Warta

Keprihatinan Ulama atas Minimnya Literatur

Jumat, 17 Februari 2006 | 11:46 WIB

Moh. Arief Hidayat, Jakarta

Era tahun 80-an, para ulama Nahdlatul Ulama (NU) merasakan keprihatinan atas minimnya literatur yang bisa digunakan sebagai bahan dalam forum bahsul masa’il (pembahasan masalah). Keprihatinan itu muncul setiap kali NU menyelenggarakan bahsul masa’il, baik dalam Munas Alim Ulama maupun Muktamar.

<>

Akhirnya, pada Muktamar ke-28 di Krapyak, Yogyakarta tahun 1984 tercetuslah gagasan untuk mendirikan sebuah perpustakaan NU. Saat itu, ide awalnya masih berupa upaya mendirikan sebuah lembaga yang dapat dijadikan sebagai pusat informasi dan dokumentasi NU.

Hal itu sebagaimana tertuang dalam salah satu hasil Muktamar, yakni Program Umum NU Masa Khidmat 1984-1989; “Merintis pendirian pusat informasi dan dokumentasi keislaman untuk menambah khasanah intelektual dan referensi kajian tentang Islam dalam kehidupan masyarakat yang dinamis melalui perpustakaan-perpustakaan di seluruh jajaran jam’iyah NU.”

Cukup lama gagasan itu mengendap dan tak mampu direalisasikan. Hingga akhirnya, pada awal tahun 1989, NU yang saat itu di bawah kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kemudian melimpahkan amanah Muktamar itu kepada Lajnah—sekarang menjadi Lembaga—Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam).

Berbekal 600 koleksi, baik buku-buku ilmiah tentang NU atau dokumen organisasi, jadilah gagasan itu diwujudkan dalam bentuk Perpustakaan NU. Maria Ulfah Anshor (sekarang Ketua Umum PP Fatayat NU) yang saat itu ditunjuk sebagai direkturnya, mengawali peluncuran Perpustakaan NU dengan menggelar pameran. (bersambung)


Terkait