Warta

MUI Harus Fikirkan Tindak Lanjut Pasca Fatwa

Jumat, 5 Agustus 2005 | 06:37 WIB

Jakarta, NU Online
Majelis Ulama Indonesia diminta untuk memikirkan tindak lanjut atau akibat yang mungkin ditimbulkan dengan dikeluarkannya fatwa. Dikhawatirkan hal tersebut dapat memicu kekerasan karena dianggap memberi legitimasi kelompok tertentu untuk menyerang kelompok yang dianggap sesat.

“Kalau pemerintah tidak bisa mengontrol, setelah Ahmadiyah mana lagi yang akan diserang. Kalau ini terjadi kita akan mengalami lawless society, negara tak ada hukum dan akan menimbulkan anarki,” tandas Syafii Anwar di Jakarta (4/8).

<>

Syafii menilai bahwa MUI sah-sah saja mengeluarkan fatwa seperti itu dan statusnya sekedar sebagai legal opinion. “Itu hukumnya mubah saja, tapi bagi orang awam kan lain. Yang harus dilakukan adalah ada tidak antisipasi dari MUI kalau terjadi apa-apa. Kedua apa jaminan keamanan untuk tidak terjadi seperti itu,” tambahnya.

Dikatakannya bahwa seringkali MUI mengeluarkan fatwa yang keluar dari konteks sosial yang ada seperti kasus pelarangan TKW, padahal kalau dilihat dari sisi sosial berapa ratus ribu perempuan yang harus bekerja di luar negeri untuk bisa menghidupi keluarganya.

“Ini kan konteksnya masyarakat Indonesia, masyarakat yang plural, yang tidak bisa didasarkan pada pernyataan yang skriptual saja,” imbuhnya.

Daripada menimbulkan kontraversi yang berkelanjutan, Syafii mengusulkan adanya penelitian ilmiah yang obyektif dan mempertimbangkan kepentingan kelompok minoritas. Umat Islam merasa gembira dengan fatwa seperti ini karena mayoritas, tapi juga harus didengan suara dari Indonesia Timur dan daerah lainnya.

“Saya ketemu dengan orang-orang Kristen, mereka juga resah. Ini yang menjadi problem, jangan sampai timbul kekerasan dan itu kita harus terus menerus mencoba untuk menganalisis sejauh mana dampak dari fatwa seperti ini. Kalau perlu penelitian,” tegasnya.

Dulunya Islam juga minoritas dan bisa berkembang lewat budaya, melalui dakwah wali songo dan secara bertahap, bukan pendekatannya legal formal. Kalau ini dilakukan tak akan sesukses sekarang dan tidak akan pernah menjadi mayoritas.“Tapi jangan kemudian mengalami sindrom mayoritas, Kita harus melihat sejarah, MUI menurut saya ahistoris,” paparnya

Yang paling ditakutkannya adalah tindakan dari golongan Islam radikal yang merasa paling benar dan sedikit-sedikit melakukan kekerasan atas nama jihad fi sabilillah. Kalau terjadi apa-apa Indonesia bisa hancur.(mkf)

 

 

 

 


Terkait