Warta

Ja’far Hasibuan Berlatih Istiqamah, Melawan Malas dan Bosan

Ahad, 19 Februari 2012 | 05:13 WIB

Ja’far Hasibuan Berlatih Istiqamah, Melawan Malas dan Bosan

Ja’far Hasibuan

Jakarta, NU Online
Sepuluh ayat awal surah Nun dilantunkan Ja’far Hasibuan di aula PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Jumat malam (17/2). Kontan hadirin sekira 50 orang yang ada di ruangan lantai 5 itu terdiam. Telinga mereka menyimak suara emas pemenang  M TQ tingkat internasional yang berlangsung di kota Qum, Iran (3-15/2).
 
Ja’far didaulat membacakan ayat suci Al Quran dalam acara penyambutan PBNU kepada delegasi yang dikirim Jam’iyyatul Qurra’ wal-Hufaz (JQH-NU). Hadir pada kesempatan itu, Katib Aam Syuriyah PBNU KH Malik Madany, Ketua Umum JQH-NU KH Muahaimin Zen, anggota JQH dan sejumlah pengurus lembaga, lajnah, dan banom PBNU.
<>
Sejak usia tujuh tahun, Ja’far memang sudah bercita-cita menjadi seorang qori. Tapi sayang, di tanah kelahirannya kampung Silanggatab, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera utara, tak satu orang pun guru seni baca Al-Quran. Tapi, karena terlanjur suka, ia belajar dengan cara sendiri, mendengarkan suara emas qori masyhur Muammar ZA melalui kaset.

“Saya sering mendengarkan Muammar ZA, kemudian meniru-nirukan suaranya,” ungkapnya, ketika berbincang dengan NU Online, selepas acara.

Usia sebelas tahun, Ja’far ikut kejuaraan MTQ kecamatan kategori anak-anak. Tapi belum berhasil. Kemudian tahun berikutnya ikut lagi, gagal juga. Menginjak remaja, ia sempat ikut MTQ kabupaten, kali ini pun juara tak diraihnya.

Setamat SLTP, Ja’far melanjutkan sekolah di Madarasah Aliyah Al-Washliyah Medan. Kecintaanya kepada seni baca Al-Quran, mulai menemukan titik terang. Ia bertemu guru yang mumpuni, faham tajwid, dan fasih bacaannya. Ia bersama adiknya, Darwin Hasibuan, belajar kepada guru tersebut.

Usaha keras bertahun-tahun kakak beradik itu membuahkan hasil. Ja’far mendapat  juara III  MTQ nasional 2011 di Banjarmasin. Di tahun yang sama, Darwin Hasibuan, malah  juara I MTQ internasional di Iran.

Baru di tahun 2012, Pengurus Wilayah JQH-NU Sumatera Utara ini, menyusul prestasi sang adik. Ia juara I pada MTQ internasional yang juga diselenggarakan di Iran, menyisihkan peserta dari 30 negara lain.

Menurut Ja’far, kendala seorang qori itu adalah malas dan bosan, “Kadang-kadang kita timbul rasa bosan dan malas. Karena lagu itu kan terus berulang,  rasanya kok ini-ini aja, sering dialami. Malas itu biasa. Tapi harus dipaksakan,”  ujar salah pengajar qori di pesantren Darul Arofah Medan ini.

Selain itu, lanjut lulusan Universitas Islam Sumatera Utara jurusan Pendidikan Islam ini, seorang qori tidak boleh makan sembarangan. Untuk menjaga kualitas suara,  Ja’far selalu  makan teratur, menghindari rokok dan makanan berminyak. Juga rajin berolah raga.

Pria kelahiran 1980 ini belum puas dengan hasil yang dicapai. “Nggak puas. Itu ilmu, kan? Insya Allah kalau ada peluang di negara lain, apakah di Mesir atau di Arab Saudi, saya akan ikut lagi,” ungkapnya. 

Ia menyarankan kepada qori-qoriah pemula di Indonesia untuk tetap semangat berlatih dan penuh kesabaran, “Menjadi seorang qori itu memerlukan waktu yang panjang. Kemudian memerlukan pengorbanan, dan melawan rasa malas dan bosan. Kemudian istiqomah latihan. Dan kegagalan itu biasa. Jangan menyerah. Perbanyak guru!” sarannya. 
 


Redaktur: Mukafi Niam
Penulis   : Abdullah Alawi


Terkait