Warta

Kiai NU Tak Ingin Ada ‘Black Campaign’

Senin, 22 Februari 2010 | 00:28 WIB

Malang, NU Online
Rais Syuriyah MWCNU kecamatan Poncokusumo, Malang, KH Masykur Hafidz mengaku gerah dengan sejumlah pernyataan politisi di sejumlah media massa terkait rencana pencalonan pengurus NU sebagai bakal calon wakil bupati Malang. Bahkan beberapa politisi mengatakan NU akan dijual. Ia menganggap, pernyataan itu sebagai gerakan black campaign.

"Pernyataan itu kan menjurus pada salah satu kader NU yang akan dicalonkan, jangan melakukan kampanye hitam begitulah, itu kan tergolong pembunuhan karakter,” tandas Masykur di Malang, Ahad (21/2).<>
 
Dikatakan, yang lebih paham mengenai organisasi NU itu adalah orang-orang NU sendiri seperti kiai, dan  bukan orang dari luar NU. “Saya saja orang NU tidak menyoal kader yang maju kok, orang luar justru komentar, masa tidak malu, mereka itu jadi apa di NU?” tanya dia.
 
Lanjut kiai sepuh ini, selama ini warga Nadhliyin di kabupaten Malang telah mengidamkan seorang kader teruji untuk ikut proses bursa demokrasi pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah, agar kalangan NU mendapat perhatian serius. Menurutnya, jika ada tokoh dari pengurus NU yang maju 2010 nanti, itu bukan semata-mata keinginan pribadi, tetapi didorong oleh tokoh-tokoh kyai NU di tingkat Pengurus Cabang dan MWC yang didasarkan atas kajian yang mendalam.

“Kami sudah merasa menemukan sosok yang paling tepat sebagai wakil NU di pemerintahan, harus kita dukung, dan warga kita minta untuk salurkan aspirasinya,” tandasnya.
 
Ia menambahkan, warga kabupaten Malang, khususnya Nahdliyin sudah dewasa membedakan mana gerakan moral dan mana gerakan politik. Pasalnya, pernyataan politik yang agak panas memang seringkali terpaksa dilontarkan para politisi yang merasa posisinya semakin terancam. “Lha, posisi sudah kepepet, segala cara dilakukan, termasuk ngobok-ngobok dapurnya NU,” sindir  kiai ini.

Wakil Rais Syuriyah PCNU  Kab. Malang, KH Abdul Haq menegaskan, kiai sepuh di kabupaten Malang tidak mau dukungannya dimanipulasi oleh berbagai kepentingan politik, seperti yang sering dirasakan selama ini, sehingga merasa lebih aman jika dukungannya hanya diwujudkan dalam bentuk dukungan moral, karena NU bukan organisasi untuk kaderisasi politisi.

“NU itu bukan sapi perahan politisi. Sekarang tidak bisa diakali lagi, mengarahkan pada kader kita yang satu ini memang sudah teruji kiprahnya,” ujar Kiai Pagelaran ini.
 
Sampai saat ini, tidak ada satu pun partai politik yang berhak mengklaim dirinya harus menjadi saluran aspirasi warga NU. “NU ya NU, Partai politik ya partai politik, tidak ada hubungannya,” pilah dia.
 
Dikatakan, jika para kiai lebih memilih menyalurkan aspirasi jama’ahnya tidak melalui mekanisme partai, seharusnya menjadi bahan renungan bagi para politisi untuk perbaikan kualitas khidmatnya kepada jam’iyyah NU.
 
Secara terpisah, seketaris PCNU Kabupaten Malang, H Abdul Mujib Syadzili yang disebut-sebut sebagai bakal calon wakil bupati mewakili warga Nadhliyin mengatakan, munculnya berbagai statemen itu sebagai hal yang wajar. Namun, diharapkan, politisi tetap menggunakan fatsun politik, mereka agar tidak terjerumus dalam politik hitam. “Etika politiknya digunakan, biar tidak jatuh reputasinya nanti,” imbuh Mujib.
 
Menurutnya, saat ini masyarakat sudah dewasa dalam berpolitik dan sudah saatnya meninggalkan cara-cara lama yang tidak sesuai dengan norma dan budaya luhur bangsa, sehingga tatanan kehidupan masyarakat yang harmoni tidak terganggu oleh hiruk pikuk politik menjelang pesta demokrasi 5 Agustus mendatang. “Warga sudah dewasa, sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk,” tambah Asrendiklat satuan koordinasi Banser Nasional ini. (nam)


Terkait