Surabaya, NU Online
Percaya atau tidak, manuskrip (naskah kuno) keislaman di Indonesia justru lebih mudah ditemukan di Eropa, karena manuskrip itu memang didokumentasikan peneliti Eropa.
"Kultur kita memang menganggap dokumentasi itu tidak penting, karena itu manuskrip Islam klasik justru banyak ditemukan di Eropa," ujar peneliti IAIN Surabaya, Dr Thoha Hamim.
<>Pembantu Rektor I IAIN Sunan Ampel Surabaya itu mengatakan manuskrip pemikiran Islam justru banyak tersebar di berbagai lembaga di Berlin, Paris, London, dan lainnya.
"Pemikiran Islam klasik itu agak lengkap mulai dari abad permulaan pada abad 7-13 masehi hingga abad pertengahan mulai dari abad 13-19 masehi," tegasnya.
Oleh karena itu, pihaknya tertarik saat diajak Depag untuk bekerjasama dalam mendokumentasikan manuskrip keislaman di Indonesia secara digital. "Itu bukan berarti kita tertinggal, tapi kami justru ingin menampilkan nilai lebih dari apa yang sudah dilakukan orang-orang Eropa tersebut," ucapnya.
Senada dengan itu, ketua panitia pelatihan digitalisasi manuskrip dan situs peradaban Islam kuno IAIN Surabaya, M Khodafi, menyatakan pihaknya sudah menemukan 13 manuskrip berusia 100 tahun lebih.
"Manuskrip digital itu nantinya dapat diakses secara online melalui laman IAIN Surabaya," ungkapnya, didampingi dosen IAIN Walisongo Semarang Drs H Anasom M.Hum.
Menurut dia, 13 manuskrip keislaman yang ditemukan itu berasal dari museum, pesantren, dan rumah masyarakat umum yang tersebar di Jatim dan Jateng, kemudian rencananya juga ke NTB.
"Tapi, kami tidak mendigitalisasikan kitab kuning, karena usianya relatif belum tua, melainkan manuskrip tentang sejarah, tauhid, fiqih, syair, dan ilmu tata bahasa," ucapnya.
Dengan cara itu, tegas dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, pihaknya dapat menyelamatkan manuskrip dan mendorong manuskrip sebagai bahan kajian ilmiah dan penelitian.
Langkah yang mirip adalah Maktabah Syamilah (Pustaka Lengkap) yang merupakan Kitab Kuning (KK) versi Software (perangkat lunak). Software KK yang diterbitkan jaringan Dakwah Islamiyah Al-Misykat itu terdiri atas 1.800 kitab yang dikelompokkan dalam 29 bidang.
Islam moderat
Menurut Khodafi, tujuan yang lebih penting dari digitalisasi manuskrip keislaman, termasuk KK, adalah merekonstruksi pola keberagamaan di Indonesia.
"Islam moderat yang dibilang orang selama ini hanya klaim politis, tapi manuskrip keislaman yang ada akan menjadi bukti tak terbantahkan bahwa hal itu benar-benar ada dalam realitas," ungkapnya.
Ia mencontohkan manuskrip yang ditemukan antara lain "Serat Kandhaning Ringgit Purwo" (tulisan tentang wayang purwo) yang menceritakan sejarah wayang purwo dalam bahasa Jawi (bahasa Jawa tapi tulisannya Arab atau pegon).
"Itu manuskrip yang ditulis dengan tulisan tangan pada tahun 1315 hijriyah atau sekitar tahun 1870-an masehi, sehingga usianya mencapai 100 tahun lebih, tapi kami belum tahu penulisnya," ungkapnya.
Manuskrip tentang wayang dalam bahasa Jawi, katanya, membuktikan bahwa Islam di Indonesia itu berbeda dengan negara lain, karena Islam berkembang dengan menyadap tradisi lokal.
"Kami sudah menyelesaikan digitalisasi sebanyak 1.000 halaman manuskrip keislaman, tapi kami juga berharap 25 dosen peserta pelatihan akan melakukan pelacakan serupa," katanya.
Hingga kini, katanya, Departemen Agama (Depag) RI sudah mengucurkan anggaran sebesar Rp400 juta untuk melacak manuskrip keislaman.
Tak jauh berbeda dengan langkah itu, Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Nahdlatul Ulama (NU) Jepang telah bekerjasama dengan Pimpinan Wilayah (PW) Rabithah Ma’ahid al-Islamiyah (RMI, asosiasi pesantren di lingkungan NU) Jawa Timur untuk mendistribusikan software KK. (ant/mad)