Pada tahun 1903 M atau tepatnya pada tahun 1320 H ketika Tuan Guru Bengkel berumur tujuh tahun, bapak angkatnya H. Abdullah (Amak Rajab) menitipkannya mengaji Al-Qur’an dan tajwid pada Bapak Ramli (alias Guru Sumbawa) di Desa Bengkel. Dinamakan Guru Sumbawa, karena ia pergi mengaji Al-Qur’an pada seorang guru Al-Qur’an yang ahli tajwid di Taliwang Sumbawa.
Selain itu ia juga belajar kepada TGH. Abdul Hamid Pagutan Lombok, untuk belajar Al-Qur’an, ilmu fiqih, dan ilmu agama lainnya. Lima tahun kemudian orang tua angkatnya mengajak menunaikan ibadah haji. Pada saat usianya dua belas tahun, yakni pada tahun 1908 M, ia pergi ke Tanah Suci bersama orangtua angkatnya.
Para Guru
Selama berada di Makkah, Tuan Guru Bengkel tinggal di kampung Maulūd Nabī dan kampung Maulūd ‘Alī. Ia belajar dengan sistem talaqqī (face to face) yang merupakan tradisi yang masih sangat kental pada waktu itu. Pada awal mulanya, Tuan Guru Bengkel belajar Al-Qur’an pada TGH. Amin Pejeruk Ampenan di Masjid al-Haram, Syekh Misbah al-Banteni di rumahnya kampung Syīb ‘Alī Makkah, TGH. M. Arsyad bin TGH. Umar Sumbawa di rumahnya kampung Syīb ‘Alī Makkah.
Kehausan akan ilmu pengetahuan tidak membuat Tuan Guru Bengkel puas hanya dengan belajar Al-Qur’an saja. Setelah belajar Al-Qur’an, ia pun melanjutkan studi talaqqī-nya dalam ilmu agama pada beberapa orang guru, yaitu TGH. Umar Sumbawa di Masjid al-Haram, TGH. Umar Kelayu Lombok Timur di rumahnya kampung Syāmiah Makkah, TGH. Mali Lombok Timur di rumahnya kampung Jiat Makkah, TGH. Mukhtar Abdul Malik Ampenan Lombok di kampung Sūq Lail Makkah, KH. Usman Serawak di Masjid al-Haram, KH Mukhtar Bogor di Masjid al-Haram, KH Akhyar Jakarta di Masjid al-Haram, KH Salim Cianjur di rumahnya Kampung Qasyāsyiah Makkah, TGH. Abdul Ghani Jemberana Bali di rumahnya Kampung Sūq Lail Makkah, TGH. Abdurrahman Jemberana Bali di rumahnya Kampung Syīb Alī Makkah, TGH. Usman Pontianak Kalimantan di rumahnya Kampung Bāb as-Salām Makkah, TGH. Asy‘ari Sukarbele Lombok di rumahnya Kampung Maulūd Nabī Makkah, TGH. Yahya Jerowaru Lombok di rumahnya Kampung Suq Lail Makkah, Syekh Sa‘id al-Yamani di Masjid al-Haram, Syekh Hasan bin Syekh Sa‘id al-Yamani di Masjid al-Haram, Syekh Shaleh Bafadhol al-Yamani di Masjid al-Haram, Syekh Ali Maliki al-Makki di Masjid al-Haram, Syekh Hamdan al-Maghribi di Masjid al-Haram, Syekh Abdus Sattar al-Hindi di Masjid al-Haram, Syekh Sa‘id al-Khadrawi al-Makki di Masjid al-Haram, Syekh Hasan al-Ghastani al-Makki di Masjid al-Haram dan Syekh Yusuf an-Nabhani di Masjid al-Haram, Syekh Zain Serawak di Masjid al-Haram dan Syekh Zainuddin Sumbawa.
Pada waktu menuntut ilmu, Tuan Guru Bengkel mendapatkan ijazah ilmu yang muttaṣil sampai Nabi Muhammad SAW dari beberapa gurunya yaitu Syekh Hasan bin Sa‘id al-Yamani dan Syekh Ali Maliki al-Makki serta dari guru Al-Qur’an-nya di al-Madīnah al-Munawwarah, yaitu Syekh Alī Umairah al-Fayumi. Belum ada data yang memberikan penjelasan mengenai kitab-kitab apa saja yang Tuan Guru Bengkel pelajari di Tanah Suci, hanya saja diberitakan dalam Manāqib Tuan Guru Bengkel secara umum bahwa pelajaran yang dituntut adalah Al-Qur’an, dan ilmu agama.
Namun, terdapat manuskrip naskah kitabnya yang berjudul as-Siqāyah al-Marīḍah fī Asmā’ al-Kutub al-Fiqhiyyah Li Aṣḥābinā asy-Syāfi‘iyyah yang berisikan katalog kitab-kitab, khususnya Mazhab Syafi‘i yang belum selesai ditulis.
Ia pulang kampung pada pertengahan bulan Puasa, tepatnya tanggal 15 Ramadhan 1334 H bertepatan dengan hari Ahad, 16 Juli 1916 M. umurnya pada saat itu adalah 21 (dua puluh satu) tahun dalam hitungan Hijriah. Setelah kepulangannya pada tahun 1916 hingga wafatnya pada tahun 1968, jumlah keseluruhan istri Tuan Guru Bengkel adalah 12 orang, yaitu Hj Aminah, Hj Amnah, Sumenep, Hj Jamilah, Hj Zainab, Sarijah, Hj Aisyah, Hj Maimunah, Hj Fatimah, Hj Jawahir, Hj Halimah, dan Hj Aminah. Ia menjalani poligami namun tidak pernah lebih dari empat orang istri, sebagian ada yang meninggal dan ada yang diceraikannya. Tuan Guru Bengkel dikarunia 8 orang anak, yaitu Hj Fatimatuzzahra, M. Turmuzi, M. Izzi, M. Zaki, M. Hakki, Hj Rukaiyah Mukminah, Hj Zainab Hidayah, dan M. Tamam Shaleh. Dari lima anaknya yang laki-laki, 4 di antaranya meninggal waktu kecil dan yang masih hidup adalah Muhammad Tamam Soleh.
Karya
Bagi kaum Nahdliyyin, TGH Saleh Chambali sangat akrab di telinga mereka, beliau dikenal sebagai ulama yang bersahaja dan masih memiliki energi dan stamina intelektual yang prima. Bahkan boleh dikatakan beliau adalah ulama ahli ibadah yang sangat teguh pendiriannya terutama pada masalah fiqih yakni pada mazhab Syafi’i.
Di jajaran kepengurusan Nahdlatul Ulama (NU) beliau pernah tercatat sebagai Rais Syuriyah Nahdlatul Ulama (NU) Nusa Tenggara Barat, sejak NU menjadi partai Politik tahun 1952 sampai wafatnya pada tahun 1968.