Warta

Malik Haramain: RUU Tanah Berpotensi Gusur Rakyat

Jumat, 11 Maret 2011 | 03:30 WIB

Jakarta, NU Online
Mantan Sekjen PP GP Ansor A Malik Haramain menilai pembahasan RUU Pengadaan Tanah terlalu berpihak pada kepentingan bisnis, ketimbang membela rakyat kecil. Sehingga RUU ini terkesan "disponsori" konglomerat swasta, yang justeru berpotensi menguasai kepemilikan tanah rakyat dengan alasan untuk kepentingan umum.

"Ada kecenderungan membela kepentingan pengusaha, terutama menyangkut aspek bisnis dan komersil. Misalnya terkait pembangunan jalan tol," kata anggota Pansus RUU Pengadaan Tanah dari FPKB DPR RI ini di Jakarta, Kamis (10/3) malam.<>

Ia menyontohkan Pasal (4) dalam RUU tersebut dijelaskan pengadaan tanah untuk pembangunan meliputi kepentingan umum dan kepentingan swasta. "Kami mempertanyakan kenapa swasta menggunakan RUU ini. Karena masuknya swasta dalam UU ini, pasti demi kepentngan bisnis dan komersil. Kita menolak swasta masuk karena akan mendistorsi pengadaan tanah," ujarnya kecewa.

Namun demikian lanjut Malik, swasta diberikan hak sepenuhnya untuk melaksanakan pembangunan proyek infrastruktur melalui tender yang dilakukan pemerintah. "Jadi, yang membebaskan tanahnya harus pemerintah, jangan swasta. Sehingga swasta hanya diberikan proyek untuk mengerjakan," kata Malik.

Menyinggung soal ketidaksepakatan pasal pelibatan swasta dalam pembebasan tanah, Malik meminta agar pasal tersebut sebaiknya dihilangkan. "Sebaiknya memang dibatalkan saja,"tegasnya.

Dikatakan, jika hal itu bukan untuk menyalahkan niat baik pemerintah guna menarik sebanyak-banyaknya investor ke dalam negeri, seperti yang tertuang dengan baik dalam RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. Namun masalahnya RUU ini justru potensial merampas hak rakyat.

Seperti diketahui, RUU ini terdiri 11 bab dan 73 pasal. Beberapa pasal dianggap krusial terkait agenda pemerintah soal pembangunan infrastuktur. Beberapa poin dalam RUU tersebut perlu diklarifikasi kembali karena rawan penyalahgunaan.

Seperti Pasal (4) disebutkan pengadaan tanah untuk pembangunan meliputi untuk kepentingan umum dan kepentingan swasta. Demikian pula pasal 35 terkait "Penilaian Ganti Kerugian".

Ada empat potensi kemudharatan, antara lain pengkhianatan populisme UU PA tahun 1960 yang membela kepentingan rakyat dan petani. "RUU ini juga memiliki semangat menggusur. Karena rakyat ditempatkan sebagai korban, calon korban atau potensial korban penggusuran."

Kemudaratan lainnya, RUU ini mengedepankan ideologi pasar dan bahkan kemandirian bangsa takluk oleh kekuatan asing atas nama pembangunan. "Karena pihak Asia Development Bank (ADB) setuju membiayai proyek penyusunan RUU Pertanahan ini sekitar Rp 5 miliar. Syaratnya, memuat  proses penggusuran dan akuisisi tanah yang sesuai standar intenasional," ungkap Malik. (amf)


Terkait