Jakarta, NU Online
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Ma’ruf Amin mengakui masih ada dai militan, yang mempunyai fanatisme tinggi sehingga kerap terdengar ketika berdakwah menggunakan "ayat-ayat perang", memusuhi kalangan tertentu padahal situasi di tanah air dalam keadaan damai.
Para dai militan dan punya fanatisme berlebihan itu memang harus diberi pemahaman yang tepat, katanya, di Jakarta, Kamis, ketika dimintai tanggapannya seputar komentar Menteri Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan Arab Saudi, Sheikh Saleh bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Al-Seikh bahwa para dai militan di negerinya dapat diperbaiki.
<>Sheikh Saleh sebelumnya bersama rombongan bertemu dengan Menteri Agama, Muhammad Maftuh Basyuni di Jakarta, Selasa, untuk membicarakan berbagai hal, antara lain penyelenggaraan pendidikan swasta dan pemberdayaan dana zakat. Saleh juga mengunjungi PBNU dan mengajak untuk memperkuat Islam sunni.
Juga dibicarakan kerja sama memerangi terorisme dan pendidikan/ pelatihan mengelola zakat, wakaf dan dakwah. Rencananya, realisasi kerja sama tersebut akan dirumuskan dalam bentuk naskah saling pengertian (MOU) bilateral.
Menteri Sheikh Saleh mengatakan, di negerinya para dai memiliki izin dalam berdakwa. Ketika para dai tersebut punya fanatisme berlebihan, maka mereka harus diperbaiki dengan cara mengikuti pendidikan sehingga dapat diluruskan pikirannya. Kalaupun tak dapat diperbaiki lagi, maka dai bersangkutan tak dapat lagi melakukan aktifitasnya.
Perbaiki Dai
Untuk di tanah air, kata Ma’ruf Amin, tak ada lembaga yang ditugasi untuk memperbaiki para dai yang dinilai punya paham "militan". Kendati diakui masih ada dai punya fanatisme dan sampai kini tak ada yang dilarang untuk berdakwah.
Ia setuju jika para dai memiliki persepsi yang sama dalam berdakwah, sehingga dalam pelaksanaanya pun tak keluar dari ketentuan dan koridor ajaran Islam. Namun untuk meniru sepenuhnya seperti di Saudi Arabia, maka hal itu tak mungkin dapat dilakukan.
Yang penting, kata dia, agar dai dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka perlu ada kesamaan langkah antarulama, termasuk MUI. Pola yang digunakan untuk meningkatkan kualitas para dai adalah persuasif edukatif. Dengan demikian, ajakan memerangi kelompok lain menggunakan "ayat perang "dapat dihindari.
"Di Indonesia sekarang tak ada perang, sehingga jangan gunakan "ayat perang" . Itu faham yang salah, misalnya untuk ngebom," ujar Ma’ruf Amin.
Diakui jika dai salah ’menerjemahkan’ ayat maka akan timbul bahaya di tengah masyarakat. "Pahamnya sih tak salah, tapi bisa salah paham," ujar dia.
Mengenai kemungkinan dai tak dipakai atau dinonaktifkan karena punya faham militan, Ma’ruf mengatakan, Indonesia adalah negara yang demokratis. Jika pendekatan kepada para dai dilakukan dengan cara-cara represif maka akan mendapat tantangan. "Itu pasti ditolak," katanya.
Jadi, menurut dia, pendekatan yang tepat adalah persuasif edukatif. Harus ada perbaikan dan penyamaan persepsi sehingga materi dakwah yang disampaikan kepada masyarakat akan memberikan kesejukan dan kedamaian. (ant/mad)