SWARHA, Saudagar Tajir Pemimpin NU Bandung yang Pernah Keliling Dunia
Rabu, 12 Maret 2025 | 04:20 WIB

Dari kiri ke kanan, Oto Iskandar di Nata, W H van Helsdingen, dan SWARHA (Foto: Repro koran Sipatahoenan)
Saat para kiai mendirikan NU, presiden atau sekarang ketua umumnya dipercayakan kepada Hasan Gipo, seorang alim yang lebih dikenal sebagai saudagar. Ia lahir dari lingkungan keluarga santri yang kaya di kawasan perdagangan elite di Ampel. Letaknya bersebelahan dengan pusat perdagangan di Pabean, sebuah pelabuhan sungai yang berada di tengah kota Surabaya yang berdempetan dengan Jembatan Merah. Gipo merupakan nama marga.
Dinasti Gipo, menurut Abdul Mun’in Dz, didirikan oleh Abdul Latif Sagipoddin (Tsaqifuddin) yang disingkat dengan Gipo. Mereka adalah keluarga santri, bahkan masih kerabat Sunan Ampel, karena itu keislaman mereka sangat mendalam. Sebagai pemuda yang hidup di kawasan bisnis yang berkembang sejak zaman Majapahit itu, Sagipoddin memiliki etos kewiraswastaan yang baik.
Apa yang dilakukan di tingkat pusat dilakukan juga di tingkat cabang kendati tidak seluruhnya. Contoh terbaik dalam hal ini adalah Ketua NU Bandung, yaitu Said Wiratmana Abdurrahman Hasan atau lebih dikenal dengan SWARHA, yang diperkirakan memimpin NU Bandung pada 1931-1941.
Menurut data yang ditulis Gunseikanbu dalam Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa (hlm. 259-260), SWARHA lahir sekitar 2555 tahun Jepang atau sama dengan tahun 1895 M. Ia merupakan satu-satunya pengurus NU, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang dikategorikan oleh Gunseikanbu sebagai tokoh perdagangan.
Sebagai pengusaha, berdasarkan beberapa koran dan buku, ia punya hubungan dagang internasional keempat benua, yaitu Asia, Eropa, Amerika, dan Afrika. Koran De koerier edisi 26 Februari 1936 pada berita berjudul “Naar het Buitenland SWARHA” mengabarkan bahwa SWARHA pernah melakukan perjalanan ke Filipina, Tiongkok, dan Jepang
“De heer Hasan Wiratmana, de Directeur van het bouwbureau ‘Soenda’ zal op 3 Maart a.s. een vacantiereis maken naar Filippijnen, China en Japan. Hij gaat met de Tjisondari van de J.C. J.L. tot Manila.”
Perjalanan ke tiga negara itu dilaporkan pula pada koran Sipatahoenan edisi 16 Mei 1936 dengan berita berjudul “Ngadjadjah Tatar Wetan: Perdjalanan Djoeragan S.W.A.R. Hasan Wiratmana ka Pilipina djeng ka Japan”. Berdasarkan berita itu, bisa dipastikan Sipatahoenan memberitakan perjalanan itu dari catatan SWARHA sendiri dengan kata ganti jisim kuring atau saya:
“Kalawan djenengan sareng kersana anu maha Soetji, toer mika asih ka sadajana mahloek, djisim koering parantos dikadarkeun tiasa ngadjadjah sababaraha bagian doenia koelon sareng doenia wetan.
Pangpajoena djisim koering dikabarkan djarah ka Arabia. Kadua kalina ka Eropa, katiloe kalina ka Kleine Azia, Syiria. Polen sareng anoe sanesna. Kaopat, ka Afrika, babakoena anoe dipentingkeun nya eta ka Egypte. Kalima, nja ajeuna pisan tiasa ngadjoegjoeg Pilipina, sareng teras ka Shanghai, panoetoepan ka Japan.”
[Dengan atas nama dan kuasa Yang Maha Suci, yang Maha Pengasih kepada seluruh makhluknya, saya ditakdirkan menjelajah dunia barat dan dunia timur.
Pertama kali saya pernah melakukan perjalanan ke Arabia. Kedua kalinya ke Eropa, ketiga kalinya ke Turki dan Suriah. Keempat, ke Afrika, terutama ke Mesir. Kelima, ke Filipina, terus ke Shanghai dan Jepang.]
Kelak, ia menceritakan pengalamannya itu pada pertemuan khusus yang disimak 1.000 anggota NU Bandung dan dihadiri pengurus NU Tasikmalaya. Sipatahoenan edisi 24 Agustus 1936 melaporkan peristiwa ini dengan judul “Lezing Djoeragan Swarha; Tina perkara ngadjadjah doenja tea”.
Koran berbahasa Belanda, De Indische Courant, edisi 10 Mei 1939 dalam berita berjudul “Amerika” mengabadikan perjalanan SWARHA ke Amerika Serikat untuk memperdalam ilmu perdagangan.
“Als eenvoudigste voorbeeld. Naar de Bandoengsche redacteur van de ‘Java-Bode’ verneemt, ligt het in het voornemen van den voorzitter der afdeeling Bandoeng van de vereeniging ‘Nahdatoel Oelama’ en directeur van de Bouwmaatschappij ‘Soenda’, S.W.A.R. Hassan Wiratmana, ln Juli a-s. een reis te onder-nemen naar... Amerika, teneinde... handel en industrie aldaar te bestu-deeren ! Inderdaad de meest-eenvou-dige voorbeelden voor de Soenda-landen ter navolging.”
[Menurut redaktur Java Bode di Bandung, Ketua Persatuan Nahdlatul Ulama Pengurus Cabang Bandung dan direktur perusahaan konstruksi Sunda S.W.A.R. Hassan Wiratmana akan melakukan perjalanan ke Amerika pada bulan Juli untuk belajar perdagangan dan industri di sana! Memang contoh paling sederhana untuk tatar Sunda, untuk diikuti].
Ketua Volksraad Heran
SWARHA menguasai bahasa asing secara autodidak. Secara autodidak juga ia mengembangkan ilmu dagangnya saat melancong ke beberapa kota di berbagai negara seperti di London, Brussel, Berlin, Wina, Budapest, Istanbul, Kairo, Manila, Shanghai, dan Tokyo.
Menurut catatan dalam Orang Indonesia jang terkemoeka, ia mengembangkan bisnisnya pada N.V. Bouw & Handel Mij. Soenda. Sedangkan Sipatahoenan mencatat ia juga merupakan pemilik Toko Tokio (Swarha Trading).
Kekayaan SWARHA pernah membuat Ketua Volksraad Hindia Belanda WH van Helsdingen merasa heran. Sipatahoenan edisi 26 April 1938 memberitakannya saat Ketua Volksraad itu berkunjung ke Bandung didampingi tokoh Paguyuban Pasundan, Oto Iskandar di Nata. Pada kunjungan itu, keduanya mampir ke rumah SWARHA.
“Dina waktos soempingna ka boemi Djoeragan Swarha di Kopoweg 17, andjeunna ngawitan mah rada hookeun, oerang Priboemi aja noe boga villa model kitoe, malah andjeunna koengsi mariksakeun naha ieu gedong teh sewaan atawa kagoengan pribadi? Koe Djoeragan Swarha diwalon, jen eta teh kagoeganana pribadi, sanes nyewa.
Koe lantaran satoeloejna mariksakeun deui hal2 anoe sedjenna, koe Priboemi diwalon, jen kagoengan toko sareng sewaan2 toko, malah dina kaperloean ngajakeun barang dagangan ti Japan andjeunna ngaimport koe andjeun (Sunda Nippon Swarha Trading).”
[Saat (van Helsdingen) tiba di rumah SWARHA di Jalan Kopoweg 17, ia awalnya merasa heran, orang pribumi ada yang memiliki vila semacam itu. Ia sempat bertanya apakah bangunan itu milik pribadi atau sewaan? SWARHA menjawab pertanyaan itu bahwa bangunan itu miliknya, bukan sewaan.
Selanjutnya (van Helsdingen) bertanya lagi hal lainnya, SWARHA menerangkan bahwa dia memiliki toko sendiri dan toko yang disewakan. Bahkan dalam pengadaan barang dari Jepang, ia membuat perusahaan impor (Sunda Nippon Swarha Trading)].
Sebagai saudagar kaya, SWARHA menggunakan sebagian hartanya untuk kegiatan sosial melalui NU Bandung. Ia mengembangkan beragam kegiatan serta menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan kursus-kursus untuk anggota. SWARHA setidaknya berperan dalam penyediaan clubhuis NU Bandung dan rumah sakit NU di Ciparay.
Tak hanya kepada organisasi sendiri, SWARHA juga membantu kalangan lain. Sipatahoenan edisi 2 Maret 1938 menyebut bahwa ia membantu digelarnya pertemuan para wartawan. Koran itu memuat laporan pendek dengan judul “Soembangan ti Toko Tokio; Pikeun Kaperloean Journalisten Conferentie” (Sumbangan dari Toko Tokio untuk Keperluan Konferensi Wartawan).
SWARHA turut membantu pula berdirinya Djamiatoel Moealimin, organisasi para guru ngaji NU di Bandung, sebagaimana diberitakan Al-Mawaidz edisi 19 Februari 1935. Menurut majalah milik NU Tasikmalaya itu, SWARHA membolehkan clubhuis NU Bandung sebagai tempat pertemuan dan pembentukannya.
Mungkin masih banyak hal yang dilakukannya, baik untuk perkumpulan maupun perorangan. Terkait hal yang disebut terakhir, ia pernah membantu seorang santri muda bernama Abdurrahman, murid Madrasah Nahdlatul Ulama Al-Ianah Cianjur. Keluarga SWARHA lalu memintanya mengajar di Madrasah Nahdlatul Ulama Al-Ianah Bandung. Di kemudian hari, Abdurrahman menjadi tokoh Persatuan Islam (Persis). Orang-orang mengenalnya sebagai KH E. Abdurrahman.
Abdullah Alawi, peminat sejarah NU, penulis buku Pemuda Nahdoh: Sejarah Awal GP Ansor Jawa Barat 1934-1941 (2023) dan tengah menyiapkan buku Sejarah NU Jawa Barat, Jakarta, dan Banten 1926-1941.
========
Pada Ramadhan tahun ini, NU Online menyajikan edisi khusus bertajuk “Sejarah Kecil NU” tentang kisah orang-orang biasa dan kejadian-kejadian obskur yang sering tenggelam dalam narasi besar sejarah. Selama sebulan penuh, sejarawan partikelir sekaligus Redaktur Opini & Editorial NU Online, Abdullah Alawi, mengisi edisi khusus ini.