Warta

Gus Dur Deklarasikan Komite Bangkit Indonesia

Jumat, 23 November 2007 | 10:55 WIB

Surabaya, NU Online
Komite Bangkit Indonesia (KBI) melebarkan sayapnya ke daerah. Gerakan yang dipimpin Dr Rizal Ramli itu secara resmi masuk Jawa Timur, Kamis (22/11) kemarin. Istimewanya, pendeklarasian KBI Jatim yang digelar di Convention Hall, Jalan Arif Rahman Hakim, Surabaya, itu, dilakukan Ketua Umum Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari itu menilai, pembentukan KBI dibutuhkan untuk menyikapi kondisi pembangunan bangsa yang kini dalam kondisi yang masih terpuruk. Menurutnya, saat ini, bangsa Indonesia sedang menghadapi masa depan yang sangat berat.<>

Pembangunan Indonesia yang sedang dijalankan, dinilai sangat bertele-tele dan arahnya tidak jelas. “Kita menempuh arah pembangunan yang bertele-tele. Kita sangat bergantung kepada orang lain,” katanya.

Gus Dur menilai, untuk keluar dari kondisi tersebut, diperlukan adanya gebrakan yang bisa mengarahkan pembangunan ke arah yang lebih pasti. Menurut mantan Ketua Umum Pengurus Besar NU, saat ini, ada tokoh yang layak untuk didorong menjadi pemimpin bangsa yang benar.

Hanya, Gus Dur tidak mau menyebutkan siapa tokoh bangsa yang dimaksud. ”Saya tidak mau menyebut nama,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Gus Dur mengelak jika pembentukan KBI bertujuan untuk menggalang kekuatan menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. ”Ini tidak ada urusannya dengan pemilu,”katanya.

Sementara itu, Ketua Umum KBI, Dr Rizal Ramli, menandaskan bahwa bangsa Indonesia telah lama merdeka. Namun, kemerdekaan ini tidak dibarengi dengan kebangkitan dan peningkatan kesejahteraan mayoritas bangsa.

Indonesia, lanjut Rizal Ramli juga disebut-sebut sebagai negara paling demokratis, namun demokrasi ini belum bisa membawa manfaat konkret bagi kesejahteraan rakyat dan kebangkitan bangsa. ”Inilah yang menjadi tugas kita mengubah demokrasi prosedural menjadi demokrasi substansial yang bermanfaat untuk kemakmuran rakyat,” katanya.

Menurutnya,kondisi Indonesia saat ini, jauh tertinggal oleh negara- negara lain di Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan China. Hal tersebut terjadi karena sikap para pemimpin nasional yang feodal. “Bersikap feodal berarti minta dilayani. Padahal, pemimpin sejatinya harus melayani,” tandasnya.

Ketertinggalan juga disebabkan sistem ekonomi Indonesia yang mengikuti Washington Consensus. Akibatnya, perekonomian selalu didikte pihak Barat. ”Dari seluruh negara di dunia ini, hanya ada dua negara, Indonesia dan Filipina yang mengikuti Washington Consensus. Dua-duanya, perekonomiannya kacau balau,” katanya.

Untuk mengatasi kondisi ini, menurutnya, tak ada jalan lain selain meretas jalan baru yang antikolonialisme dan feodalisme. ”Jadi, saya tekankan, yang terpenting adalah jalan baru. Siapa pun yang jadi presidennya,” pungkasnya.

Selain Gus Dur dan Rizal Ramli, sejumlah tokoh lainnya yang hadir, di antaranya budayawan Franky Sahilatua, Wakil Wali Kota Surabaya Arif Afandi, dan Ketua Komite Bangkit Indonesia Komarudin Watumbu. (snd/sbh)


Terkait