai terhadap protokol-protokol yang ada, maka jumlah kasus akan semakin tidak terkontrol.
Sikap masyarakat yang kini menganggap biasa Covid-19 merupakan respons alamiah mengingat manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan adaptasi terhadap lingkungan baru. Kapasitas ini menjadikan manusia mampu bertahan dari berbagai perubahan yang terus berlangsung di bumi ini. Namun, tanpa melakukan refleksi atas perubahan sikap tersebut apakah baik atau buruk, maka hal-hal buruk yang berlangsung sehari-hari lama-lama akan dianggap sebagai sebuah kenormalan yang diterima secara umum oleh masyarakat.
Di negara yang sedang berlangsung peperangan, seperti di beberapa lokasi di Suriah, Palestina atau Afghanistan, kekerasan yang berlangsung sehari-hari telah menyebabkan hal tersebut dianggap sebagai hal yang normal. Anak-anak tanpa takut menjadikan tank dan bekas senjata yang rusak sebagai mainan. Para remaja dengan bangganya berpose dengan mengokang senapan. Jika ada di antara mereka yang meninggal karena terkena bom atau senapan, masyarakat telah menganggap sebagai hal yang biasa saja. Kematian sekadar menjadi angka-angka yang terus bertambah, yang digantikan oleh kelahiran baru yang jumlahnya lebih banyak.
Sikap yang sama kini menulari masyarakat dalam menghadapi fenomena mereka yang menjadi korban Covid-19, baik yang sekadar terjangkiti atau meninggal. Orang tak lagi heboh jika mendapat informasi teman atau kerabatnya yang terkena virus tersebut. Semuanya diselesaikan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, dan hidup harus terus berlangsung.
Pada satu sisi, pengetahuan masyarakat tentang penyebab penularan Covid-19 dan pencegahannya sudah jauh lebih baik. Orang-orang tua dan mereka yang memiliki penyakit bawaan dihadap lebih berhati-hati dibandingkan dengan kelompok usia lain. Namun jika tidak berhati-hati, virus ini dapat menjangkiti siapa saja dan menjadikan orang-orang yang memiliki risiko rendah meninggal karena virus sebagai penyebar ke orang lain yang rentan. Upaya menjaga keseimbangan antara mengembalikan aktivitas ekonomi karena orang harus bekerja untuk mendapatkan uang dengan tetap menjaga protokol kesehatan cenderung dimaknai sebagian orang sebagai hidup dan beraktivitas sebagaimana sebelumnya.
Ada banyak orang yang tetap berusaha mematuhi protokol kesehatan, tetapi pengorbanan mereka akan tereduksi oleh perilaku orang-orang yang sudah menjadi cuek akan keberadaan pandemi ini. Mereka merasa, memakai masker mengurangi kenyamanan beraktivitas, mau tidak mau harus berkerumun karena lokasi yang sempit atau fasilitas yang tidak memadai.
Jika perilaku abai ini semakin berkembang dan mereka yang meninggal atau sakit dianggap hanya urusan keluarga atau petugas kesehatan, maka jumlah mereka yang menjadi korban akan semakin banyak dan kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir.
Dalam hal ini, pemerintah memiliki posisi sangat penting untuk membuat kebijakan atau mengambil tindakan. Kinerja pemerintahan di banyak negara kini ditentukan oleh seberapa efektif mereka mengendalikan pandemi ini. Beberapa negara kaya memiliki tingkat korban Covid-19 yang tinggi karena pemerintahan yang kurang efektif, bukan karena sumber daya yang kurang.
Masyarakat perlu terus mengawal dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi ini. Jika ada hal yang baik, tentu harus dilanjutkan. Tetapi jika ada hal yang dirasa kurang tepat, perlu dikritisi dan diganti dengan kebijakan yang lebih baik. Persoalan yang lebih krusial biasanya pada eksekusi kebijakan tersebut. Kebijakan yang baik tanpa eksekusi yang baik akhirnya sekedar omong kosong yang tak menghasilkan perubahan.
Eksekusi tidak mudah karena menyangkut kepentingan banyak orang, yang mana mungkin saja ada sebagian kelompok yang harus bersedia berkorban agar kebijakan tersebut bisa berjalan dengan baik. Pemerintah memiliki aparat untuk memastikan bahwa kebijakan yang diniatkan untuk melindungi semua orang mampu mengalahkan kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Di sisi lain, kesadaran masyarakat dibangun dengan terus menginformasikan mereka tentang berbagai hal terkait Covid-19, mengajak mereka untuk berperilaku baik melalui kampanye masif dengan melibatkan para influencer, tokoh agama, pejabat, dan mereka yang menjadi rujukan masyarakat. Pendekatan membangun kesadaran masyarakat dan memastikan kepatuhan protokol kesehatan akan memastikan bahwa upaya penanganan pandemi ini berjalan dengan efektif. (Achmad Mukafi Niam)