Jakarta, NU Online
Sebagai ormas Islam, tugas Nahdlatul Ulama (NU) bukan hanya memperjuangkan tegaknya akidah dan syariat Islam atau menjaga tradisi keagamaannya, tetapi juga membangun tatanan masayarakat yang moderat, ummatan wasathan.
“Kita juga berjuang agar nahdliyin menjadi umat yang mutamaddin, atau cerdas dan berkualitas dalam kehidupannya, menyangkut etika, estetika, sadar, berdisiplin dan lainnya,” kata KH Said Aqil Siradj kepada NU Online, di Jakarta, Jum’at (29/2).
<>Doktor lulusan Universitas Ummul Qura Makkah ini menjelaskan terdapat dua aspek dalam pencapaian tamaddun atau perabadan, yaitu menyangkut aspek tsaqofah dan hadharah.
Tsaqofah adalah wacana intelektual yang sudah menjadi warna masyarakat, yaitu umat yang cerdas, berpendidikan, dan intelek. Jika telah berjalan ratusan tahun, maka tsaqofah akan menjadi hadhoroh atau budaya. “Kalau sudah demikian, sampai kapan pun, tak akan bisa hilang, tak akan bisa berubah,” katanya.
Dikatakannya, tak semua wacana dan pemikiran bisa menjadi sebuah acuan dan perilaku masyarakat. Ia mencontohkan, pemikiran Imam Al-Ghazali lebih berhasil dan menjadi warna umat daripada Ibnu Sina.
“Beliau sukses mensinergikan syariat dan hakikat, antara teks dan akal, filsafat-mantik Yunani dan ushul fikh, mengerem pengaruh Aristoteles supaya ada keseimbangan dengan syariah Islam,” tambahnya.
Sampai sekarang, pemikiran Al-Ghazali masih diaplikasikan oleh umat Islam di seluruh dunia. Meskipun ada yang berbeda pendapat, tetapi tetap saja menjadi salah satu narasi yang selalu dibicarakan di wilayah ilmiah.
“Gabungan antara tsaqofah dan hadhoroh atau aspek hidup yang berkualitas ini dinamakan tamaddun. Masayarakatnya dinamakan mutamaddin. Makanya Rasulullah SAW mengganti nama Yasrib menjadi Madinah, kota yang berbudaya, yang dapat pencerahan,” katanya.
Meskipun konsep pertama tamaddun datang dari Rasulullah, sayangnya, yang menerapkan saat ini adalah Barat, dengan masyarakatnya yang aman, tenteram, damai, dan disiplin.
“Artinya apa, kita ini dalam bidang tsaqofah dan hadharoh jahiliyah, ini sudah sampai pada titik nadhir, seperti yang terjadi di Pakistan, Afganistan, Irak, Somalia. Bangkrut, saling membunuh. Ini artinya kita belum bisa membangun sebagai ummat. Kebersamaan belum bisa. Ini namanya jahiliyah,” tandasnya.
Dijelaskannya, dalam konsep tamaddun Islam akan dilihat seperti dalam ayat "Yaa ayyuhan nasu inna khalaqnakum min dzakariw wa untsa waja'alnakum tsu'ubaw waqobaila litaarofu, inna akromakum indallahu athqokum." Dalam ayat ini tidak disebut muslim, tidak tetapi nas, atau manusia yang litaarofu atau berinteraksi secara positif yang bisa menciptakan ummat yang solid, beradab. Mereka itulah yang akrom, yang mulia.
“Jadi sekarang, yang akrom sebagai bangsa itu Eropa, bukan Irak, bukan Pakistan. Pada soal akidah memang iya, Pakistan, Irak, Palestina paling baik, tapi dari sisi tamaddun, kita jahiliyah,” katanya. (mkf)