Hasil rukyatul hilal atau pengamatan bulan sabit untuk penetapan awal bulan Maulid atau Rabiul Awal 1431 H yang diadakan pada 29 Shafar, Ahad (14/2) lalu, mengukuhkan hasil hisab (perhitungan) dalam almanak PBNU yang menetapkan awal bulan jatuh pada 16 Februari 2010.
Tim rukyat Lajnah Falakiyah di berbagai daerah, seperti disampaikan Ketua lajnah Falakiyah PBNU KH Ghazalie Masroeri, tak satu pun melaporkan berhasil melihat hilal, sehingga berdasarkan kaidah istikmal bulan Shafar digenapkan menjadi 30 hari, dan tanggal 1 Rabiul Awal ditetapkan jatuh pada Selasa, 16 Februari 2010 kemarin. Penetapan ini berbeda satu hari dengan kalender pemerintah yang menetapkan 15 Februari 2010.<>
“Tidak satu pun daerah yang melaporkan berhasil melihat hilal. Jadi persis seperti dalam Almanak PBNU, awal bulan Rabiul Awal jatuh pada hari Selasa,” kata Kiai Ghazalie dihubungi NU Online, Rabu (17/2).
Hasil hisab Lajnah Falakiyah yang diterbitkan dalam almanak PBNU menunjukkan pada Ahad petang ketika matahari terbenam hilal baru berada 0047’18” di atas ufuk, berarti belum memenuhi kriteria imkanurrukyah atau tidak mungkin bisa dilihat oleh manusia di bumi.
Perbedan penetapan awal bulan ini sudah diprediksi sebelumnya karena NU dan pemerintah memakai criteria penetapan awal bulan berbeda. Pemerintah mengacu pada almanak yang menggunakan data hisab dengan kriteria wujudul hilal asal hilal sudah di atas ufuk, sementara NU selain menggunakan hisab dengan kriteria imkanurrukyah juga mengharuskan adanya ujian di lapangan yang disebut dengan rukyatul hilal.
Terkait perbedaan ini pihak Lajnah Falakiyah kembali mengungkapkan harapa agar pemerintah dapat melakukan rukyatul hilal setiap bulan, seperti dilakukan oleh NU untuk menguji akurasi data hisab yang ada. Rukyatul hilal dalam astronomi adalah bagian dari observasi untuk menguji kebenaran data yang ada.
Sementara ini pemerintah melalui Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama tidak konsisten menggunakan rukyatul hilal karena hanya melakukan rukyat untuk penetapan awal Ramadhan, Syawal dan belakangan juga untuk Dzulhijjah.
“Kami memandang rukyat nasional setiap bulan ini perlu. Saya pernah mengatakan dalam suatu rapat sidang itsbat (penetapan awal bulan) bahwa para ahli hisab yang sekarang ada ini akan mandek kalau tidak mau mengadakan observasi karena puas dengan yang instan,” katanya. (nam)