Warta

Beginilah Suasana Posko Ru’yah di PBNU

Kamis, 3 November 2005 | 03:12 WIB

Jakarta, NU Online
Penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal menjadi sedemikian penting karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah puasa dan Idul Fitri. Di PBNU yang paling sibuk adalah Lajnah Falakiyah NU (LFNU) yang bertugas mengkoorinasikan pelaksanaan ru’yah dari seluruh Indonesia.

Pukul 3 sore, para pengurus LFNU yang dipimpin oleh KH Ghozalie Masroeri sudah pada berdatangan di posko mereka di sekretariat PBNU di Lt 3 Gd. PBNU. Mereka mulai melakukan kontak dengan 20 tim yang melakukan ru’yah di berbagai lokasi. 16 lokasi di Jawa Timur yang merupakan pusat komunitas NU.

<>

Pukul 5 Sore, Ghozalie Masroeri keluar dari PBNU untuk menuju kantor Depag guna mengikuti sidang isbat penentuan 1 Syawal dengan seluruh ormas Islam. Pertimbangan NU yang merupakan ormas Islam terbesar dinilai sangat penting bagi legitimasi Idul Fitri.

Beberapa pengurus PBNU juga terlihat mengikuti perkembangan seperti Rais Syuriyah KH Chotibul Umam, Sekjen PBNU Endang Turmudi dan Ketua PBNU Mustofa Zuhad Mughni.

Beberapa saat setelah maghrib tiba di Jawa Timur yang waktunya lebih awal daripada Jakarta, kesibukan luar biasa mulai tampak. 2 buah jaringan telepon dan HP tak henti-hentinya berdering menginformasikan perkembangan di lokasi ru’yah.

Akhirnya ketegangan mereda ketika tim ru’yah dari Gresik berhasil melihat bulan. Petugas segera mencatat data-data pribadi yang pengamat. Untuk memastikan, mereka juga menunggu sang pengamat disumpah oleh pejabat Depag setempat yang biasanya juga mengikuti ru’yah.

Suasana semakin tenang ketika tim ru’yah di Cakung juga melihat bulan yang menambah keyakinan bahwa Hari Raya jatuh pada Kamis, 3 November 2005. informasi ini dikirimkan via HP kepada Ghozalie Masroeri yang mengikuti sidang isbat tentang temuan NU yang digunakan dalam sidang untuk penentuan 1 Syawal.

Mereka buka puasa bergantian disela-sela kesibukannya menjawab berbagai pertanyaan yang datang dari wilayah, cabang dan pesantren NU yang menjadi pusat informasi dari daerahnya masing-masing. Ponpes Lirboyo di Kediri merupakan pusat informasi untuk daerah sekitarnya, mereka selalu aktif menanyakan perkembangan terakhir.

Ketua Sekretariat H. Hayat yang turut hadir menceritakan bahwa dalam penentuan awal puasa dan hari raya ini, Rais Aam PBNU KH Sahal Mahfudz selalu stand by di depan telepon dari kediamannya di Pati.

“Ini untuk mengantisipasi hal-hal yang luar biasa yang kemungkinan bisa terjadi dan PBNU harus mengambil sikap. Misalnya jika ada kesepakatan bahwa tanggal 3 sudah lebaran sementara tim ru’yah PBNU tidak melihat hilal sehingga puasa harus digenapkan 30 hari,” tandasnya.

Menurut H Hayat, PBNU pernah membuat keputusan untuk berbeda hari raya dengan ketetapan pemerintah pada tahun 1984 dan tahun 1993. Kondisi ini perlu diantisipasi karena menyangkut jutaan ummat.

Karena keputusan hari raya ini harus di SK-kan, maka PBNU telah menyiapkan 2 draft SK yang ditandatangan oleh salah satu ketua, sekretaris, dan rais. Satu jika puasa hanya 29 hari dan satunya jika puasa genap 30 hari. Begitu hasil ru’yah ditetapkan, petugas tinggal memilih SK yang sesuai dan mengirim fax ke berbagai fihak yang menginginkan keputusan resmi tersebut.

Pukul 7 malam pertanyaan-pertanyaan yang datang dari masyarakat mulai berkurang, petugas sudah mulai bisa santai dan menyiapkan diri untuk pulang. Di Musholla Gd. PBNU takbir mulai dikumandangkan sampai pagi.(mkf)


Terkait