Pada saat hubungan dunia Islam dan Barat yang fluktuatif, Malaysia menggelar Konferensi Internasional Islam-Barat III (al-Mu’tamar ad-Duwali ats-Tsalits Hawlal-’Alam al-Islami wal-Gharb), Senin (9/6) kemarin, sebagai upaya perbaikan pola pandang dan hubungan antara keduanya.
Konferensi dengan tema ”Menjembatani Potensi Dua Dunia; Islam dan Barat” tersebut diprakarsai oleh Kementrian Luar Negeri Malaysia, bekerja sama dengan Cordova Initiative (Mubadarah Qurthubah) yang berpusat di Amerika Serikat. Konferensi tersebut dihadiri oleh sejumlah cendikiawan dari negara-negara Muslim dan Barat, dan dibuka oleh PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi.<>
Dalam sambutannya, PM Badawi mengatakan bawa ketegangan antara Barat dan Islam yang terjadi selama ini lebih disebabkan karena faktor-faktor politis, utamanya kesalahpahaman persepsi dalam menilai antar keduanya.
”Ketegangan antara Islam dan Barat lebih disebabkan karena faktor geo-politik. Ketegangan itu menjadi lebih buruk sebab dibumbui oleh ”mitos-mitos” dan pemahaman yang salah atas agama,” demikian kata Badawi, seperti dikutip harian terkemuka Timur Tengah, ash-Sharq al-Awshath (10/6).
Badawi juga menambahkan, bahwa agama sama sekali bukan penyebab utama ketegangan Islam dan Barat. Agama sejatinya menjadi jembatan dialog antar peradaban antar keduanya, terlebih lagi bagi tiga Agama Samawi: Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiga agama ini mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan agama-agama lainnya. Sebab, hemat Badawi, ketiganya adalah ”anak turun” Nabi Ibrahim, sama-sama ”lahir” di Timur Tengah, dan mempunyai tradisi yang sambung menyambung dan silih melengkapi.
Baik Yahudi, Kristen, dan Islam sama-sama mewarisi nilai-nilai lurur dan agung dari para Nabi sebelumnya. Dengan keluhuran nilai tersebut, seharusnya ketiga Agama Samawi itu bisa bekerjasama untuk menciptakan kehidupan manusia yang lebih baik.
Sekjen OKI asal Turki, Ekmeleddin Ehsan Oglu, dalam kesempatan tersebut juga menafikan adanya ketegangan antar agama. Oknum-oknum yang muncul dari kelompok pinggiran ketiga agama itulah yang sejatinya menjadi penyebab adanya ketegangan tersebut. Harus bisa dibedakan, antara Kristen dengan Barat, sepertihalnya Yahudi dengan Zionis, dan Islam dengan Arab.
Oglu juga mengkritik sikap Barat yang selama ini selalu bersikap timpang dan ”memandang dengan sebelah mata” atas problematika negara-negara Muslim, dan menilainya sebagai faktor yang turut menambah ketegangan antara Islam dan Barat. Oglu mencontohkan sikap Barat terkait krisis Palestina, Irak, dan Afganistan.
Sementara itu, Pangeran Faishal al-Turki dari Saudi Arabia, menekankan pentingnya sikap dewasa, saling menghormati, dan fair yang harus lebih dikemukakan oleh kedua belah pihak. Sebab, tanpa sikap-sikap tersebut, hubungan antara keduanya mustahil akan berjalan menuju perbaikan.
Masih banyak problem-problem kemanusiaan, seperti kelaparan, kemiskinan, kebodohan, ketimpangan sosial, dan lain sebagainya yang mendesak untuk segera diatasi. Pada titik tersebut, Konferensi Kuala Lumpur kali ini menekankan kerjasama Islam dan Barat, untuk menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan tersebut.
Dari pihak Barat, hadir dalam Konferensi anara lain utusan dari Perancis, Australia, Inggris, dan Spanyol. (atj)