Menteri Agama (Menag) Maftuh Basyuni menyatakan, pembubaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) bukan solusi yang baik, bahkan justru tidak akan menyelesaikan masalah. Sebab, meski aliran itu difatwa menyimpang dari ajaran Islam oleh Majelis Ulama Indonesia, namun Undang-undang tidak memberikan hak pembubaran.
Pengikut JAI yang juga warga negara Indonesia, katanya, tetap mendapat hak perlindungan hukum dari negara walaupun pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang penghentian segala kegiataan keagamaan aliran yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi tersebut.<>
“Islam sendiri memberikan pengakuan terhadap agama lain," kata Maftuh dalam acara silaturahim dan dialog pemuda bertajuk “Merajut Damai dan Harmoni dalam Kebhinnekaan Indonesia” di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (13/6) kemarin.
Maftuh membantah bahwa pemerintah, melalui penerbitan SKB itu, berupaya mencampuri prinsip kebebasan beragama di Indonesia. "SKB bukanlah intervensi negara terhadap kebebasan beragama. Melainkan upaya pemerintah untuk ketertiban beragama," ujar dia.
Sebab, menurutnya, jumlah penganut Ahmadiyah di Indonesia setiap tahunnya bertambah jika tidak diselesaikan dengan SKB. "Kalau tahun 1925, paling 20 atau 30 orang. Sekarang, menurut pengamatan Depag, tidak lebih dari 80 ribu orang. Menurut pers 2 juta dan menurut Ahmadiyah sendiri 500 ribu. Ini akan berkembang terus jika tidak diselesaikan melalui SKB," tandasnya.
Langkah berikut pasca-penerbitan SKB itu, imbuh Maftuh, JAI akan segera dibina. Tidak hanya oleh Depag, Departemen dalam negeri juga akan membantu memberi pengarahan soal keagamaan. Pihaknya juga akan melibatkan para ulama.
Namun, sebelum pembinaan, akan dilakukan sosialisasi terlebih dulu. "Nanti kita bergerak bersama-sama. Jadi, tidak ada waktu tertentu kayak robot. Itu tidak ada," imbuhnya. (dtc/rif)