Pemerintah Indonesia dan Suriah sepakat mendorong Dewan Keamanan (DK) PBB mengeluarkan resolusi baru yang lebih efektif untuk menghentikan serangan Israel ke Jalur Gaza, Palestina.
"Kalau resolusi tidak berjalan, maka perlu resolusi yang lebih keras, yang secara hukum mengikat dan bisa menghentikan pertempuran yang dilanjutkan dengan gencatan senjata," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat jumpa pers bersama Perdana Menteri Suriah Muhammad Naji Otri di Istana Merdeka Jakarta, Senin (12/01).<>
Sebelumnya, kedua kepala pemerintahan itu melakukan pertemuan bilateral sekira satu jam untuk membicarakan upaya peningkatan hubungan kerja sama kedua negara dan mendiskusikan permasalahan krisis di Gaza.
Presiden mengatakan, dirinya merasa kecewa karena resolusi DK PBB nomor 1860 sampai saat ini tidak dilaksanakan pihak-pihak yang terkait pertempuran di Gaza.
Presiden menambahkan, jika resolusi baru itu nantinya juga tidak menghentikan kekerasan dan krisis di Gaza, maka Indonesia akan mengusulkan agar PBB segera melakukan pertemuan darurat seraya bekerja paralel dengan DK PBB untuk menghentikan serangan Israel.
PM Otri menyetujui usulan Presiden Yudhoyono agar PBB membuat resolusi baru yang lebih efektif untuk menghentikan serangan itu.
"Kami sepenuhnya mendukung usulan Presiden Yudhoyono, bila resolusi Dewan Keamanan PBB itu tidak juga dipatuhi Israel sebaiknya dibuat resolusi baru yang lebih efektif yang lebih mendorong dan dapat memaksa Israel menghentikan serangan-serangannya," kata PM Otri.
Namun, PM Otri mengaku pesimis kalau Israel akan menaati resolusi DK PBB itu, karena selama ini Israel selalu menolak menaati resolusi-resolusi yang telah dikeluarkan PBB.
"Israel sebelumnya juga telah membangkang sejumlah resolusi-resolusi yang berkaitan penarikan mundur pasukannya dari wilayah yang diduduki. Jelas, Israel adalah negara teroris yang membangkang hukum ditinjau dari berbagai segi. Kita harapkan masalah ini dapat diselesaikan dengan segera," kata PM Otri.
Otri juga mengajak bangsa-bangsa Arab dan dunia Islam bersatu menghadapi Israel dengan mengupayakan perdamaian di kawasan itu dan mendesak Israel untuk mengembalikan wilayah yang telah dirampasnya.
"Perdamaian berarti mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya dan mengembalikan wilayah-wilayah yang diduduki kepada pemiliknya dan menarik mundur pasukan dari wilayah yang diduduki sampai perbatasan sebelum tahun 1967. Hak mendirikan negara bagi bangsa Palestina di atas tanah negerinya sendiri dengan Ibukota Yerusalem juga harus diberikan," tegas Otri. (ant/rif)