Surabaya, NU Online
Banyaknya orang hilang dalam bencana yang banyak terjadi belakangan ini menimbulkan masalah status perkawinan bagi perempuan yang ingin menikah lagi. Lalu, sampai kapankah mereka harus menunggu kepastian bahwa suami mereka telah mati?
Komisi bahstul masail diniyah waqiiyyah dalam munas NU di Surabaya memiliki tiga pendapat. Pertama, masa tangguh sampai ada kepastian, bahwa suami yang mafqud itu telah meninggal dunia. Pendapat kedua menyatakan masa tanggat sampai empat tahun dan ditambah masa ‘iddah wafat, yakni empat bulan sepuluh hari dan terakhir Masa tanggat berdasarkan keputusan hakim, baik karena fasakh maupun pelanggaran terhadap ta’liq thalaq.
<>Lalu bagaimana jika seseorang yang mafqud ternyata datang kembali sedangkan isterinya telah menikah dengan lelaki lain, anggota komisi yang datang dari berbagai pesantren tersebut berpendapat bahwa suami barulah yang berhak atas istri yang dinikahinya. Hubungan dengan suami lama dianggap terputus oleh keputusan hakim.
Sementara itu pendapat kedua berpandangan bahwa suami pertama boleh memilih satu di antara dua, menarik kembali isterinya yang telah menikah dengan lelaki lain, atau merelakan isterinya untuk menjadi isteri lelaki lain yang telah menikahinya sedangkan lelaki lain itu harus memberikan tebusan mahr mitsl kepadanya.
Status sebagai orang hilang juga menimbulkan masalah dalam hal harta warisan. Dalam hal ini terdapat dua pendapat yang mana pendapat pertama adalah sampai ada kepastian, bahwa seseorang yang mafqud itu telah meninggal dunia. Pendapat kedua adalah diukur dari kebanyakan orang-orang yang seusia orang yang mafqud.
Apabila seseorang yang mafqud ternyata datang kembali sedangkan para ahli waris telah menerima bagian warisan, maka mereka wajib mengembalikannya, dan wajib menggantinya manakala harta warisan yang telah diterima itu telah habis. (mkf)