Jakarta, NU Online
Jaksa Agung, Abdurrahman Saleh dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiqurrahman Ruki tandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di kantor Kejaksaan RI, Selasa (6/12). Isi dari Mou itu adalah kesepakatan kerjasama antara KPK dan Kejaksaan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dalam acara tersebut, hadir juga anggota Komisi III DPR RI, Kepolisian, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pemberantasan korupsi, termasuk juga Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) PBNU.
Kerjasama dua lembaga negara itu dilakukan sebagai sebuah upaya bersama dalam rangka pemberantasan korupsi. Karena selama ini kedua institusi negara yang punya kewenangan menangani kasus korupsi itu dianggap kurang adanya koordinasi.
Kerjasama itu juga dilandasi keyakinan bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan bersama-sama oleh semua komponen. Jika tidak demikian maka bukan tidak mungkin pemberantasan korupsi akan mengalami banyak kendala.
“Pemberantasan korupsi tidak akan berhasil kalau semua komponen tidak bersatu. Kendalanya sangat banyak, kalau ditangani sendiri tidak akan ada hasilnya,” ungkap Taufiqurrahman Ruki.
Peran KPK, kata Ruki adalah untuk memperkuat komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi. Menurut Ruki, ibarat dalam permainan bola, KPK adalah pemain asing yang berfungsi untuk memotivasi pemain yang lain.
Sementara itu, Jaksa Agung Abdurrahman Saleh membenarkan apa yang disampaikan Ruki. Menurut Abdurrahman Saleh, selama ini ia melihat ada pihak-pihak tertentu (tidak menyebut nama) yang sengaja berusaha untuk mengahalang-halangi baik KPK maupun Kejaksaan dalam mengungkap kasus korupsi.
Karenanya dibutuhkan kekompakan semua semua pihak, tidak hanya institusi pemerintah saja, melainkan semua unsur masyarakat. Jika tidak demikian, maka upaya pemberantasan korupsi akan sia-sia saja.
Lebih lanjut, Abdurrahman menambahkan, dana yang dimiliki Kejaksaan untuk pemberantasan korupsi jika dibandingkan dengan dana yang dimiliki para koruptor sangat jauh. Kalau para koruptor bersatu untuk menghalangi upaya pemberantasan korupsi, maka apa yang dilakukan KPK dan Kejaksaan tidak akan ada hasilnya. Oleh karenanya kekompakan semua pihak, kata Abdurrahman mutlak diperlukan.
Kejaksaan dan KPK selama ini selalu ditempatkan sebagai institusi terdepan dan menjadi harapan masyarakat dalam hal penanganan korupsi. Dengan demikian dalam penanganan perkara korupsi kedua lembaga tersebut mempunyai kewenangan sangat besar. Keduanya sama-sama dapat melakukan penyidikan atas perkara korupsi, menutut terdakwa ke pengadilan serta melaksanakan putusan pengadilan yang bersifat final.
Adanya kewenangan yang sama pada lebih dari satu lembaga berpotensi menimbulkan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas. Selain itu, dalam praktek penegakan hukum selama ini terlihat banyak persoalan yang muaranya pada masalah koordinasi dan komunikasi. Hal itu sudah sejak lama disorot sebagai persoalan penting yang harus disikapi bersama.(rif)