Warta

Cara Pandang Budayawan Liberal Indonesia Terlalu Naif

Kamis, 2 Agustus 2007 | 01:13 WIB

Jakarta, NU Online
Kebebasan berekspresi yang dilakukan oleh kelompok budayawan dan seniman liberal Indonesia terlalu naïf dan telah melampaui batas. Untuk mewujudkan kebebasan berekspresi mereka menolak setiap pembatasan.

Pernyataan kelompok “Memo Indonesia” yang ditandatangani para seniman liberal beberapa waktu yang lalu, menurut budayawan Wowok Hesti Prabowo, sangat berlebihan dan tidak bermoral. "Negara yang selama ini dianggap sebagai benteng liberalisme seperti Amerika Serikat saja masih sangat menjunjung norma," katanya kepada NU Online di Jakarta, Rabu (1/8).

<>

Sebagai ilustrasi, pengurus Lesbumi itu mencontohkan, Hillary Clinton yang tampil cukup sopan hanya sedikit membuka bagian atas dadanya, masyarakat dan media massa mengkritik penampilannya itu. Sementara di Indonesia yang beragama membiarkan orang seenaknya memamerkan aurat, atas nama kebebasan dan kemajuan. "Amerika merasa tidak mundur peradabannya hanya karena melarang wanitanya membuka auratnya," katanya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Memo Indonesia dicetuskan pada Kamis 12 Juli 2007 lalu di Perpustakaan HB. Jassin Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, diwakili oleh beberapa budayawan dan seniman liberal antara lain Hudan Hidayat, M Fadjroel Rachman, Mariana Amiruddin, dan Djenar Maesa Ayu.

Mereka begumam, ”Jangan sampai ada hambatan dalam bentuk klaim-klaim moral, atau keyakinan agama yang sempit yang pada akhirnya memberangus orang lain yang memiliki keberbedaan.”

Menurut Wowok, kebebasan yang salah kaprah dalam beraksi dan bergaya hidup itu sangat perlu dikritik, karena hal itu bertentangan dengan keadilan sosial dan kondisi riil masyarakat yang masih butuh banyak perhatian.

”Kalau pencetus merasa sebagai manusia bebas yang bisa berkreasi, lalu apa kreasi dan karya besar mereka juga tidak pernah ada. Sastra dan esei mereka tidak peduli pada persoalan kemanusiaan dan keadilan sosial, hanya berkutat pada selera rendah di sekitar dada dan paha, tidak jauh-jauh dari situ. Kalau mereka bernalar pendek, beremajinasi pendek bagaimana bisa menjadi sastrawan atau bedayawan besar,” katanya.(nim)

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Terkait