Jakarta, NU Online
Mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Salahuddin Wahid, yang akrab dipanggil Gus Solah, berharap konflik di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak melahirkan partai baru.
"Menurut saya, sebaiknya tidak usah bikin partai baru. Kyai yang kemarin dulu ikut konflik ini agar kembali, sehingga lebih konsentrasi pada pendidikan," kata Gus Solah saat ditemui di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Veteran, Jakarta, Senin (28/8).
<>Menurut dia, konflik PKB sudah selesai dengan adanya keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi Ketua Umum PKB versi muktamar Surabaya, Choirul Anam dan menyatakan muktamar Semarang sah."Itu sudah selesai kalau menurut saya, karena kalau mau mengajukan PK (peninjauan kembali-red), kan harus ada bukti baru," ujarnya.
Adik kandung mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menambahkan, sebaiknya pihak yang menang dapat merangkul pihak yang kalah untuk membangun kembali PKB.
Gus solah menjelaskan perpecahan di tingkat bawah memang terjadi, terutama di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, terdapat kepengurusan ganda di beberapa kota dan provinsi.
"Ada kepengurusan yang tidak berakar, tapi ada juga yang berakar. Nah, yang punya akar ini yang perlu didamaikan," ujarnya.
Gus Solah datang ke KPK untuk bertemu dengan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Erry Ryana Hardjapamekas, guna membicarakan kemungkinan kerjasama pendidikan antikorupsi antara KPK dan pondok pesantren Tebu Ireng di Jawa Timur yang dipimpinnya.
Pada 24 Agustus 2006, majelis hakim agung menolak permohonan kasasi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) versi muktamar Surabaya, Choirul Anam.
Putusan tersebut dijatuhkan oleh majelis hakim agung yang diketuai oleh Achmad Sukardja dan beranggotakan Harifin A Tumpa serta Abdurrahman. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai muktamar Semarang sudah sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PKB.
Penyelenggaraan suatu muktamar, menurut majelis, bukan "an sich" untuk umum tapi untuk Dewan Pengurus Partai (DPP), sehingga sah atau tidaknya suatu muktamar bukan tergantung pada siapa penyelenggaranya tetapi pada siapa yang mengikuti muktamar tersebut.
Muktamar Semarang dinilai sah karena diikuti oleh pengurus cabang dan pengurus wilayah, sehingga sudah sesuai dengan AD/ART.
Gugatan soal keabsahan muktamar PKB di Surabaya diajukan oleh pengurus PKB versi muktamar Semarang, Muhaimin Iskandar, pada 3 Oktober 2005, satu hari setelah berakhirnya muktamar PKB di Surabaya yang memilih Choirul Anam sebagai ketua umum dan Idham Cholid sebagai sekretaris.
Gugatan Muhaimin tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Atas putusan PN Jakarta Selatan itu, Choirul kemudian mengajukan kasasi ke MA. (ant/nam)