Kang Said: Kita tidak Menghendaki yang Liberal, tapi Rasional
Jumat, 6 Oktober 2006 | 13:37 WIB
Jakarta, NU Online
Sebenarnya hal-hal yang bersifat qoth’i atau tidak bisa diperdebatkan dalam Islam hanya sekitar lima persen. Pihak-pihak yang mengaku berfikir kritis dan rasional tidak perlu memperdebatkan yang lima persen ini.
Demikian dikatakan Ketua Pengerus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siradj saat memberi pengajian sesi kedua kitab Manahijul Imdad karya ulama besar Indonesia Kiai Ihsan Jampes Kediri, di Ruang NU Online, Lt. V gedung PBNU dan bisa diikuti secara online di akun yahoo messenger pbnu_online, Jum’at (6/10), menjelang buka puasa.
<>Kang Said, panggilan akrab KH. Said Aqil Siradj, menyontohkan lima persen yang qoth’i itu seperti melaksanakan shalat, menutupi aurat, atau 13 dalam al-Qur’an item yang tidak boleh dimakan seperti bitatang yang tidak disembelih, darah, dan daging babi.
“Yang hanya 5 persen saja itu tolong jangan-diutik-utik lah! Yang 95 pesen di situlah wilayah ijtihad, silahkan diperdebatkan,” kata kang Said.
Mekanisme penyelenggaraan negara atau kerajaan, misalnya, atau cara menegakkan musyawarah apakah dengan pemilu atau tidak, atau apakah ada negara Islam atau tidak silahkan diperdebatkan. “Karena di al-Qur’an tidak mengharuskan seperti itu,” kata Kang Said.
Contoh lima persen yang yang lain, lanjut Kang Said, yakni tidak diperbolehkannya perempuan muslim dengan laki-laki non muslim. “Ini nash al-Qur’an, kalau ada nash saya ngga berani,” katanya.
“Nanti ada yang ngomong bahwa yang qoth’i itu kan produk ulama, manusia juga, berarti dzonni (bisa diperdebatkan) juga. Wah itu terlalu liberal. Kita tidak menghendaki liberal tapi rasional, semua agama kita pahami dengan akal, minimal hikmahnya, minimal maksud-maksud disyariatkannya suatu perintah,” kata Kang Said.
Namun demikian, lanjut Kang Said, selama masih tetap belajar dan berproses orang akan menemukan kebenaran. “Pada akhirnya yang terlalu liberal itu akan memperoleh kebenaran. Ngga apa apa lah kalau masih muda nakal, kalau sudah tua nakal itu yang bahaya,” katanya.
Dihukumi Kafir
Saat itu pengajian kitab Manahijul Imdad sampai pada pembahasan seputar persoalan iman. Dikatakan, siapa saja yang dalam hatinya menyatakan beriman namun tidak pernah memperlihatkannya kepada orang lain padahal dia tidak berhalangan atau cacat maka dia tetap dihukumi kafir. Kang Said mencontohkan beberpa kasus yang terjadi di Indonesia.
“Ngaji itu harus ada yang keras begini. Kalau kendor semua ya jadinya berantakan. Dalam agama ada azimah atau yang tegas dan ada rukhshoh atau kemurahan. Kalau semua rukhsoh, wah jadi berantakan. Kalau semua azimah ya serem,” kata Kang Said. (nam)