Doa Qunut di Jepang dan Australia Dibaca Sejak Awal Ramadhan
Sabtu, 6 September 2008 | 20:02 WIB
Meski keutamaan doa qunut di akhir rakaat shalat witir pada paruh kedua bulan Ramadhan masih menjadi perdebatan (khilafiyah) diantara para ulama di Indonesia, namun di beberapa masjid di Jepang dan Australia, doa qunut malah dibaca sejak awal Ramadhan.
Demikian dalam “pengajian online” yang diasuh oleh KH Arwani Faishal, Jum’at (5/9) lalu. Peserta pengajian dari Jepang dan Australia menceritakan, shalat tarawih dan witir serta doa qunut di sana dipimpin oleh imam dari Timur Tengah.<>
Pengajian online diadakan oleh NU Online setiap Selasa dan Jum’at pukul 16.00-17.45 WIB. Beberapa kitab karya ulama Nusantara menjadi rujkuan utama, antara lain Kasyifatus Saja,Nihayatuz Zain dan Tafsir Imam Nawawi karya Imam Nawawi Banten, Mauhibah dzil Fadhl karya Syeikh Mahfudz Termas, dan Sirajut Thalibin dan Manahijul Imdad karya Syeikh Ihsan Jampes Kediri.
Jainuri, peserta pengajian yang berada di masjid Tsukuba Jepang, menceritakan, doa qunut di sana sudah dibaca sejak awal Ramadhan, yakni setelah i’tidal pada rakaat terakhir shalat witir. M. Noer di Melbourne Autralia, juga bercerita bahwa di Australia juga melakukan hal yang sama.
Kiai Arwani menjelaskan, keberadaan doa qunut dalam shalat subuh dan shalat witir masih diperdebatkan di kalangan ulama. Bagi beberapa ulama, doa qunut subuh dan witir bukanlah suatu kesunnahan (keutamaan) dan mereka memilih untuk tidak melakukannya.
Sementara sebagaian ulama lainnya, seperti juga diikuti oleh kalangan pesantren dan warga NU (Nahdliyyin) di Indonesia adalah sunnah dilakukan pada akhir rakaat shalat subuh dan shalat witir pada paruh kedua bulan Ramadhan.
Soal doa qunut sejak awal Ramadhan, Kiai Arwani menambahkan, dalam beberapa kitab dujukan belum ditemukan adanya kuntunan itu.
“Mungkin saja qunut yang dijerjakan di sana adalah qunut nazilah atau doa qunut yang dibaca saat penduduk setempat berasa mendapatkan musibah, karena memang di sana Muslimnya minoritas, lalu dalam perjalanannya itu dianggap sebagai qunut witir,” kata Kiai Arwani.
Ditanyakan juga soal shalat witir tiga rakaat yang dikerjakan dengan satu salam. Berdasarkan tuntunan yang ada, shalat witir dengan tiga rakaat yang dikerjakan dengan satu salam tidak memakai tahiyat awal, namun peserta pengajian dari Jepang mengeluhkan, pada imam di sana mengerjakannya dengan tahiyat awal.
Kiai Arwani menyarankan umat Muslim di perantauan, untuk beberapa cara ibadah yang “aneh” dan tidak dikerjakan di tanah air atau ditemukan dasar hukumnya di beberapa kitab rujukan, lebih baik diadakan dialog atau diskusi dengan para imam setempat untuk memeroleh pemahaman bersama.
Bengajian online pada Jum’at sose itu sedianya hanya membincang soal puasa namun para peserta menanyakan berbagai persoalan masing-masing yang keluar dari pembahasan puasa.
Pengajian online diikuti oleh para peserta dari berbagai daerah di Jawa, Sumatera dan Sulawesi, serta para peserta dari luar negeri seperti Jepang, Australia, Malaysia, Maroko, Pakistan dan Mesir. Peserta dari luar negeri umumnya adalah imigran dan pelajar asal Indonesia. (nam)