Warta

Gus Dur: Presiden Penakut, Menag Langgar Konstitusi

Senin, 26 November 2007 | 12:09 WIB

Jakarta, NU Online
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sekali lagi melontarkan pernyataan keras. Ia menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden penakut. Gus Dur juga menyebut Menteri Agama (Menag) Maftuh Basyuni telah melanggar konstitusi negara.

Presiden ke-4 RI itu mengatakan hal tersebut menyusul pencekalan intelektual Muslim asal Mesir, Nasr Abu Zayd, saat akan menjadi narasumber pada Seminar Internasional Islam di Malang, Jawa Timur, Selasa (27/11). Pencekalan itu dilakukan oleh penyelenggara acara atas perintah Menag.<>

Menurut Gus Dur, pencekalan itu jelas telah melanggar hak kebebasan berbicara yang telah dilindungi hukum atau Undang-Undang Dasar 1945. “Itu yang dilanggar oleh Menteri Agama. Itu terjadi karena presidennya juga penakut. Tulis aja seperti itu, nggak usah ditutup-tutupi,” tegasnya.

Ia menyatakan itu saat berdialog dengan Nasr Abu Zayd di Kantor The Wahid Institute, Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta, Senin (26/11). Hadir juga dalam kesempatan itu, Cendekiawan Muslim Dawam Rahardjo, Rohaniawan Beny Susetyo Pr, dan putri Gus Dur , Yenny Zannuba Wahid.

Pada dialog itu, Gus Dur juga menyayangkan ketidaktegasan Presiden Yudhoyono dalam menyikapi munculnya sejumlah aliran sesat yang marak belakangan ini. Ia mencontohkan heboh kasus aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang difatwa sesat oleh Majelis Ulama Indonesia beberapa waktu lalu.

“Kesalahan Presiden, mengatakan akan mengikuti keputusan MUI (terkait Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Red). Presiden kok tunduk pada MUI. Harusnya, kan menjaga konstitusi, melindungi setiap hak warga negara,” urai Gus Dur yang juga mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Selain itu, ia mengungkapkan, seharusnya keberadaan MUI tidak diposisikan di tempat paling atas, seolah-olah sangat istimewa. Menurutnya, perannya begitu besar dalam menilai sesuatu, sementara keberadaannya sangat minoritas.

“MUI itu jangan diposisikan terlalu tinggi. Apalagi keberadaannya minoritas juga,” pungkas Gus Dur.

Sementara, Abu Zayd mengaku kecewa atas pencekalan yang dilakukan terhadap dirinya. Padahal, kata dia, surat kesediaannya untuk berbicara pada acara tersebut telah dilayangkan 6 bulan sebelum acara itu digelar. “Kalau memang mau melarang, seharusnya dilarang dari dulu,” tandasnya.

Surat pelarangan terhadap Abu Zayd diterima setelah dirinya tiba di Surabaya, Minggu (25/11).

Direktur Perguruan Tinggi Islam Departemen Agama (Depag) Abdurahman Mas’ud beralasan, seperti dilansir The Jakarta Post (Senin, 26/11), pelarangan itu karena Depag mendapat tekanan dari pihak yang menamakan diri masyarakat dan organisasi Islam.

Abu Zayd juga batal memaparkan pemikirannya pada Konferensi Tahunan Kajian Islam di Pakanbaru, Riau yang dibuka Menag, Rabu (21/11/2007). Pembatalan ini setelah MUI Riau menolak Abu Zayd memaparkan pemikirannya di forum itu.

Abu Zayd adalah pemikir Islam asal Mesir yang memperkenalkan metode pengkajian Al-Quran dengan pendekatan hermeneutika. Karena pemikirannya itu, Abu Zayd difatwa sesat oleh Mufti Mesir. Nasr Hamid Abu Zayd lahir di Tantra, Mesir 7 Oktober 1943. Pendidikan tinggi, dari S1 sampai S3, jurusan sastra Arab, diselesaikannya di Universitas Kairo, tempatnya mengabdi sebagai dosen sejak 1972.

Ceritanya bermula di bulan Mei 1992. Abu Zayd mengajukan promosi untuk menjadi guru besar di Fakultas Sastra Universitas Kairo. Beserta berkas yang diperlukan ia melampirkan semua karya tulisnya yang sudah diterbitkan. Enam bulan kemudian, 3 Desember 1992, keluar keputusan: promosi ditolak. Abu Zayd tidak layak menjadi profesor, karya-karyanya dinilai kurang bermutu, bahkan menyimpang dan merusak karena isinya melecehkan ajaran Islam, menghina Rasulullah SAW, meremehkan Al-Quran, dan menghina para ulama salaf. Abu Zayd protes.

Pada 10 Juni 1993 sejumlah pengacara, dipimpin oleh M Samida Abdushshamad, memperkarakan Abu Zayd ke pengadilan Giza. Pengadilan membatalkan tuntutan mereka pada 27 Januari 1994. Namun, di tingkat banding tuntutan mereka dikabulkan. Pada 14 Juni 1995, dua minggu setelah Universitas Kairo mengeluarkan surat pengangkatannya sebagai profesor, keputusan Mahkamah al-Isti'naf Kairo menyatakan Abu Zayd telah keluar dari Islam alias murtad dan, karena itu, perkawinannya dibatalkan. Ia diharuskan bercerai dari istrinya (Dr Ebtehal Yunis), karena seorang yang murtad tidak boleh menikahi wanita muslimah. Abu Zayd mengajukan banding.

Pada 23 Juli 1995, bersama istrinya, Abu Zayd terbang pergi ke Madrid, Spanyol, sebelum akhirnya menetap di Leiden, Belanda, sejak 2 Oktober 1995 sampai sekarang. Mahkamah Agung Mesir pada 5 Agustus 1996 mengeluarkan keputusan: Abu Zayd dinyatakan murtad dan perkawinannya dibatalkan. (rif)


Terkait