Mohammad Fajrul Falaakh, adalah salah satu kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang mempunyai prestasi dalam bidang kajian konstitusi dan hukum tata negara. Ia lahir di Gresik, Jawa Timur, 2 April 1959 dan wafat di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2014.
Fajrul, begitu panggilan akrabnya, menyelesaikan Sarjana Muda Hukum (1981) dan Sarjana Hukum di Fakultas Hukum UGM Yogyakarta pada tahun 1983. Ia kemudian melanjutkan kuliahnya di Near and Middle-Eastren Studies di London School of Oriental and African Studies (1990), dan MSc in Comparative Government/Politics di London School of Economics and Political Science (1997). Dedikasinya sebagai pengajar hukum tata negara membuat dirinya diberikan gelar kehormatan oleh Presiden berupa Satya Lencana pada tahun 2004.
Selian mengajar, Fajrul juga aktif sebagai anggota Majelis Dewan Kehormatan Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sejak 2008; anggota Dewan Penasihat CSIS Jakarta (sejak 2007), Widyaisywara Sesdilu (2006-2008, tentang Indonesia’s contitutional development), dan anggota Komisi Hukum Nasional RI (sejak 2000). Pengalaman lainnya menjadi anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (2007), anggota Komisi Konstitusi (MPR-RI 2003-2004), Wakil Dekan Dekan Bidang Akademik FH UGM (2001-2004), Ketua PBNU (2004-2009).
Fajrul dalam kalangan akademisi Hukum Tata Negara sangat dihormati karena selalu memberikan ide-ide dan gagasan terhadap kelembagaan dan ketatanegaraan di Indonesia. Oleh karena itu banyak sahabat, akademisi dan masyarakat Indonesia merasa kehilangan ketika Fajrul meninggal. Jimly Asshiddiqie menyebut, Fajrul bukanlah sekedar sarjana kata-kata yang kini banyak beredar di Indonesia. Dia pemikir sekaligus aktivis. Dia out of the box dan tak terpaku dengan hukum positif. Ada moral dan political reading of contitution dalam setiap pemikirannya. Sulit untuk menjadi seorang pemikir hukum tata negara. Karena selain mampu membaca teks-teks hukum, dia juga harus bisa menyeimbangkannya dengan ruh-ruh keadilan. Fajrul sudah mampu melakukannya.
Selain terkenal dalam dunia Hukum Tata Negara sosok Fajrul juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap PMII, karena Fajrul adalah salah satu perumus Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Secara esensial NDP yang dirumuskan oleh Fajrul bersumber dari nilai keislaman dan keindonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah wal Jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah dan mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Dalam merumuskan NDP PMII, Fajrul membutuhkan waktu sampai dengan 15 tahun yang finalisasinya pada forum Kongres IX di Surabaya. Ini adalah bentuk kehati-hatian dan kecermatan yang dilakukan oleh Fajrul.
Pemikiran Hukum Tata Negara
Tidak hanya dalam kalangan PMII, Fajrul juga memberikan kontribusi dan pengaruhnya pada bidang Hukum Tata Negara. Ide-idenya banyak diterapkan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Negara dan konstitusi adalah dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Konstitusi mendahului setiap pemerintahan, karena konstitusi menentukan kewenangan dan memberikan kepada pemerintah, hak untuk melaksanakan kekuasaannya. Di sisi lain, konstitusi juga mengatur hak-hak dasar dan kewajiban tiap-tiap warga negaranya.
Keistimewaan suatu konstitusi terdapat dari sifatnya yang mulia dengan mencakup kesepakatan-kesepakatan tentang prinsip pokok organisasi negara serta upaya pembatasan kekuasaan negara. Kemuliaan konstitusi itu pulalah yang menjadikannya sebagai fundamental law dan the higher law karena wujudnya yang dapat dipersamakan dengan suatu piagam kelahiran suatu negara baru (a birth certificate).
Dalam konstitusi, terdapat pula cakupan pandangan hidup dan inspirasi bangsa yang memilikinya. Itulah yang menjadikan konstitusi sebagai dokumen hukum yang sangat istimewa dan sebagai sumber hukum yang utama, sehingga tidak boleh ada peraturan perundang-undangan yang boleh bertentangan dengannya.
Sebagai upaya untuk terus membangun kesadaran berkonstitusi bangsa Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang semakin baik lagi, Pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008 telah menetapkan tanggal 18 Agustus sebagai Hari Konstitusi Indonesia. Banyak kalangan yang akrab dengannya melalui berbagai artikel yang ditulisnya di koran. Mereka mengagumi alur pikirnya yang jernih, tanpa emosi, mengalir bagaikan air, tajam bagaikan pisau.
Dalam tulisannya yang berjudul Beberapa Gagasan untuk penyempurnaan Amandemen UUD 1945, Fajrul memberikan gambaran tentang sejumlah 'masalah' yang dapat menjadi agenda penyempurnaan atau amandemen kembali UUD 1945. Hal yang menjadi 'masalah' antara lain mengenai Presidensialisme, Yudisial (independensi dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman), Sistem Parlemen DPR-DPR, khususnya posisi DPD dalam konteks bikameral. Bagi Fajrul, penyempurnaan terhadap hasil amandemen tak dapat dielakkan, tetapi waktunya tidak dapat diperkirakan. Masalahnya bukan memperkirakan, melainkan kapan MPR melakukannya.
Apa yang digelisahkan Fajrul Falaakh atas belum sempurnanya amandemen UUD 1945 tersebut sejauh ini masih sangat relevan. Terlebih persoalan amandemen terhadap UUD 1945 terus mendapatkan kritik dan upaya-upaya untuk kembali pada UUD 1945 yang asli. (Aldiansyah/Kendi Setiawan)
.