Penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, membuat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berang. Mantan presiden RI itu menilai, aksi sekelompok organisasi kemasyarakatan Islam itu dilakukan merupakan akibat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa Ahmadiyah aliran sesat.
"Sudah, tangkap saja MUI itu, walaupun dia orang NU (Nahdlatul Ulama), apa itu FPI," tegas Gus Dur. Ia menyampaikan hal itu pada diskusi bertajuk ‘Evaluasi Toleransi Beragama dalam Pemerintahan SBY-JK’ di Radio 68h, Utan Kayu, Jakarta, Sabtu (22/12).<>
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar NU mendesak kepada pemerinta agar berani menyatakan bahwa tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama itu melanggar undang-undang. "Kalau yang lain dikatakan sesat, berarti semua itu sesat, karena itu SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) penakut," katanya.
Gus Dur mengatakan, menyelesaikan kekerasan mengatasnamakan agama harus dilakukan dari atas, karena organisasi seperti Front Pembela Islam (FPI) saja didirikan oleh 4 orang Jenderal. "Bagaimana sekelas Kapolres dan Kapolsek berani menangkap FPI, pendirinya saja 4 Jenderal," pungkasnya.
Sebanyak 14 rumah dan satu musala Al-Hidayah milik jemaah Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, rusak ringan dan berat setelah diserang kelompok ormas Islam Kuningan yang tergabung dalam Kompak (Koalisi Muslim Kabupaten Kuningan), Selasa (18/12) siang sekira pukul 13.00 WIB.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Eksekutif Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Gumar Gultom, mengungkapkan, sebanyak 108 geraja di Indonesia ditutup selama pemerintahan dipimpin Presiden Yudhoyono. "Pemerintah, dalam hal ini, seolah tinggal diam dalam menangani kasus kekerasan agama," katanya.
Selain itu, kata Gumar, aparat cenderung menangkap orang-orang yang dianggap sesat, bukan orang atau kelompok yang merusak atas nama agama. "Kekerasan agama masih berlangsung karena penegakan hukum kurang dan adanya fatwa dari organisasi-organisasi tertentu," jelasnya.
Menurutnya, kalau kejadian ini terus berlangsung dikhawatirkan sendi-sendi kebangsaan tidak bisa ditegakkan. (rif)