Warta

Ada Permainan di Balik Kenaikan Harga Beras Petani

Rabu, 6 September 2006 | 02:58 WIB

Yogyakarta, NU Online
Pemerintah jangan sampai menjadikan harga jual beras petani yang terlalu tinggi sebagai alasan untuk mengimpor beras pada akhir September nanti. Harga yang mencapai titik kritis tersebut adalah wajar sebagai akibat dari kenaikan harga BBM yang mencapai dua kali lipat lebih sejak bulan Oktober tahun 2005 lalu.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta KH. Muhammad Maksum kepada NU Online, di Yogyakarta, Rabu (6/9). Kenaikan harga BBM menyebabkan ongkos produksi petani meningkat, mulai dari benih, sewa traktor, obat-obatan dan juga tranportasi.

<>

“Kalau pemerintah diizinkan menikmati kenaikan harga BBM mengapa petani tidak diizinkan menikmati kenaikan harga beras. Toh seharusnya begitu. Lagi pula, jangan dikira petani atau buruh tani yang menanguk untung besar dari harga beras saat ini,” kata Maksum.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Petani Indonesia Hendry Saragih menyatakan, petani juga banyak kehilangan potensi yang seharusnya menjadi nilai tambah akibat dari penggilingan dimiliki bukan oleh petani. Mulai dari sekam, menir (beras pecah), dan dedak. Rente ekonomi dalam perdagangan beras masih terlalu panjang.
 
Soal harga yang naik,  menurut Hendry, sejumlah pihak menenggarai ada permainan karena ternyata hanya sedikit petani yang menikmati kenaikan harga itu. Sebagian besar petani menjual dalam bentuk gabah, bukan beras. Beras-beras sebagian besar sudah di tangan pedagang.

"Makanya politik adu domba antara konsumen miskin dengan petani miskin adalah tindakan yang menzolimi rakyat miskin di Indonesia," tandasnya

Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar menyatakan, pemerintah memang tidak punya data valid mengenai produksi dan konsumsi beras nasional. Koordinasi antarmenteri yang menangani masalah ini masih lemah. "Menko Perekonomian sebenarnya bagus dan hati-hati, namun beliau terkesan lamban," kata Muhaimin di Semarang, Selasa (5/9) malam.

Ia mengingatkan, impor beras adalah kebijakan yang kontraproduktif sebab produksi padi petani nasional bisa memenuhi konsumsi dalam negeri. Daerah-daerah seperti Jateng yang produksi berasnya melimpah pasti menolak beras impor masuk ke wilayah ini dengan tujuan untuk menjaga harga beras tetap stabil sehingga petani tidak dirugikan.

"Pemerintah provinsi bisa mengirimkan surat kepada menteri terkait serta ke DPR, biar nanti dibawa ke forum dengar pendapat di DPR dengan bahan-bahan yang dikirimkan dari daerah," katanya. (nam)