Surabaya, NU Online
Konflik tak berujung di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membuat kalangan muda Nahdlatul Ulama (NU) geregetan. Konflik pada partai yang kelahirannya dibidani PBNU tersebut dinilai justru merugikan warga NU sendiri.
"Konflik tak berkesudahan PKB sangat mengganggu umat NU di grassroot. Seharusnya PKB sadar hal itu," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Abdul Malik Haramain di sela-sela Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (28/7).
<>Warga nahdliyyin (sebutan untuk warga NU), kata Malik, tak dapat dipungkiri keberadaannya sebagai basis pendukung terbesar dari partai berlogo bintang dan bola bumi itu, meski PKB menyatakan diri sebaga partai terbuka dengan konstituen beragam.
Warga nahdliyyin, imbuh Malik, adalah pihak yang paling dirugikan atas konflik tersebut. "PKB harus sadar sepenuhnya bahwa konflik internal PKB telah mengganggu soliditas dan menciptakan fragmentasi umat NU di bawah," katanya.
Oleh karena itu, GP Ansor sebagai organisasi berbasis pemuda NU tersebut mendesak kepada dua kubu PKB agar segera mengakhiri konflik. Jika perlu, lanjutnya, PKB bisa meminta penyelesaian konflik tersebut pada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). GP Ansor juga meminta PBNU agar bersedia menjadi failitator sekaligus mediator islah PKB.
"Penyelesaian konflik PKB tidak bisa hanya dari sisi hukum karena tidak dapat menyelesaikan fragmentasi antar-ulama dan umat NU. Karena itu, penyelesaiannya harus menyeluruh melalui jalur islah dengan mediasi PBNU," kata Malik yang juga mantan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia itu.
Malik mengingatkan, meski tidak ada hubungan formal antara PKB dengan NU, namun tak dapat dipungkiri adanya kaitan historis dan emosional antarkeduanya. Lebih-lebih jika menyangkut konstituen. Oleh karena itu, tidak bijak jika NU berlepas tangan atas konflik PKB.
Terkait dengan isu adanya keinginan sejumlah ulama NU mendirikan partai baru, Malik yakin, hal itu merupakan cerminan kekecewaan para ulama terhadap PKB. "Jika islah dapat dilakukan maka wacana partai alternatif tak akan ada," katanya.
Menanggapi seruan Rois Aam PBNU KH Sahal Mahfudh agar ulama tak menyeret NU atau membawa-bawa atribut NU ke dalam politik praktis, Malik menyatakan sepakat sepenuhnya. Namun, lanjutnya, dalam kasus konflik PKB, jika memang peduli pada warganya, ulama dan PBNU justru tak boleh berlepas tangan.
Hal senada juga dikemukakan Ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Idy Muzayyad. Menurutnya konflik PKB harus segera menemukan formula solusi. Bahkan bicara taktis strategis, konflik itu seyogyanya selesai paling lambat pada akhir 2006. "Sehingga partai punya cukup waktu untuk melakukan konsolidasi menghadapi Pemilu 2009. Kalau tidak, maka warga NU yang akan rugi," ungkapnya.
Idy menambahkan, kedua pihak seharusnya mempunyai kesadaran bersama bahwa konflik PKB tidak semata yuridis, tetapi juga politis bahkan psikologis antar-klik dan tokoh NU dan PKB. Faktanya, mengembalikan persoalan kepada persoalan hukum semata ternyata tidak menyelesaikan masalah.
Oleh karena itu, penting dicarikan solusi kompromis yang bisa menguntungkan kedua belah pihak dan tidak mengorbankan kepentingan umat. Secara alamiah, persoalan politik pasti akan menemukan jalan penyelesaian dan titik temunya.
"Tinggal sekarang bagaimana dicarikan formula itu. Tentang bagaimana kongkritnya, para elit PKB dan para tokoh NU saya yakin lebih tahu dan arif dalam melihat masalah. Dan sekaranglah saatnya, sebelum semuanya menjadi terlambat. PBNU sebagai 'tenda besar' tampaknya harus diberi peran sebagai 'juru damai'," tambahnya.
Sementara itu Ketua PBNU Ahmad Bagdja mengaku banyak pihak yang berharap PBNU mengambil langkah untuk mendamaikan konflik PKB. Persoalannya, kata Bagdja, PBNU tak mempunyai landasan untuk melakukan hal itu.
"Jadi, persoalannya bukan mau atau tidak mau. PBNU tidak berani mengambil langkah karena itu justru akan melanggar aturan NU sendiri," kata Bagdja seraya menjelaskan bahwa NU telah memutuskan untuk tidak terlibat dalam urusan politik praktis, termasuk urusan partai. (rif)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
6
Cerita Rayhan, Anak 6 Tahun Juara 1 MHN Aqidatul Awam OSN Zona Jateng-DIY
Terkini
Lihat Semua