Keberadaan koperasi pondok pesantren (kopontren) masih berjalan di tempat. Tidak ada perkembangan sebagaimana yang diharapkan. Hal itu akibat kurangnya pembinaan dari badan-badan pembina koperasi tentang tata kelola badan usaha bersama itu.
Demikian diungkapkan, Syamsudin, Kepala Seksi Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Kantor Departemen Agama Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, kepada NU Online di Kantornya, Selasa (15/7) kemarin.<>
Disamping itu, menurut Syamsudin, sebagian besar kopontren belum memiliki badan hukum serta struktur manajemen yang kurang baik. “Dari 160 koperasi pesantren di Kabupaten Brebes, hanya sekitar 10 persen yang berbadan hukum,” ungkapnya.
Padahal, katanya, kopontren mempunyai nilai potensi yang tinggi bila dikembangkan lebih jauh. Sebab, jiwa kewirausahaan santri lebih kuat. “Kalau jutaan santri bergerak membangkitkan ekonomi mikro, maka akan muncul kekuatan ekonomi global,” pungkasnya.
Terbukti, dari 4 pesantren yang telah mendapat sentuhan langsung dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ternyata mampu mengembangkannya dengan baik. “Ada 4 pesantren yang mendapat stimulan dana dari Menteri Koperasi dan UKM dan kini maju dengan pesat,” ungkap Syamsudin.
4 kopontren tersebut, yakni Koperasi Annuriyah (Bumiayu), Koperasi Al Hikmah I dan II (Benda, Sirampog) serta Al-Hasanniyah (Larangan, Brebes). “Al-Hasaniyah bergerak khusus dalam penggemukan sapi sedangkan tiga koperasi lainnya bergerak dalam perbengkelan dan las,” tuturnya.
Kepala Kantor Koperasi dan UKM Kabupaten Brebes, Zaenudin, mengaku telah berupaya melakukan pembinaan di semua koperasi yang ada di Kabupaten Brebes. Sedang untuk kopontren, diakui tidak secara intensif. Pasalnya tidak ada usulan atau sekedar ‘sapaan’ dari pesantren.
“Kalau kami diminta bantuan, staf kami siap siaga untuk melakukan pembinaan. Tapi karena tidak ada usulan, jadi kami belum mengetahui koperasi pesantren mana yang memerlukan pembinaan,” tukasnya. (was)