Kitab al-‘Ulama’ al-Mujaddidun (para ulama pembaharu), merupakan kitab karya Mbah Maimoen yang membahas tentang dinamika pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh para ulama di dalam sejarah perkembangan Islam. Syari’at Islam tetap, akan tetapi kondisi zaman selalu berubah, sehingga keadaan ini menuntut lahirnya para ulama pembaharu yang mampu memberikan solusi atas berbagai problematika umat yang bersifat kekinian dengan tetap berlandaskan kepada Syari’at Islam. Hal ini selaras dengan Sabda Rasulullah SAW tentang adanya para ulama pembaharu di setiap abad:
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا
Artinya: “Sesungguhnya Allah akan mengutus bagi umat ini orang yang akan memperbaharui (urusan) agama mereka pada setiap akhir seratus tahun.”
Mbah Maimoen menyitir hadits tersebut di awal-awal pembahasan kitab al-‘Ulama’ al-Mujaddidun dengan memberikan penjelasan, bahwa yang dimaksud ulama pembaharu di dalam Islam adalah: Pertama, mampu menjelaskan perkara sunnah dan memisahkannya dari bid’ah (yubayyin as-sunnah min al-bid’ah). Kedua, senantiasa memperbanyak ilmu dengan belajar dan mengajar (yuktsir al-‘ilma). Ketiga, selalu berkenan untuk memberikan pertolongan kepada umat (yanshuru ahlahu). Keempat, berani menentang para ahli bid’ah (yuqmi’u ahlal bid’ah).
Sudah menjadi sunnatullah, bahwa peradaban manusia selalu berkembang dan berubah seiring perkembangan zaman. Akan tetapi di setiap masa, Allah akan selalu menghadirkan para ulama pembaharu yang mampu menjawab persoalan umat dan tantangan zaman. Sebagai contoh, pada periode awal, saat Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW, tidak dalam keadaan tertulis di kertas atau pun di mushaf. Kemudian Rasulullah Saw membacakannya di hadapan para sahabat, sementara para sahabat hanya mendengarkan lalu menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut hingga menancap kokoh di dalam hati. Al-Qur’an pada periode Sahabat belum berbentuk Mushaf. Huruf-hurufnya sama sekali tidak ada titik dan syakal, sehingga sangat sulit bagi orang-orang non-Arab (baca: ‘ajam) untuk membaca Al-Qur’an.
Pasca periode Sahabat, Allah SWT mengirimkan sekelompok ulama yang mampu menjawab tantangan di zamannya, seperti: Imam Ahmad al-Farahidi, Imam Abu Aswad ad-Du’ali dan para ulama lain. Mereka mampu menjawab persoalan umat dalam hal kesulitan membaca Al-Qur’an, dengan menemukan titik dan syakal. Titik dan syakal inilah yang mampu membedakan antarhuruf maupun antarharakat bahasa Arab di dalam Al-Qur’an. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kesalahaan membaca Al-Qur’an yang dapat menimbulkan kesalahan pemahaman dan pemaknaan. Pada periode-periode berikutnya, lahir beberapa ulama besar Islam, seperti: Syekh Abu Bakar al-Baqilaniy, Syekh Abu Hamid al-Ghazali, Syekh Yahya an-Nawawi, Syekh Ibnu Daqiq al-‘Ied, Syekh Jalaluddin al-Bulqini, Syekh Jalaluddin al-Mahalli, Syekh Jalaluddin as-Suyuthi dan lain-lain.
Para ulama pembaharu ini merupakan pewaris Nabi yang mampu menerjemahkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyyah untuk menjawab persoalan umat yang hadir di setiap zaman. Di tangan-tangan para ulam mujaddidun inilah Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyyah bisa benar-benar hidup. Mereka sama sekali tidak ragu dan tidak pula khawatir dalam menyampaikan kebenaran ajaran Islam. Keteguhan mereka dalam berdakwah dan menyampaikan risalah Nabi Muhammad SAW pernah disinggung oleh Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya:
لَا تَزَالُ طَائِفَة ٌمِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
Artinya: “Tidak henti-hentinya ada segolongan dari umatku yang selalu menampakkan kebenaran, yang tidak akan goyah oleh orang-orang yang merendahkannya, sampai-sampai hingga datang keputusan Allah pun, mereka masih tetap seperti itu (memperjuangkan kebenaran).”
Di dalam kitab al-‘Ulama’ al-Mujaddidun ini, Mbah Maimoen berpesan kepada generasi sekarang, ---sebuah generasi yang lahir di era tumbuh suburnya teknologi---, supaya selalu mendasarkan pendapat dan perilaku kepada ucapan dan teladan perilaku ulama, mengkaji kitab-kitab mereka dan selalu berjalan di atas manhaj mereka. Sebab merekalah para pewaris Nabi yang sesungguhnya, yang hatinya selalu mendebar-detakkan dzikrullah setiap saat, dan kehadirannya selalu dinanti-rindukan oleh umat.
وَلَمْ تَزَلِ الظُّرُوْفُ الْحَالِيَةُ تُبَرْهِنُ عَلَى وُجُوْبِ الْإِلْتِحَاقِ وَالْإِنْتِسَابِ عَلَى نَاشِئِيْ هَذَا الْعَصْرِ إِلَى الْعُلَمَاءِ وَكُتُبِهِمْ وَمَنَاهِجِهِمْ، فَكُلَّمَا ازْدَادَتِ الْأَيَّامُ وَالْأَعْوَامُ، اِزْدَادَتَ القِلَّةُ وَالْغَرَابَةُ عَلَى مَنْ فِيْ هَذِهِ الْمَثَابَةِ
Artinya: “Kondisi-kondisi saat ini tiada henti membuktikan atas kewajiban para generasi era sekarang untukselalu mengikuti dan mendasarkan diri kepada para ulama, kitab-kitab dan manhaj mereka. Karena setiap kali bertambah hari dan bertambah tahun, bertambah pula kekurangan dan keterasingan atas penghuni dunia (lantaran banyaknya ulama-ulama besar yang telah wafat dan meninggalkan ummat dalam kekurangan dan keterasingan).”
Kitab al-‘Ulama’ al-Mujaddidun ini selesai ditulis oleh beliau wallahu yarham Simbah KH Maimoen Zubair pada Hari Ahad 7 Shafar 1428 H/25 Februari 2007 M. Setelah membacanya, saya haqqul yaqin percaya dan merasakan bahwa Mbah Maimoen merupakan salah satu Ulama’ Mujaddidun yang diutus Allah SWT untuk umat abad ini. Semoga kita semua mendapatkan limpahan berkah beliau dunia akhirat, lahu al-Fatihah....
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua