Warta

Masdar Gugat Tudingan Liberal atas Dirinya

Rabu, 26 Agustus 2009 | 13:12 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi menggugat tudingan ”liberal” yang sering dialamatkan kepada dirinya. Menurutnya, tudingan liberal adalah suatu kejahatan.

”Dalam hal apa liberalnya, buktinya apa? Jangan menebar hantu begitu. Ini kan jadinya seperti hantu, harus dipelihara. Menurut saya ini jahat karena membikin orang takut,” kata Masdar saat berbicara pada Diskusi Reboan di kantor redaksi harian Duta Masyarakat biro Jakarta, Rabu (26/8).<>

Mantan Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang pernah melontarkan gagasan kontroversial tentang kelonggaran waktu haji dan pajak sebagai zakat ini menyatakan, pihak-pihak tertentu sengaja mengaburkan istilah liberal ini.

”Setelah bilang liberal, ngga boleh ditanyakan lagi maksudnya. Karena kalau ditanya menjadi desakrasilasi, jadinya dibikin tidak jelas,” katanya.

Menurut Masdar, salah satu cikal bakal organisasi NU adalah kelompok diskusi Taswirul Afkar yang dipelopori oleh KH Abdul Wahab Chasbullah. Kelompok diskusi ini melampaui pemikiran ulama dan kalangan pesantren waktu itu.

”Taswirul Afkar kan merumuskan pemikiran, apa lagi merumuskan kembali. Itu kan kalau dipikir-pikir meremehkan pemikiran ulama waktu itu. Sebenarnya rintisan Mbah Wahab kalau dipahami secara serius akan membikin orang tersinggung, tapi itu terjadi dan ini adalah agenda awal organisasi NU,” katanya

Menurut Masdar, NU adalah organisasi keagamaan yang memakai kata ”ulama” atau ilmu. Dan keilmuan adalah pemikiran. Tugas ulama adalah berfikir, bukan menghafal.
 
“Kalau ada yang bilang, apa yang dikatakan Masdar itu tidak ada rujukannya. Ya, karena saya tidak menghafal, dan tidak ada yang melarang orang berfikir. Bahkan orang yang berfikir itu jika salah dapat pahala satu,” katanya.

Masdar menambahkan, para sesepuh NU yang tidak sependapat dengan gagasan anak-anak muda NU yang sedang gemar berfikir sebaiknya memanggil mereka dan melakukan klarifikasi.

”Kalau ada anak yang punya prilaku yang menyimpang itu mestinya dipanggil saja. Kalau memang salah ya katakan salah. Harus ada tabayun (klarifikasi). Karena ulama itu murobbi, atau pendidik, kalau terbukti salah ya ditahkim ’kamu salah’, kalau perlu dita’zir (dihukum). Jangan dihakimi in absentia, diomongkan waktu tidak ada orangnya,” kata Masdar. (nam)


Terkait