Warta

Dakwah Masih Dipahami Sekedar Ceramah

Selasa, 9 Agustus 2005 | 08:27 WIB

Jakarta, NU Online
Dakwah yang dilakukan oleh para dai sampai saat ini masih dipahami baru sekedar sebagai memberikan ceramah di panggung, belum termasuk bagaimana mampu menginsiparasi kebutuhan dan problem masyarakat dan bagaimana menjawabnya.

“Banyak dai yang terkejut ketika kami memperkenalkan pelatihan dakwah transformatif yang menekankan perlunya partisipasi dai dalam menyelesaikan problem masyarakat, bukan sekedar memberikan ceramah saja,” tandas Nuruddin dari Lakpesdam yang pada tanggal 28-31 Juli lalu menyelenggarakan pelatihan ini di Puncak Bogor.

<>

Dikatakannya bahwa para dai juga merasa bahwa memang berat jika dakwah memang bukan sekedar ceramah di mimbar saja. Namun demikian dengan konsep jaringan yang diperkenalkan dalam pelatihan tersebut, akan dihasilkan sinergi dari berbagai fihak.

Dicontohkannya, dai’ yang berasal dari Jember telah melakukan partisipasi dalam masyarakat. Mereka turut terlibat dalam pembuatan atau mengkritisi kebijakan di desa atau kecamatan. Demikian juga di Madura, telah terdapat komunitas yang dikelola oleh dai dan terdapat pertemuan rutin dua minggu sekali yang membahas berbagai pemasalahan seperti ekonomi dan sosial.

“Jadi dakwah juga harus membumi dengan kondisi dan realitas sosial yang ada di lingkungan tersebut,” imbuhnya. Terdapat kecenderungan bahwa para dai berceramah dengan tema yang monoton, yang sama dari satu tempat ke tempat lainnya.

Para pendiri NU merupakan figur dai yang patut dicontoh. Selain melakukan ceramah, mereka terlibat dalam masyarakat secara langsung untuk membantu menyelesaikan berbagai persoalan yang mereka hadapi. Inilah yang membuat NU bisa besar dan mengakar dalam masyarakat.

Pelatihan yang berlangsung selama empat hari ini membahas tiga tema besar yang meliputi kritik wacana agama yang membahas posisi al Qur’an dan tafsir, analisis sosial struktural dan analisis globalisasi. Penekanan diberikan dalam masalah analisis sosial karena ummat yang dihadapi masih menghadapi persoalan pokok seperti masalah pertanian, kelautan dan lainnya.

Pasca pelatihan, para peserta juga diberi “PR” tentang persoalan sosial yang mereka hadapi. “Yang berasal dari pesantren diminta menganalisis persoalan-persoalan pesantren, yang hidup di lingkungan nelayan diminta menganalisis persoalan nelayan, demikian juga sektor lainnya,” paparnya.

Total terdapat 25 peserta yang berasal dari Sumbar, Sulsel, Jabar dan Jatim yang mengikuti pelatihan ini. Dari jumlah tersebut 8 orang berjenis kelamin perempuan. Mereka rata-rata merupakan dai’ muda potensia yang masih berusia antara 25-30 tahun. Untuk lebih mematangkan, akan dilakukan pelatihan lanjutan di Sulawesi Selatan pada akhir September.(mkf)


 


Terkait