Abdul-Warit Muhammad Ali, editor Darul Kutub Al-Ilmiyah Beirut, Lebanon dinilai sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus pembajakan karya ulama Nusantara, Sirajut Thalilibin.
Nama Syekh KH Ihsan bin Dahlan dari Jampes Kediri, atau dikalangan pesantren dikenal dengan Kiai Ihsan Jampes diganti syekh Ahmad Zaini Dahlan Al-Hasani Al-Hasyimi Al-Maki. Abdul-Warit juga melakukan perubahan lainnya dalam kitab itu.<>
”Selain penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah Beirut, Lebanon, editornya paling bertanggungjawab atas pembajakan ini. Kita sudah melakukan upaya menghubungi pihak penerbit dan editornya,” kata Ketua PP LTN Abdul Mun’im DZ di Jakarta, Sabtu (25/7).
Editor dinilai melakukan kesalahan besar karena telah mengganti nama pengarang kitab. ”Apapun alasannya, ini tetap tidak dibenarkan. Apalagi syekh Ihsan Dahlan dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan adalah dua ulama besar yang produktif dalam menulis kitab-kitab keislaman. Penggantian ini sangat tidak menghargai mereka,” kata ketua lajnah di NU yang membidangi penelitian, penerbitan dan infomedia itu.
Wakil Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sadid Djauhari mengatakan, menjadi editor penerbitan kembali kitab-kitab klasik di Timur Tengah merupakan profesi yang menjanjikan. ”Banyak sekarang yang ingin menjadi editor atau semacam pen-tahkiq,” katanya.
”Mungkin saja ini kesalahan. Mungkin Abdul-Warit Muhammad Ali tidak tahu daerah Kediri dalam nama Syekh Ihsan bin Dahlan Al-Kadiri itu dimana, jadi lalu dikarang saja. Nah karena sama ada Dahlan-nya jadi dianggap Syekh Ahmad Zaini Dahlan,” kata pengasuh Pondok Pesantren As-Sunniyah, Kencong, Jember ini.
Menurut Ahmad Zaini Dahlan sendiri yang dicatutkan namanya sebagai pengarang sirajut Thalibin adalah seorang ulama besar di Makkah. Ia juga adalah guru beberapa ulama terkemuka di Indonesia. (nam)