Jakarta, NU Online
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyimpan kata 'Haul'. Tapi, kata tersebut tidak populer di tengah masyarakat luas, kecuali di komunitas santri. Bahkan, kata 'Haul' yang berarti peringatan hari kematian, itu diharamkan, dibuang.
Nasib kata Mendak, istilah Jawa untuk Haul, juga sama, dihilangkan dari khazanah kebahasaan, berikut segenap tradisi yang mengikutinya. Namun, setahun setelah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur wafat, kata 'Haul' mengemuka di tengah masyarakat luas.
<>Haul pertama Gus Dur diselenggarakan tidak hanya di Tebuireng atau Ciganjur, tapi di banyak tempat. Haul Gus Dur dilaksanakan tidak hanya oleh kaum santri berlatar belakang Nahdlatul Ulama, bertempat di mushola-mushola, masjid-masjid, pesantren-pesatren, tapi juga oleh komunitas Budha di vihara, umat Nasrani di gereja, seniman di gedung kesenian, hingga haul Gus Dur di jalan-jalan oleh kawan-kawan aktivis, dan lain sebagainya.
Ekspresi peringatan haul Gus Dur pun macam-macam, dari yang sederhana semisal membaca surat al-Fatihah untuk Gus Dur, ceramah tentang Gus Dur, menyalakan lilin mengenang Gus Dur, hingga pertunjukan kesenian yang menampilkan humor Gus Dur.
Di dunia ini, ada tiga orang yang kematiannya dikenang di banyak tempat secara masal: kematian (syibhu) Isa atau Yesus, Husain bin Ali, dan Syekh Abdul Qodir al-Jilani. Mungkin, sekarang ditambah satu: Gus Dur.
Dan, karena Gus Dur, kata 'Haul' pun tidak bisa dibendung-bendung lagi: ia disebut-sebut pembawa berita di televisi atau radio, ditulis kolumnis, wartawan, di media cetak ataupun on line.
Kini, 'Haul' tidak lagi khas kaum santri Nahdlatul Ulama. Seperti Gus Dur yang bukan hanya milik NU, 'Haul' diucapkan siapa saja, dan diselenggarakan kelompok mana saja. Bahkan saking populernya, kata 'Haul' sekarang ini, beredar joke, umat Nasrani akang mengganti istilah Paska, peringatan kematian (syibhu) Isa atau Yesus, dengan Haul.
Untuk memperingati haul kedua Gus Dur bulan Desember ini, NU Online ingin menurunkan tulisan-tulisan anak muda atau mahasiswa tentang buku-buku karya Gus Dur.
Lebih dari 14 tulisan masuk ke redaksi. Bentuk tulisannya khas dan subyektif. Tampaknya tulisan-tulisan mereka, sedikit menggambarkan, buku Gus Dur yang populer di kaum muda. Karena, ada judul buku yang ditulis lebih dari seorang. Kami akan memuat tulisan apa adanya di rubrik Buku, dua hari satu tulisan. Semoga menginspirasi!